NovelToon NovelToon
ASI, Untuk Majikanku

ASI, Untuk Majikanku

Status: tamat
Genre:Tamat / CEO / Romansa
Popularitas:243.1k
Nilai: 5
Nama Author: Lusica Jung 2

Aneh Tapi Nyata. Nathan mengidap sebuah penyakit yang sangat aneh dan langka. Dia selalu bergantung pada Asi untuk menjaga kestabilan tubuhnya. Hampir setiap bulan sekali penyakitnya selalu kambuh sehingga Nathan membutuhkan Asi untuk mengembalikan tenaganya. Pada suatu ketika, stok ASI yang dia miliki benar-benar habis sementara penyakitnya sedang kambuh. Kedatangan Vivian, pelayan baru di kediaman Nathan mengubah segalanya. Mungkinkah Nathan bisa sembuh dari penyakit anehnya, atau dia harus terus bergantung pada Vivian? Hanya waktu yang mampu menjawab semuanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lusica Jung 2, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 34: Perkelahian Sengit

Langit mendung memayungi kota Beijing siang itu. Angin musim gugur yang sejuk berhembus lembut, membawa serta daun-daun kering yang berguguran di area pemakaman. Nathan dan Vivian berjalan perlahan di antara deretan nisan, tangan mereka saling menggenggam erat. Hawa kesedihan menyelimuti keduanya, terutama Vivian yang tampak sangat merindukan sosok ayahnya.

Mereka tiba di depan makam yang terawat rapi, nisan marmer putih dengan ukiran nama yang sudah tak asing lagi bagi Vivian. Dia berlutut, menyentuh permukaan dingin nisan tersebut dengan lembut, seakan mencoba merasakan kehangatan ayahnya melalui sentuhan itu.

"Pa, aku datang," bisik Vivian dengan suara bergetar. Matanya mulai berkaca-kaca, mengingat semua kenangan indah bersama ayahnya yang kini hanya tinggal memori.

Nathan berdiri di sampingnya, tanpa kata. Dia terus diam sambil terus memperhatikan istrinya. Nathan tahu, betapa pentingnya momen ini bagi Vivian. Dia merasakan kesedihan yang sama, meskipun dengan cara yang berbeda.

Vivian menghela napas panjang, mencoba menenangkan dirinya. "Aku sangat merindukanmu, Pa. Banyak yang terjadi sejak kau pergi. Padahal aku ingin mengenalkan seseorang padamu, tapi kau malah pergi begitu cepat. Pa, aku harap kau bisa melihat betapa bahagianya aku sekarang. Nathan, adalah pria yang baik. Kau pasti menyukainya jika saja kau masih ada."

Nathan merasakan bibir Vivian mulai bergetar. Dan Nathan yang menyadarinya segara membawanya ke dalam pelukannya, mencoba menenangkan Vivian. "Kau tidak perlu menahan air mata, Vivian. Ayahmu pasti bangga melihatmu kuat seperti ini."

Vivian menangis dalam pelukan Nathan, membiarkan semua kesedihan dan kerinduannya mengalir. Nathan membelai lembut punggung Vivian, memberikan kehangatan dan kenyamanan yang dibutuhkannya.

Setelah beberapa saat, Vivian mengangkat wajahnya yang basah oleh air mata. "Aku harus kuat, Nathan. Aku ingin ayahku bangga padaku."

Nathan mengangguk pelan. "Bagus sekali, karena ayahmu pasti tidak suka melihat putrinya yang lemah,"

Vivian mengusap air mata yang tersisa di pipinya, berusaha tersenyum meskipun hatinya masih terasa berat. "Terima kasih, Nathan. Karena sudah membuatku merasa lebih baik."

Nathan mengusap lembut pipi Vivian dengan ibu jarinya. "Aku lebih suka melihatmu tersenyum, Sayang, daripada menangis. Jadi mulai sekarang jangan pernah menangis di hadapanku, mengerti?" Vivian mengangguk sambil menghapus air matanya sekali lagi.

Mereka berdua berdiri di hadapan makam, memandang nisan dengan perasaan campur aduk. Angin musim gugur terus berhembus, seolah membawa pesan dari alam bahwa kehidupan terus berjalan meskipun kehilangan selalu meninggalkan luka.

Vivian meletakkan bunga yang dibawanya di atas makam, seolah memberikan penghormatan terakhir. "Aku akan selalu merindukanmu, Pa. Tapi aku tahu kau selalu ada di hatiku, memberikan kekuatan dan semangat."

Nathan menggenggam tangan Vivian erat, mencoba memberikan dukungan yang tak terucapkan. "Kita pulang sekarang?" tawar Nathan. Vivian mengangguk pelan, meskipun masih berat hati.

Mereka berdua berjalan meninggalkan makam, membawa serta kenangan dan harapan. Di bawah langit mendung kota Beijing, mereka tahu bahwa cinta dan kenangan akan selalu menguatkan mereka, meskipun dalam kepergian. Nathan tetap menggenggam tangan Vivian, memastikan bahwa dia tidak akan pernah merasa sendirian lagi.

Langit mendung yang mengiringi perjalanan mereka ke makam perlahan mulai cerah. Nathan dan Vivian mendekati mobil mereka dengan pikiran yang masih penuh dengan kenangan dan kerinduan Vivian terhadap ayahnya. Namun, ketenangan itu pecah dalam sekejap ketika suara tembakan tiba-tiba menggema, dan peluru-peluru menghujani sekitar mereka.

"AHHH!" Vivian berteriak histeris, matanya melebar dalam kepanikan.

"Sial!! Sepertinya ada yang ingin main-main denganku!!" geram Nathan, segera membukakan pintu mobil dan mendorong Vivian ke dalam untuk mengamankannya.

"Nathan, kau mau apa?" tanya Vivian dengan panik, suaranya gemetar.

"Tetap di mobil apapun yang terjadi. Jangan coba-coba untuk keluar apalagi membahayakan dirimu sendiri. Aku akan segera membereskan kekacauan ini, dan segera kembali," perintah Nathan tegas, menatap Vivian dengan serius sebelum menutup pintu mobil dan menarik senjata dari pinggangnya.

Nathan berlari ke arah dari mana tembakan berasal, matanya tajam mencari para penyerang. Sepuluh orang bersenjata muncul dari balik pepohonan, mengepungnya. Nathan tidak gentar. Dengan tenang, dia mulai menembak, setiap peluru yang dilepaskan mengenai sasaran dengan presisi mematikan.

Perkelahian sengit tak terelakkan. Nathan bergerak lincah, menumbangkan satu demi satu lawan yang mendekat. Pukulan dan tendangan dilemparkan dengan tepat sasaran, membuat lawan-lawannya kewalahan.

Seorang penyerang mencoba menyerang Nathan dari belakang, tapi Nathan dengan refleks cepat memutar dan menendangnya keras, membuatnya jatuh tak berdaya. Nathan menghabisi setiap orang dengan brutal, memastikan tidak ada yang bangkit lagi.

Vivian, yang menyaksikan dari dalam mobil, tampak cemas dan ketakutan apalagi melihat Nathan yang terluka. Dia terus memandang ke luar, berharap Nathan baik-baik saja. "Nathan, tolong selamat," bisiknya pelan, berdoa agar suaminya kembali dengan selamat.

Tiba-tiba, suara deru mobil dan teriakan terdengar. Anak buah Nathan, dipimpin oleh Max, datang untuk mengambil alih perkelahian. Mereka berlarian ke tempat kejadian, senjata terangkat siap untuk beraksi.

"Tuan! Maaf kami terlambat," seru Max penuh sesal, dia memimpin serangan terhadap para penyerang yang tersisa. Dengan keahlian tempur mereka, anak buah Nathan dengan cepat menguasai situasi, menumbangkan musuh yang tersisa. Hanya satu orang yang dibiarkan hidup, tergeletak di tanah dengan tangan terikat.

Nathan kembali ke mobil, napasnya berat tapi tetap tenang. Dia membuka pintu mobil dan melihat Vivian yang tampak sangat cemas. "Kau baik-baik saja?" tanyanya lembut, meskipun dirinya sendiri masih berlumuran darah dan keringat.

Vivian mengangguk, air mata menggenang di matanya. "Nathan, kau terluka?" tanyanya dengan suara serak, memeriksa Nathan dengan cemas.

"Aku baik-baik saja, Vivian. Ini hanya goresan kecil," jawab Nathan sambil tersenyum tipis, meyakinkan pada Vivian jika dirinya baik-baik saja. Dia menarik Vivian dalam pelukannya, mencoba menenangkan istri yang sangat dia cintai.

Max mendekati Nathan, menarik perhatian mereka. "Tuan, kami menangkap salah satu dari mereka. Dia masih hidup," lapor Max dengan serius.

Nathan menatap tajam pada pria yang terikat itu. "Siapa yang mengirimmu?" tanyanya dengan suara dingin dan penuh ancaman.

Pria itu gemetar ketakutan, wajahnya pucat. "Tu...Tuan A-Arnold... Dia yang memerintahkan kami..." jawabnya dengan terbata-bata.

Mendengar nama Arnold, Nathan semakin marah. "Sial!! Bajingan itu benar-benar cari mati rupanya. Sampaikan pesan ini pada Arnold, dia sudah menandatangani surat kematiannya," kata Nathan dengan suara dingin yang khas, matanya menyala dengan kemarahan yang membara.

Max mengangguk dan memimpin anak buahnya untuk membawa pria itu pergi. Nathan mengalihkan tatapannya, menatap Vivian. "Jangan khawatir, Vivian. Aku akan selalu menjagamu," ujarnya, mencium kening Vivian dengan lembut.

Vivian memeluk Nathan erat, merasa aman dalam pelukan suaminya. "Aku percaya padamu, Nathan. Terima kasih sudah selalu ada untukku," jawabnya dengan suara lembut.

Nathan mengusap rambut Vivian dengan lembut. "Selalu, Vivian. Selalu," bisiknya pelan. Mereka berdua memerlukan selama beberapa saat, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk menghidupkan kembali mobilnya dan melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda.

***

Bersambung

1
👸 Naf 👸
ceritanya bagus padahal knp sepi koment ya, semangat thor
👸 Naf 👸
jgn2 nanti Monica kerjasama ama Arnold nee buat balas dendan ke Nathan Vivian
Ruk Mini
ampyunn..bank . kebelet ye
Ruk Mini
bankk kalemmm. weh
Ruk Mini
waduh.. rintangan baru ati2 bannk nat
Ruk Mini
sama nenk.s babank jg cm pake naluri 😄😄😄
Ruk Mini
sadisszzz kau bank
Ruk Mini
kocak thorr ko ad ye sakit ky gitu..nano2 rasay😇😇😇
Ruk Mini
muai ada peningkatan ye bank
Ruk Mini
mulai konflik
Ruk Mini
ko ada ya....🤔🤔🤔
🏠⃟ͮͮᵐᵒᵐRuyzⷦzⷩ🍁❣️𝐀⃝🥀🥑🤎㊍㊍
apa kah hahahahha
Ledy Gumay
Biasa
sella surya amanda
lanjut kak
Umi Betawi
lanjut thor
Sri Mulyani
sangat setuju cerita ini sangat menarik bikin ratusan episode
sella surya amanda
lanjut kak
sella surya amanda: ok kak di tunggu
Ellnara: Ditunggu ya
total 2 replies
Jessica
stuju bgt.. smgt ka
Ellnara: Siap kakak, tunggu update terbarunya ya. udah otw sekitar 5-6 bab
total 1 replies
Hil Da
setuju banget
Ellnara: Lima bab udah bisa di baca kak
total 1 replies
sella surya amanda
setuju kak
sella surya amanda: ok kak di tunggu
Ellnara: Siap, ditunggu terus ya
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!