Ketika yang semua orang anggap hanya omong kosong menyerbu dari utara, saat itulah riwayat Suku Gagak menemui akhirnya.
Tanduk Darah, iblis-iblis misterius yang datang entah dari mana, menebar kekacauan kepada umat manusia. Menurut legenda, hanya sang Raja Malam yang mampu menghentikan mereka. Itu terjadi lima ribu tahun silam pada Zaman Permulaan, di mana ketujuh suku Wilayah Pedalaman masih dipimpin oleh satu raja.
Namun sebelum wafat, Raja Malam pernah berkata bahwa dia akan memiliki seorang penerus.
Chen Huang, pemuda bernasib malang yang menjadi orang terakhir dari Suku Gagak setelah penyerangan Tanduk Darah, dia tahu hanya Raja Malam yang jadi harapan terakhirnya.
Apakah dia berhasil menemukan penerus Raja Malam?
Atau hidupnya akan berakhir pada keputusasaan karena ucapan terakhir Raja Malam hanya bualan belaka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arisena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode : 34 — Kekuatan Simbol Magis
Chen Huang merasa tendangan tadi terlalu keras jika dimaksudkan untuk main sandiwara. Dengan meringis kesakitan, dia mencoba bangkit agar bisa menghadapi pengepungan itu.
Ada selusin orang bila Guo Nan masuk hitungan. Seperti yang sudah direncanakan, tidak ada kultivator di bawah Tingkat Bintang. Orang-orang berjubah biru muda yang berasal dari Sekte Pedang Kelabu, yang berjumlah lima orang, semuanya berada di Tingkat Bintang.
Sedangkan enam orang lain yang merupakan anggota Bulan Menangis, berpakaian hitam-hitam, berada di Tingkat Semesta.
Chen Huang tak bisa merasakan kekuatan mereka. Pengetahuan itu hanya terkaannya dengan catatan semua informasi tentang lawan benar.
"Habisi!" berseru Guo Nan memberi perintah.
Lima orang berpakaian biru muda langsung menerjang tanpa ampun. Pedang mereka berkelebatan ketika menebas dengan iringan suara petir menggelegar.
Serangan pertama, berhasil dielakkan Chen Huang dengan cara menunduk hampir berjongkok. Dia tak ada pilihan lain selain merangkapkan dua telapak tangan dan membaca mantra. Ketika siap mengirim serangan susulan, dari depan terdengar teriakan.
"Badai Pedang!"
Chen Huang melesat ke kanan dan dia terkejut.
Aku bisa! batinnya girang. Aku lebih cepat, aku jauh lebih cepat dari mereka! Aku bisa!
"Fokus," bisik Guo Nan persis di sebelah telinganya. Kaki orang ini menendang tepat mengenai Chen Huang lalu disusul serangan lanjutan dari kawannya.
Pemuda itu terpental, merasakan rasa sakit di tubuhnya, tapi ia tahu Guo Nan melakukan itu hanya untuk sandiwara.
Saat Chen Huang sudah bangkit lagi, dua orang Sekte Pedang Kelabu sudah menggunakan jurus Amarah Halilintar.
Serang orang-orang mereka dan pura-puralah menyerang dengan orang-orang kita. Berkata Bai Li saat di rumah penginapan.
Chen Huang melihat di depannya ada dua orang, lalu dua orang berjubah hitam di belakangnya lagi. Dia tersenyum miring lantas mengeluarkan sihirnya.
Syuutt! Syuutt!
Dua kali sinar biru gelap melesat cepat dari tangannya, seketika itu juga, lengan atas kedua murid Sekte Pedang Kelabu berlubang dan mereka menjerit kesakitan. Untuk dua orang Bulan Menangis, mereka terluka pada bagian pundak.
"Sekarang giliranku!" Chen Huang membentak lalu meloncat, melakukan gerakan teknik bela diri gagak dan dua orang itu sama sekali tak mampu menghindar. Kedua tumit Chen Huang dengan telak mengenai rahang mereka.
"Aaaaauuughhh!!!"
Teriakan menyayat ini terdengar dari salah seorang murid Sekte Pedang Kelabu yang dadanya tertembus sihir Chen Huang.
"Amarah Halilintar!"
"Dewa Petir!"
"Pelukan Halimun Pagi!"
Tiga serangan berturut-turut datang dari segala sisi dan Chen Huang mau tak mau merasa terkejut.
Di samping kedahsyatan serangan mereka, juga karena kedatangan seorang tetua. Ingatan Chen Huang masih hangat ketika Bai Li berkata bahwa jurus Pelukan Halimun Pagi hanya dikhususkan untuk para tetua.
Itu artinya ada Tingkat Semesta di sini.
Dia membentak. "Pergi!"
Kedua tangannya diayunkan dan terciptalah serangan mematikan berupa cahaya biru gelap berbentuk bulan sabit, menebas ke kanan dan kiri. Targetnya tentu saja, pengguna jurus Amarah Halilintar dan Dewa Petir.
Ketika Chen Huang berbalik untuk menghadapi tetua dengan selimut kabut, dua orang Bulan Menangis menghadang.
"Minggir!"
Chen Huang menendang dan memukul, kedua orang itu menangkis dengan kurang serius. Mereka terpental—sengaja mementalkan diri.
Deeessss.
Suara teredam tercipta ketika dua tangan Chen Huang saling tekan dengan kedua tangan si tetua. Tampak lelaki berjubah biru itu tersenyum.
"Sayang sekali, entah teknik aneh apa itu," dia melihat pola-pola di tangan Chen Huang, "tapi kau sudah mati. Habisi dia!"
Dua orang Bulan Menangis menyerang dari kanan dan kiri, salah satunya adalah Guo Nan.
"Hiyaaaaahhh!" teriak Guo Nan yang Chen Huang tahu apa artinya.
Saat itu dari kejauhan, tampak cahaya bersinar yang menyambar lengan Guo Nan. Lelaki itu berteriak kesakitan, sungguh-sungguh kesakitan. Asap mengepul dari tangannya, itu adalah serangan api.
"Penjahat-penjahat busuk, kalian hanya berani menghadapi bocah? Lebih baik mengadu nyawa dengan kami!"
Dan gerobak pedagang itu terbang.
Melonjak tinggi sekali di atas kepala mereka semua. Mereka memandang takjub, lupa akan pertempuran untuk beberapa saat.
Ketika gerobak itu menghantam pohon dan hancur dengan tidak indahnya, lima belas orang pedagang sudah menerjang orang-orang berjubah hitam dan biru muda.
"Lepaskan!" kata salah satu pemain sandiwara seraya menyerang tetua Sekte Pedang Kelabu.
Ketika Chen Huang sudah terlepas, tubuhnya ditarik oleh satu orang lain dan dibawa pergi dengan kuda yang tadi menarik gerobak.
Ketika itu sandiwara selesai. Tiga orang Sekte Pedang Kelabu dibunuh tanpa ragu. Bahkan tetua itu sendiri mati di tangan Guo Nan. Tentu saja mereka, murid-murid Sekte Pedang Kelabu, tak menyangka dengan perubahan tiba-tiba ini.
Hari itu juga, Guo Nan segera melapor ke utusan Sekte Pedang Kelabu bahwa mereka telah dikalahkan oleh rombongan kultivator kuat yang menyamar sebagai pedagang.
Selesai sudah.
...----------------...
"Hebat, jadi benar dugaanku."
Chen Huang memandang sengit ke arah pepohonan tepat suara itu keluar, dia menghentikan kudanya. "Apa maksudmu?"
Seorang nenek bongkok yang bukan lain adalah Bai Li berjalan cepat menghampiri. "Aku ingin mencoba sesuatu dengan kemampuanmu, dan pertarungan tadi membuktikan bahwa cerita-cerita itu nyata! Dugaanku nyata!"
"Hah?" Chen Huang tak mengerti, demikian pula dengan pedagang sandiwara dari Bulan Menangis. "Apa maksudmu?"
"Rahasia di antara kita." Mungkin Bai Li lupa saat ini menggunakan wujud nenek, maka tampak mengerikan ketika dia bersikap genit seperti itu.
Chen Huang turun dari kuda dan menyerahkannya kepada si pedagang. "Terima kasih, Paman."
Orang itu mengangguk. "Tugas kami. Maaf kuda ini harus kubawa lagi, ini kuda bagus milik kami."
"Tak masalah, kami tidak terlalu membutuhkannya."
"Kalau ada sesuatu, ketua atau utusannya pasti akan mengabari kalian. Tolong beri kabar kalau hendak pergi dari kota ini."
"Bagaimana caranya?" Chen Huang mengerutkan kening dengan tidak mengerti.
Orang itu diam sejenak lalu melirik Bai Li. "Walau penampilanku begini, tapi aku sudah enam puluh tahun lebih, aku sudah mengenal wanita tua ini sejak lama," jelasnya, "dia tahu bagaimana cara meninggalkan pesan. Aku pergi dulu."
Setelah lelaki itu pergi jauh, Chen Huang menghadapi Bai Li. "Apa maksudnya?"
"Seperti yang dikatakannya," kata Bai Li dengan senyum miring. "Yah ... kapan-kapan aku akan memberi tahumu, sekarang lebih baik kita kembali."
"Apa tidak apa-apa?" Chen Huang merasa ragu. Setelah apa yang terjadi. "Bagaimana kalau Sekte Pedang Kelabu mencari keberadaanku di kota?"
"Aku juga tahu, Bocah Tolol! Kita hanya akan di sini satu hari lagi, besok kita pergi."
Mereka kembali ke kota setelah Chen Huang mengganti penampilannya. Jubah hitam dan mantel hitam berkerah bulu, pakaian kebanggaan Suku Gagak.
Ketika sampai di penginapan, Bai Li mengatakan sesuatu dengan tampang serius tak dibuat-buat.
"Jadi benar apa yang dikatakan buku itu. Simbol Magis milikmu masih amat murni, sedangkan teknik kultivasi zaman sekarang sudah campur aduk tak jelas. Sudah Tingkat Bintang, masih tak mampu mengalahkan pengguna Simbol Magis dengan pola serumit itu."
Chen Huang memandang tangannya tanpa sadar, menggerak-gerakkannya. "Kalau saja aku tahu ilmu meringankan tubuh milik Suku Gagak, pasti akan lebih sempurna lagi. Untuk menggabungkan teknik Serigala dan Gagak, kadang membuat ototku nyeri."
"Aku tak terlalu paham, bisa kaujelaskan?"
"Teknik Serigala berfokus pada kecepatan," jelasnya, "sedangkan teknik Gagak lebih berfokus untuk menjaga jarak dari lawan, kau sudah tahu itu. Ketika dalam pertarungan, bukannya Suku Gagak tak bisa bertarung jarak dekat, tapi itu hanya berlaku kalau kau punya senjata."
"Kau punya belati," Bai Li mengingatkan.
Pemuda itu diam sejenak. "Senjata sekecil itu melawan pedang petir mereka, kaupikir akan bertahan seberapa lama? Lagi pula, keadaanku di sana seorang diri, tak ada yang membantuku mengalihkan perhatian lawan. Untuk itu, belatiku pasti akan langsung bentrok dengan pedang mereka. Bahkan ketika aku sudah melapisinya dengan Qi sekalipun, tak mungkin dapat bertahan. Qi milikku masih jauh lebih lemah dibanding milik mereka."
Akan tetapi, tiba-tiba mata Bai Li melebar dan pundaknya terperanjat, seperti sadar akan sesuatu. "Ah, kaubilang untuk mengendalikan Simbol Magis tak ada patokan khusus, kan?"
Pemuda itu mengangguk membenarkan.
"Bagaimana kalau kau sendiri yang membuat patokannya? Pernahkah kau berpikir untuk mencoba jurus Bulan Menyerpih atau Matahari Hitam dengan Simbol Magismu?"
Chen Huang terdiam.
"Itu akan menjadi sesuatu yang luar biasa!" Bai Li tersenyum lebar, bangkit berdiri. "Benar, itu akan amat mengerikan, kau harus mencobanya! Harus!"
btw, makin lambat aja. apa kamu masih online?
Hanya saja untuk development karakter nya aku masih merasa kurang cukup motivasi. Mungkin karena masih perkembangan awal. Akan tetapi, perlahan namun pasti keberadaan Chen Huang di Serigala, kayaknya akan semakin bisa di terima. Aku cukup merasakan bahwa dia saat ini sudah mulai banyak berinteraksi dengan tokoh lainnya.
Aku baca ulang dan ternyata memang ini flashback😅✌🏻