Li Wei,programmer jenius yang sinis, percaya bahwa segala sesuatu di alam semesta berjalan seperti sistem yang bisa di debug. Saat nyawanya melayang di dunia modern, kesadarannya tersedot ke dalam "ruang jiwa" yang hancur di dalam Kepala Kaisar Dewa Tai Xuan, yang dikhianati dan dipenggal oleh murid kesayangan dan permaisurinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilonksrcc, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33: DEWI ES DI RUANG KELAS
Membawa Aysel kembali ke Sekolah Realitas adalah sebuah tantangan logistik dan sosial. Dia bukan manusia; dia adalah kesadaran energi murni yang mengambil wujud humanoid kristal. Setiap langkahnya meninggalkan jejak embun beku, dan aura kesedihan kuno yang samar masih melekat padanya, membuat siapa pun di dekatnya teringat pada penyesalan terdalam mereka.
Murid-murid bereaksi beragam. Kai, si logis, terpesona oleh struktur kristalnya yang sempurna. Mei Lin, yang empatik, menangis tanpa alasan jelas saat berada di dekatnya. Bao hanya mengamati, bertanya-tanya apakah "racun kesedihan" bisa dinetralisir.
Tai Wei menugaskan sebuah ruang khusus untuk Aysel sebuah kamar di dekat tepi ngarai yang dilapisi dengan formasi penahan energi dan dihiasi dengan kristal es alami yang dikumpulkan Jin. Suhunya dipertahankan dingin tapi nyaman bagi Aysel, tanpa membekukan sekelilingnya.
Tugas pertama mereka: membantu Aysel beradaptasi dengan dunia yang telah berubah ribuan tahun.
"Ini... sangat berisik," adalah kata-kata pertama Aysel yang jelas, diucapkan dengan suara seperti gemerisik es. Matanya yang seperti kristal biru memandang ke sekeliling sekolah, melihat murid-murid berlatih, sensor Jin berkedip, tanaman Nuo tumbuh. "Banyak... kehidupan. Banyak... suara pikiran."
Dia terbiasa dengan kesunyian dan kesendirian es yang abadi. Keramaian dan emosi manusia adalah badai sensorik baginya.
Xiao Qi, dengan naluri beast nya yang tidak rumit, menjadi teman pertamanya. Xiao Qi tidak banyak bicara. Dia hanya duduk di dekat Aysel, kadang membawakan batu yang dingin atau hanya menemaninya dalam keheningan. Itu membantu.
---
EFEK BERGELOMBANG
Keberhasilan menyembuhkan Aysel dan campur tangan Pengamat Asing tidak bisa disembunyikan. Gelombang energi yang dilepaskan saat jantung es mekar terdeteksi oleh setiap cultivator yang peka dalam radius ratusan li.
Iron Scripture mengirim pesan resmi: "Kami mendeteksi peristiwa energi kelas S di utara. Konfirmasi keselamatan dan permintaan debriefing data." Mereka ingin tahu, tapi nada mereka lebih hormat. Mereka mulai melihat Sekolah bukan sebagai eksperimen lucu, tapi sebagai pemain dengan akses ke sumber daya tingkat dewa.
Venomous Lotus lebih diam. Tapi mereka mengirim paket: selimut tenun khusus yang bisa menyesuaikan suhu dan menyerap "emosi negatif yang mengkristal". Hadiah yang praktis dan menunjukkan pemahaman mendalam.
Faksi tradisionalis Shadow Moon menjadi semakin paranoid dan vokal. Elder Ko mulai berkhotbah bahwa Tai Wei "menjual jiwa pada iblis es kuno" dan "akan membawa zaman es baru". Propagandanya mulai mendapatkan pengikut di kalangan cultivator konservatif yang takut pada perubahan.
Tekanan eksternal meningkat. Tapi tekanan internal justru mulai menghasilkan sesuatu yang menarik.
---
KELAS KHUSUS: PERSFEKTIF ABADI
Aysel, meski lemah, adalah makhluk yang sangat tua. Pengetahuannya tentang dunia kuno, tentang sifat es dan air, tentang siklus alam sebelum campur tangan cultivator modern, tak ternilai. Tai Wei memiliki ide: mengundang Aysel sebagai guru tamu.
"Kau ingin... aku mengajar?" tanya Aysel, bingung. "Apa yang bisa kuajarkan? Aku hanya tahu bagaimana membeku dan... menderita."
"Kau tahu bagaimana dunia bekerja sebelum kita merusaknya," kata Tai Wei. "Kau tahu tentang keseimbangan alami. Dan kau tahu tentang konsekuensi dari pertempuran tanpa akhir. Itu adalah pelajaran yang sangat kami butuhkan."
Kelas pertama Aysel diadakan di lapangan terbuka, di pagi yang cerah. Murid-murid duduk melingkar, dengan Aysel di tengah, duduk di atas batu yang dengan cepat tertutup embun beku.
Dia tidak berbicara banyak. Dia menunjukkan.
Dia mengangkat tangannya, dan di udara, dia menciptakan miniatur pegunungan es dari uap air. Lalu dia menunjukkan bagaimana, dalam siklus alami, es itu mencair perlahan, memberi makan sungai, mengairi tanah, lalu menguap dan kembali membeku di puncak. Sebuah lingkaran yang sempurna.
"Kemudian," bisiknya, "datang Api." Miniatur sebuah naga api kecil muncul, menyerang pegunungan es. Es mencair terlalu cepat, menyebabkan banjir. Api membakar tanah. Keduanya akhirnya habis, meninggalkan... kehancuran dan kekosongan.
"Ini yang terjadi ketika satu pihak ingin menghancurkan yang lain sepenuhnya," kata Aysel. "Tidak ada yang menang. Hanya... kehancuran."
Murid-murid terpana. Ini bukan teori. Ini adalah pelajaran sejarah hidup dari seorang peserta yang selamat.
Kemudian, Aysel menunjukkan sesuatu yang lain. Dia menciptakan lagi pegunungan es dan naga api kecil. Tapi kali ini, api tidak menyerang. Api hanya ada di lembah yang terpisah, menghangatkan udara. Es pun tidak menyerang. Es memberikan kelembaban yang mendinginkan udara di sekitar api. Hasilnya: sebuah lembah yang subur dengan mata air hangat dan iklim sejuk.
"Keseimbangan," kata Aysel. "Bukan perdamaian tanpa konflik. Tapi pengakuan bahwa keberadaan yang lain... memungkinkan keberadaanmu sendiri menjadi lebih baik."
Pelajaran itu sederhana, tapi dalam. Bagi murid-murid yang berasal dari sekte yang saling membenci, ini adalah wahyu.
Setelah kelas, Aysel tampak... lebih cerah. Kristal tubuhnya memancarkan cahaya biru yang lebih lembut. Membagikan pengetahuannya, menjadi berguna, ternyata adalah bagian dari penyembuhannya sendiri.
---
PERSIAPAN UNTUK TITIK KEDUA: HUTAN MEMBARA
Dengan Aysel mulai stabil, perhatian beralih ke titik berikutnya di peta Pengamat: Hutan Membara di selatan. Jika titik pertama adalah Es (trauma, pembekuan), maka titik kedua kemungkinan adalah Api (amarah, pembakaran). Dan Api yang terluka bisa jauh lebih berbahaya dan merusak.
Tim ekspedisi kali ini harus berbeda. Mereka berhadapan dengan kemungkinan entitas yang agresif.
"Yan Mei dan aku akan pergi lagi," kata Tai Wei dalam rapat staf. "Tapi kita butuh ahli Api. Iron Scripture punya teknologi kontrol panas, tapi bukan esensi Api yang hidup."
Semua mata beralih ke Bao, murid Venomous Lotus yang alergi racun. Dia mengernyit. "Kenapa melihatku? Aku ahli racun, bukan api."
"Tapi racun dan api memiliki kesamaan," kata Tai Wei. "Keduanya adalah agen perubahan, seringkali melalui penghancuran. Kau memahami prinsip transformasi. Dan yang lebih penting, kau memiliki resistensi terhadap perubahan yang tidak diinginkan dalam dirimu sendiri alergimu. Itu bisa jadi perlindungan."
Bao terlihat ragu, tapi akhirnya setuju. Tim kedua ditetapkan: Tai Wei, Yan Mei, Bao, dan kali ini Mei Lin karena sebagai Shadow Moon, dia bisa menciptakan ilusi untuk meredam amarah dan memberikan keteduhan.
Sebelum berangkat, mereka menemui Aysel untuk meminta nasihat.
"Api..." gumam Aysel, tatapannya kosong sejenak, mengenang. "Saudaraku, Ignis. Dia... penuh semangat. Bangga. Ketika kami bertarung, itu karena kebanggaan. Kami pikir hanya satu yang boleh mendominasi. Tapi api juga... kehidupan. Kehangatan. Penemuan." Dia melihat Bao. "Jangan takut pada apinya. Takutilah kesepiannya. Api yang terluka dan sendirian akan membakar segalanya hanya untuk merasa hangat, bahkan jika itu menghancurkannya sendiri."
Nasihat yang dalam. Mereka berangkat dengan hati-hati.
---
HUTAN MEMBARA: AMARAH YANG TAK PADAM
Hutan Membara bukanlah nama metaforis. Daerah itu benar-benar terbakar selamanya. Api-api spiritual berwarna oranye dan ungu menyala dari pohon-pohon batu, dari tanah retak, dari sungai lava. Udara bergetar oleh panas yang menyiksa.
Tapi ini bukan sembarang kebakaran. Api-api itu memiliki pola. Mereka bergerak dalam ritme, seperti bernapas. Dan di pusat hutan, ada sebuah kubah api raksasa yang berdenyut seperti jantung.
"Ada kesadaran di dalam sana," kata Yan Mei, merasakan gelombang kemarahan yang hampir fisik. "Dan dia sangat marah."
Mereka mendekati dengan hati-hati, dilindungi oleh perisai energi campuran Tai Wei dan jubah tahan panas buatan Jin. Semakin dekat, suara mulai terdengar bukan kata-kata, tapi teriakan amarah, kekecewaan, dan... pengkhianatan.
Di dalam kubah api, mereka melihatnya: sebuah figura pria dari api dan batu cair, dirantai oleh ikatan energi gelap ke tanah. Dia sedang berjuang melawan rantai-rantai itu, dan setiap kegagalan membuat apinya meledak lebih liar, membakar hutan sekitarnya.
Dia terjebak, bukan dalam mimpi seperti Aysel, tapi dalam perangkap fisik. Seseorang atau sesuatu telah mengurungnya di sini.
"Rantai-rantai itu..." bisik Tai Wei, menganalisis pola energinya. "Ini teknik Iron Scripture kuno! Tapi... lebih primitif. Lebih kasar."
Jadi, bukan dewa atau makhluk purba lain yang mengurungnya. Manusia. Atau lebih tepatnya, cultivator dari masa lalu yang menggunakan teknologi awal Iron Scripture untuk mengurung dewa api.
Ignis melihat mereka. Matanya, seperti bara menyala, menyipit. "MANUSIA! DATANG UNTUK MENYIKSA? UNTUK MENGAMBIL KEKUATANKU?" Suaranya menggema, memekakkan telinga.
"Kami datang untuk membebaskanmu!" teriak Tai Wei, berusaha menenangkan.
"PEMBOHONG! SEMUA MANUSIA PEMBOHONG! MEREKA MEMINTA BANTUANKU, LALU MENGKHIANATI, MENGURUNGKU DI SINI SEBAGAI 'SUMBER ENERGI' UNTUK KOTA MEREKA YANG SOMBONG!"
Ceritanya mulai jelas. Ignis, dewa api, mungkin pernah bekerja sama atau disembah oleh peradaban manusia kuno. Lalu mereka mengkhianatinya, menjebaknya sebagai baterai abadi untuk kota mereka. Kota itu mungkin sudah lama hilang, tapi perangkapnya tetap aktif, dan Ignis tetap terjebak, amarahnya menggelegak selama ribuan tahun.
Ini lebih rumit daripada trauma Aysel. Ini adalah pengkhianatan nyata yang meninggalkan luka fisik dan psikologis.
Bao, dengan pemahamannya tentang racun dan penawar, mengambil langkah maju. "Kemarahanmu... itu adil. Mereka mengkhianatimu. Tapi... membakar segalanya selamanya, apakah itu menghukum mereka yang sudah lama mati? Atau hanya menghukum dirimu sendiri, dan dunia yang tidak bersalah?"
Ignis terdiam sejenak, api-apinya berkerlip. "APA YANG KAU TAHU TENTANG RASA SAKIT, MAKHLUK KECIL?"
"Aku tahu tentang racun yang membuatmu sakit tapi tidak bisa kamu keluarkan," jawab Bao, melepas sarung tangannya, menunjukkan kulitnya yang berbekas reaksi alergi. "Aku hidup dengan rasa sakit setiap hari karena tubuhku menolak apa yang seharusnya menjadi bagian dari warisanku. Tapi aku belajar... rasa sakit tidak harus menjadi identitasmu. Dan balas dendam hanya racun lain yang kau minum sendiri sambil berharap orang lain yang mati."
Perkataan itu jujur dan berasal dari pengalaman. Ignis memandangnya.
Yan Mei ikut berbicara, menggunakan teknik ilusi. Dia tidak menunjukkan ilusi kedamaian palsu. Dia menunjukkan kenyataan: gambaran kota manusia yang dulu berkembang berkat panas Ignis, lalu gambaran para pemimpinnya yang rakus merencanakan pengurungan, lalu gambaran kota itu akhirnya runtuh karena perang atau bencana menunjukkan bahwa pengkhianat sudah lama menerima konsekuensinya.
"MEREKA... MATI?" tanya Ignis, suaranya tiba-tiba lebih kecil, seperti anak api yang kehilangan angin.
"Sudah lama," jawab Yan Mei. "Hanya kamu yang tetap terjebak di sini, bersama amarahmu. Mereka sudah pergi."
Itu adalah pembebasan psikologis. Tapi perangkap fisiknya masih ada.
Tai Wei menganalisis rantai itu. Ini adalah teknologi kuno, tapi prinsipnya mirip dengan formasi Iron Scripture modern: menyerap dan mengalirkan energi. Untuk membebaskan Ignis, mereka harus memutus aliran tanpa menyebabkan ledakan balik yang akan melukainya.
"Bao," kata Tai Wei, "kau bilang racun dan api sama-sama agen perubahan. Bisakah kau 'menetralisir' energi perangkap ini, bukan dengan menghancurkannya, tapi dengan... mengubah tujuannya? Dari 'menjebak dan menyerap' menjadi 'melepaskan dan memulihkan'?"
Bao ragu, lalu mengangguk. "Aku bisa mencoba. Tapi butuh pola... sesuatu yang menggantikan fungsi penyerapannya tanpa menjebak."
Tai Wei punya ide. Dia mengambil cahaya keemasan dari Pengamat. "Energi kehidupan murni ini. Bisakah kita gunakan sebagai 'umpan'? Kita suntikkan ke dalam sistem perangkap. Sistem akan menyerapnya, tapi energi ini justru akan menyembuhkan dan menstabilkan, bukan menahan. Saat sistem kewalahan oleh energi positif, mungkin... akan melepaskan cengkeramannya."
Itu adalah hack, tapi hack yang elegan. Mereka bekerja sama.
Bao menyiapkan "racun penawar" sebuah ramuan yang akan membuat energi perangkap lebih reseptif. Yan Mei menciptakan ilusi untuk menenangkan Ignis dan mengalihkan perhatian sistem perangkap. Tai Wei, dengan presisi God Sliver, menyuntikkan cahaya keemasan ke inti formasi.
Prosesnya berlangsung selama berjam-jam. Rantai-rantai itu bergetar, lalu mulai bersinar dengan cahaya keemasan. Ignis menjerit, tapi bukan kesakitan kelegaan. Ikatan yang membakarnya dari dalam mulai meleleh.
Akhirnya, dengan suara seperti kaca pecah, rantai-rantai itu putus.
Ignis terbebas. Api-apinya, yang dulu liar dan merusak, tiba-tiba meredup, menjadi hangat dan stabil. Dia berdiri, figura pria api itu kini lebih padat, lebih sadar.
Dia memandang mereka. "KALIAN... BERBEDA. KALIAN MEMBERI KEBEBASAN, TIDAK MEMINTA APA PUN."
"Kami meminta satu hal," kata Tai Wei. "Gunakan kebebasanmu dengan bijak. Jangan menjadi penjara bagi yang lain."
Ignis mengangguk, api di matanya berkilau dengan kecerdasan baru. "KOTA MEREKA SUDAH HILANG. TAPI DUNIA MASIH ADA. MUNGKIN... AKU BISA MENEMUKAN TUJUAN BARU."
Lalu, seperti Aysel, dia tampak ragu. Ribuan tahun terkurung, dia tidak tahu harus pergi ke mana.
"Kami memiliki tempat," kata Yan Mei. "Tempat di mana Aysel, saudarimu dulu, sedang pulih. Tempat di mana makhluk-makhluk berbeda belajar bersama. Kau bisa datang, jika mau."
Ignis terdiam lama. Kemudian, api di seluruh hutan mulai padam, terkonsentrasi kembali ke dalam dirinya. Hutan yang membara berubah menjadi hutan yang hangat, dengan tanah subur dan udara sejuk. Dia telah menarik kembali energinya.
"BAIK. AKU AKAN MELIHAT TEMPAT INI."
Misi kedua berhasil. Dua entitas purba kini berada di bawah perlindungan Sekolah Realitas.
---
KEMBALI KE SEKOLAH: TITIK KRITIS
Membawa Ignis kembali menimbulkan lebih banyak kegemparan. Sekolah sekarang memiliki dua entitas elemental tingkat dewa yang sedang dalam pemulihan. Energi mereka es dan api secara alami bertentangan, tapi karena keduanya telah melalui transformasi, mereka tidak saling menyerang. Sebaliknya, mereka saling menghormati, bahkan saling membantu: Aysel menggunakan esnya untuk mendinginkan area latihan yang terlalu panas oleh kehadiran tidak sengaja Ignis, sementara Ignis memberikan kehangatan lembut pada kebun es Aysel.
Murid-murid sekolah belajar dari keduanya. Mereka melihat langsung bahwa bahkan kekuatan yang paling bertolak belakang pun bisa berkoeksistensi jika ada pemahaman dan penghormatan.
Tapi dunia luar tidak diam.
Pengamat Asing kembali memberi tanda. Batu peta di lapangan bersinar, dan sebuah titik ketiga di laut timur mulai berkedip lebih terang. Undangan untuk level berikutnya.
Dan ancaman dari faksi tradisionalis Shadow Moon mencapai titik didih. Elder Ko, yang kini merasa semakin terpojok dan takut, mengeluarkan fatwa: Sekolah Realitas dinyatakan sebagai "ancaman bagi tatanan alam dan kemurnian cultivation". Dia menyerukan aliansi suci dengan elemen konservatif dari Iron Scripture dan Venomous Lotus untuk "membersihkan kanker ini".
Ini bukan lagi propaganda. Ini deklarasi perang.
Sekolah Realitas sekarang menghadapi dua front: penyembuhan entitas purba di laut timur, dan pertahanan dari serangan aliansi sekte tradisionalis.
Tai Wei berdiri di Pusat Proyeksi, melihat The Weave yang menunjukkan kedua ancaman itu titik biru (laut timur) dan titik merah mendekat (aliansi musuh).
Mereka tidak bisa menghindari keduanya. Mereka harus membagi tim, mempercayakan pertahanan sekolah pada orang-orang yang belum siap sepenuhnya, dan melanjutkan misi penyembuhan yang mungkin kunci untuk memahami ancaman yang lebih besar.
Xiao Qi mendekat, menaruh cakarnya yang hangat di tangan Tai Wei. "Aku punya firasat," bisiknya. "Laut timur... ada sesuatu yang lebih dari sekadar entitas terluka. Ada... jawaban. Jawaban tentang siapa Pengamat itu. Dan mungkin... tentang bagaimana semua ini bermula."
Tai Wei mengangguk. Dia merasakannya juga. God Sliver di dalamnya bergetar dengan antisipasi, dan sedikit ketakutan.
Sekolah mereka yang kecil, dengan murid-muridnya yang aneh, dua dewa yang pulih, dan staf yang terdiri dari mantan musuh, kini berada di pusat badai.
Mereka tidak lagi hanya membangun sekolah. Mereka membentuk ulang narasi dunia.
Dan babak berikutnya akan menentukan apakah narasi itu akan tentang harapan dan pemulihan, atau hanya menjadi catatan kaki lain dalam sejarah panjang konflik dan kehancuran.