Aku Richie, pria jomblo tampan, kaya raya yang tak mau menikah. Ayah ku memaksa aku menikahi Alya, gadis cantik yang sabar, tegar dan keras hati.
Entah sejak kapan Alya mencintai ku aku tak tahu. Aku sangat membenci nya, Aku ingin ia hidup tersiksa bersama ku.
Ku pikir, menghadirkan Farah, sebagai kekasih bayaran untuk merusak rumah tangga ku akan membuat ia pergi dan minta cerai dari ku.
Tapi Aku salah. Aku justru terperangkap oleh drama yang ku buat sendiri.
Kehadiran Mario yang sangat tergila-gila pada istri ku membuat hati ku tak rela melepaskan Alya.
Benih-benih cinta yg mulai tumbuh di hati ku, justru membuat aku menderita.
Aku tak yakin, Alya sanggup bertahan dari godaan Mario.
Haruskah ku biarkan cinta Alya direbut oleh Mario yang berpredikat play boy?
CUSSSS,, BACA NOVEL NYA !!!
Jangan lupa, pantau juga karya ku yang lain y 🤗
SUBSCRIBE, LIKE, KOMEN,VOTE ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ ⭐ Jika kamu suka y 🤗
Bantu support with GIFT Biar Author tetap semangat ❤️❤️❤️🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Afriyeni Official, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kelicikan Mario
Aku kaget melihat kedatangan kedua orang tua Alya di rumah sakit itu. Bagaimana mereka berdua bisa tau kalau Alya kecelakaan? kecurigaan timbul dalam hatiku.
"Om, Tante." Kepalaku sedikit merunduk menyambut kedatangan Om Haekal dan Tante Rana kedua orang tua Alya.
Raut wajah kedua orang tua Alya terlihat masam dan kurang senang saat menatap kearah ku.
"Dimana putriku hah?" bentak Om Haekal langsung emosi mengangkat krah bajuku geram.
Aku kaget. Tak kusangka, Om Haekal segitu marah padaku.
"Alya ada diruang VVIP om," sahutku kelu.
"Huh! Dasar laki-laki tidak becus. Kau tidak pantas jadi suami anakku." ucap Tante Rana ibunya Alya ikut emosi.
Aku tertegun, mendengar perkataan ayah dan ibu nya Alya. Entah mengapa mereka yang semula biasa saja kini berbalik membenciku.
Aku merapikan krah bajuku yang longgar karena tarikan Om Haekal. Lalu berbicara dengan sikap yang masih sopan. "Maafkan aku Om, Tante. Aku telah lalai mengawasi istriku." jawabku sabar.
Ku coba memaklumi keadaan kedua orang tua Alya yang mungkin saja panik dan cemas setelah mendengar putri kesayangan mereka kecelakaan.
"Ayo pah, kita lihat Alya dulu. Nanti kita bicara sama dia." ucap Tante Rana menarik tangan suaminya menuju ruang VVIP tempat dimana Alya baru saja dipindahkan untuk dirawat inap.
Kedua orang tua Alya itupun berjalan duluan meninggalkan ku yang mengikuti mereka dari belakang.
"Alya...!" jeritan Tante Rana terdengar keras saat menyaksikan keadaan putrinya yang walaupun cedera ringan namun dipenuhi luka dibeberapa bagian tubuhnya.
"Mama, Papa!?" Alya tampak terkejut saat melihat kehadiran orang tuanya dirumah sakit.
"Alya, kamu tidak apa-apa sayang?" tanya Tante Rana pada Alya dengan raut wajah sedih.
Perempuan setengah baya itu menggenggam tangan putrinya sambil menahan air mata.
"Alya gak apa-apa ma, pa,!" sahut Alya memandang kedua orang tuanya secara bergantian.
"Syukurlah, kamu istirahat lah dengan baik. Papa mau bicara sebentar dengan Richie." ucap Om Haekal membuatku heran dan bertanya dalam hati.
"Ikuti aku, kita bicara diluar sebentar!" ajak Om Haekal dengan wajah gusar.
Aku mengikuti ayahnya Alya yang berjalan cepat menuju sebuah bangku panjang di luar ruangan rawat. Disana, ia langsung duduk dan memberi isyarat agar aku ikut duduk disamping nya.
"Kamu tahu gak, kenapa Om marah sama kamu?" ujar Om Haekal seperti menahan emosinya.
"Tahu Om, aku lalai jagain istriku." sahutku berat.
"Bukan itu saja, Om juga tahu apa yang kamu perbuat selama ini pada Alya. Kamu gak pernah mempedulikan istrimu. Kamu sering menyakiti hati Alya. Om sudah tahu semua itu. Mario sudah cerita semuanya pada Om." ujar Om Haekal kesal.
Aku kaget, apa yang menjadi kecurigaanku ternyata Mario terlibat dalam hal ini. Pantas saja kedua orang tua Alya sangat emosi. Mario pasti sudah cerita yang bukan-bukan pada mereka berdua.
"Om tahu, semua adalah kesalahan Alya dan ayahmu yang bersikeras ingin menjadikan kalian sebagai pasangan suami istri. Om rasa, lebih baik kalian pisah saja, untuk apa kalian hidup bersama jika saling menyiksa perasaan masing-masing. Om akan bawa Alya pulang kembali kerumah Om. Alya lebih baik hidup bersama Om daripada hidup bersama suami yang tak mencintainya sama sekali." ujar Om Haekal dengan sengit.
Aku terperanjat, kalimat Om Haekal adalah sesuatu yang di luar nalar pikiranku saat ini. Jauh dari yang kubayangkan. Suatu hal yang dulu aku inginkan, kini terjadi tanpa kuharapkan lagi.
Perasaanku gundah gulana.
"Jangan Om, jangan pisahkan aku dan Alya. Apa yang dikatakan Mario tidak benar. Aku mencintai Alya Om, aku sangat mencintai Alya." pintaku memelas.
"Kamu lupa, Alya kemarin sempat pulang kerumah Om sendirian? Dari awal Om sudah curiga ada sesuatu yang terjadi diantara kalian. Mario menemui Om dan menceritakan semuanya. Jika benar Mario berbohong, lalu apa arti semua ini?" Ia mengeluarkan handphone miliknya dan memutar sebuah vidio yang tersimpan didalam penyimpan telponnya dan memperlihatkannya dengan kasar padaku.
"Jangan mengelak lagi Richie, ini kamu kan? Kamu berselingkuh dengan pelayan yang bekerja di rumahmu." Om Haekal mendelikkan matanya menunjukan amarah yang sangat besar.
Aku tercengang melihat vidio aku dan Farah yang sedang berada di kamar saat aku mengambil kotak peninggalan mamaku. Di vidio itu terlihat jelas, saat Farah memelukku karna cerita sedih hidupnya.
"Ini salah paham Om, ini cuma salah paham. Aku dan Farah tidak seperti yang Om bayangkan." Aku jadi panik.
"Om tidak menyangka kamu sebejat itu Richie. Selama ini, Om pikir kamu pria baik-baik dan terhormat. Tapi Om sudah salah menilai mu." Om Haekal menatapku dengan sinis dan penuh kebencian.
"Om, tolong percayalah padaku. Ini fitnah, Mario mencintai Alya. Dia ingin merusak rumah tanggaku dengan Alya." ucapku meyakinkan Om Haekal.
"Tidak usah bicara lagi! Mulai hari ini juga, kamu tidak boleh bertemu dengan Alya. Om akan bicarakan ini semua pada ayahmu. Lebih baik kamu pergi dari sini. Om tidak sudi, punya menantu sepertimu." ujar Om Haekal tampak murka.
Aku terpaku tak tahu harus berbuat apalagi. Aku bagai terhempas ke sebuah lembah yang dalam dan teramat sulit untuk keluar.
Kali ini, trik yang dimainkan Mario untuk merebut Alya dariku ternyata jauh lebih licik dari sebelumnya. Biasanya ia main terang-terangan. Namun saat ini, Mario telah melibatkan banyak orang dalam permainan cintanya.
Aku curiga, Mario dan Farah telah bersekongkol dibelakang ku. Bagaimana bisa, Mario memiliki vidio itu jika bukan dari seseorang yang ada dirumah ku dan satu-satunya orang yang patut dicurigai tentu saja adalah Farah.
Mario telah mengibarkan bendera perangnya denganku. Aku tak menduga, Mario kali ini lebih gila dari sebelumnya. Apa karena Alya adalah istriku? Apa dia terobsesi dengan semua yang aku miliki? Aku tak mengerti apa mau nya.
"Oke Mario, biasanya kau kubiarkan menang sebelum perang dimulai. Tapi kali ini, aku akan takkan biarkan kau menang. Mari kita berperang hingga titik darah penghabisan." Aku bertekad untuk menghadapi kegilaan Mario.
Tanpa berpamitan sama sekali, aku pun meninggalkan Om Haekal yang masih duduk di bangku tunggu dengan perasaan yang hancur lebur.
Amarah, dendam serta sakit hati pada Mario membakar jiwaku. Walau hatiku sedikit berat meninggalkan Alya yang masih terbaring sakit, aku pun pergi menemui Morgan yang sedang menjaga Leon di ruangan lain.
"Bagaimana dengan Leon? Apa dia sudah sadar?" tanyaku pada Morgan yang kaget melihat kedatanganku yang tiba-tiba.
"Leon sedang tidur tuan. Ada apa dengan anda tuan? Wajah anda terlihat cemas." Morgan menatapku bingung.
Aku meraup wajahku kasar.
"Mario mencari masalah denganku. Aku curiga, dalang semua ini adalah dia." ucapku geram.
Morgan mengernyitkan dahinya.
"Maksud tuan, tuan Mario Del Vero?" Morgan membelalakkan matanya.
Aku mengangguk samar sembari mengusap daguku pelan.
"Kita harus menyusun sebuah rencana untuk menjebaknya. Aku akan membongkar kedoknya didepan Alya dan kedua orang tua Alya." ucapku pada Morgan.
Morgan memandangku dengan senyuman penuh arti.
"Tuan muda tidak perlu khawatir. Kita pasti bisa melakukannya." ujar Morgan memberiku semangat.
Aku tersenyum hambar, walaupun semua bisa terungkap kelak. Aku masih mencemaskan keadaan Alya yang saat ini tak bisa ku jenguk.
.
.
.
BERSAMBUNG