Berawal dari pertemuan yang tidak disengaja, seorang pria yang sedang kelaparan malah di suguhi pemandangan yang tidak menyenangkan.
Bagaimana kisahnya mari kita ikuti bersama.
Oh iya, ini cerita author yang perdana.. jadi maklumin ya kalau masih belepotan..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hum@ira211, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pelukan Hangat Pria Idaman
Adi duduk tertegun di sudut hutan kota itu ketika Sandi datang mendekat dan menepuk pundaknya dari belakang.
"Bang Adi....." tegur Sandi.
Adi hanya diam tak menjawab sapaan Sandi, ia melambaikan tangannya memberi sinyal agar Sandi meninggalkannya sendiri.. Ya.. Adi memang sedang ingin sendirian. Entah kenapa setelah mendengar Nina membacakan surat yang diterima Sulastri, ia jadi teringat akan istri dan anak anaknya.
Apalagi ketika dia melihat di depan sana di sebuah warung sembako yang berada di seberang jalan, seorang anak sedang merengek meminta sesuatu kepada ibunya sedangkan ibunya terlihat tak bisa berbuat banyak, mungkin karena memang uangnya tidak cukup untuk memenuhi permintaan anaknya itu.
Adi merasakan rindu yang selama ini ia tahan. Dengan ragu ia mengeluarkan handphone yang selama ini tidak ia aktifkan, semenjak Sulastri memberinya ponsel dan nomor baru. Adi sengaja menonaktifkan nomor lamanya untuk sementara karena ia ingin fokus dengan pekerjaannya dan juga ada alasan lain yang sulit dijelaskan.
Beberapa saat setelah ponsel diaktifkan, notif pesan masuk, panggilan tak terjawab dan notif-notif lain pun segera memenuhi ponsel bagian pojok kiri atas layar. Satu persatu Adi mulai membaca pesan itu, dan membuat dadanya terasa sesak, sesak dipenuhi kerinduan yang semakin memuncak.
Ingin rasanya Adi segera pulang dan mencurahkan segala kerinduannya terutama kepada anak bungsunya yang baru saja masuk jenjang pendidikan dasar. Namun sepucuk hatinya menghentikan keinginan nya itu, ia bertekad tidak akan pulang sebelum ia sukses, meskipun hanya sebentar saja.
Adi meraih ponsel satunya lagi dan membuka aplikasi BRImo, meskipun istrinya tidak memberitahukan kebutuhan sekolah anak-anaknya, namun sebagai pria yang bertanggungjawab ia selalu mengirimkan uang bulanan untuk mereka termasuk uang bulanan istrinya. Namun untuk menghubungi ataupun telpon belum bisa ia lakukan dengan alasan yang author sendiri ngga tahu.
Tanpa terasa airmata menetes di pipi, dadanya berdebar menahan gejolak hatinya. Tiba-tiba sebuah tangan halus menepuk pundaknya membuat Adi tersentak dan tersadar dari lamunannya.
"Bukankah sudah aku bilang, biarkan aku sendiri Sandi..." ucap Adi tanpa menoleh.
****
Sandi seolah mengerti suasana hati Adi yang tak mau ia temani. Saat itu ia berbalik dan menghampiri Nina dan Sulastri yang berada agak jauh dari tempat Adi duduk. Setelah berada cukup dekat dengan Nina, sandi memberi kode agar Nina memberikan waktu untuk Sulastri menenangkan diri.
Sandi mengajak Nina agak menjauh dari Adi maupun Sulastri, namun masih tetap memperhatikan mereka. Nina pun mengerti dan mengikuti Sandi duduk kembali di tempat pertama mereka bertemu.
"San, menurutmu apa yang harus kita lakukan?" tanya Nina.
"Aku juga belum tahu Nin,.." sahut Sandi.
"Kita hanya bisa menunggu .." lanjutnya
" Yah... Semoga saja Lastri memutuskan yang terbaik" kata Nina.
"Sepertinya Bang Adi cocok juga untuk Lastri ya San.."
"Aku pikir juga begitu... Tapi...." belum sempat menyelesaikan kalimatnya Sandi membuat Nina menengok ke arah yang ditunjuknya.
"Lihat...!!" Sandi menunjuk ke arah dimana Adi duduk membelakangi mereka .
Bola mata Nina mengembang seolah meluapkan kegembiraan didalam hatinya. Di depan sana ia melihat apa yang selama ini ia harapkan dari sahabatnya itu. Sulastri.
****
"Bukankah sudah aku bilang, biarkan aku sendiri Sandi..." ucap Adi tanpa menoleh..
"Bang.."
Suara parau itu mengejutkan Adi, ia tak menyangka bahwa yang menepuk pundaknya itu bukan Sandi, tapi orang lain yang begitu ia kenal. Ia menoleh perlahan. Pertama yang ia lihat adalah sebuah tangan dengan jari-jari lentik yang masih menempel dipundaknya. Pandangannya menyusuri lengan itu hingga wajah si empunya tangan.
Jantung Adi seolah berhenti berdetak, namun sesaat kemudian berganti dengan denyutan yang tak beraturan. Wajah sendu itulah yang tadi mengeluarkan suara parau karena kesedihan yang sedang menyelimuti hatinya. Mata yang biasanya bersinar ceria kini menatap sayu ke arahnya, seolah kehilangan cahayanya.
Dengan memberanikan dirinya, Adi meraih tangan itu dan menuntunnya untuk duduk disampingnya. Entah mengapa Sulastri merasakan ketenangan ketika berada di samping Adi, hingga tanpa sadar Sulastri merebahkan kepalanya di pundak kekar itu.
Adi yang mendapati perlakuan aneh Bos nya itu menjadi salah tingkah, entah apa yang harus ia lakukan saat itu.Ia hanya bisa membiarkan gadis itu, mungkin itu bisa mengurangi kegundahan hatinya.
Beberapa saat berlalu tanpa sepatah katapun keluar dari mulut Sulastri, hanya sesekali sesenggukan dan tarikan nafas dalam yang keluar darinya. Seolah ada yang menuntun tangannya, Adi memeluk gadis itu dan mengusap rambut lurus Sulastri dengan tangan yang lainya.
Namun gerakan itu malah membuat Sulastri semakin larut dalam kesedihannya, kini sesenggukannya berubah menjadi tangisan lirih membuat Adi semakin bingung, ia hendak melepaskan pelukannya namun kini tangan Sulastri lah yang justru membalas pelukan Adi dengan eratnya.
"hmmm ...apa yang harus aku lakukan??"pikir Adi..
Adi berusaha melepaskan pelukannya, ia merasa tak pantas jika itu dilihat banyak orang, namun ia tak bisa berbuat banyak karena pelukan Sulastri semakin kuat.
"Bang...." ucap Sulastri lirih..
"Jangan tinggalkan aku.."..
Ucapan Sulastri membuat Adi bingung, karena dia tidak ada niat sedikitpun untuk meninggalkan nya.
"Saya masih disini Non.. " sahut Adi.
Sulastri menengadahkan wajahnya, menatap ke arah Adi..
"Bisakah Abang panggil namaku aja? Bukankah disini hanya kita berdua?" pinta Sulastri.
"Baiklah, tapi... Lepaskan dulu pelukan kamu Las, ngga enak dilihat banyak orang.." jawab Adi sambil menengok kanan kiri.
Sulastri seolah baru tersadar, apa yang dilakukan nya itu memang diluar kendalinya, membuat wajahnya kini bersemu merah karena malu. Ia pun segera melepaskan pelukannya dan berusaha menyapu pipinya yang berlumur air matanya. Adi menyodorkan sapu tangan yang selalu terselip di kantong kirinya.
"Ma ..maaf Bang, aku terlalu larut dengan perasaanku.." kata Sulastri..
Adi hanya mengangguk, sebenarnya Adi juga merasa senang, jika saja ia masih single mungkin akan lain ceritanya..
"Sudahlah Las, sebaiknya kamu turuti keinginan kakekmu... Tidak baik berlama-lama jauh dari orang yang kau sayangi,.." Adi memberikan saran.
"Tapi Bang, Aku ngga mau menikah sama lelaki baj**gan itu .." sanggah Sulastri.
"Bukannya kakekmu bilang, tak akan memaksamu?"
" Iya sih Bang, tapi masalahnya aku belum ada calon suami lain..." jawab Sulastri.
"Masalah itu bisa dipikirkan nanti Las, sebaiknya sekarang kita pulang dulu...
Hari sudah semakin sore .." kata Adi.
****
Singkat cerita mereka pun segera pulang ke rumah setelah menemui Nina yang sedang duduk bersama Sandi. Sulastri pun meminta agar Sandi mengantar Nina ke kost an nya.
Dalam perjalanannya pulang, Sulastri beberapa kali mencuri pandang ke arah sang supir yang tetap fokus mengendarai. Adi bukannya tak tahu dia sedang diperhatikan bosnya itu, namun ia tak berani balas menatap karena ia menghormati status orang yang disopiri nya.
Ketika mobil mereka melaju di jalanan yang cukup sepi, tiba-tiba dua sepeda motor melaju melewati mereka dan berhenti melintang di tengah jalan. Memaksa Adi menghentikan mobilnya. Rupanya bukan hanya dua yang ada di depan, ada dua sepeda motor lagi menempel di belakang mobil tak memberi ruang untuk mundur.
Sulastri merasakan tegang ketika kedua pengendara motor itu turun dan menghampiri mereka. Seorang diantara mereka menggedor pintu disamping Adi, memintanya untuk membuka pintu, sedang seorang lagi menggedor kaca disamping Sulastri.
Adi meminta Sulastri untuk tetap tenang, namun beberapa saat kemudian kaca disamping Sulastri pun pecah dan pintu mobil pun dibuka paksa oleh lelaki itu.
Sulastri menjerit saat tangan kekar lelaki itu menyeretnya keluar dari mobil, sementara itu Adi belum bisa berbuat apa-apa karena pintunya ditahan oleh seorang lainnya.