Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
"Aku kecewa karena suamiku sendiri berniat menjandakan aku demi membahagiakan wanita lain."
Pelangi Faranisa, seorang gadis taat agama yang dijodohkan dengan pria brutal. Di malam resepsi pernikahan, ia dipermalukan oleh suaminya sendiri yang pergi tanpa permisi dan lebih memilih mabuk-mabukan.
Pemberontak, pembangkang, pembuat onar dan pemabuk berat. Itulah gambaran sosok Awan Wisnu Dewanto.
"Kamu tidak usah terlalu percaya diri! Aku tidak akan pernah tertarik denganmu, meskipun kamu tidak memakai apa-apa di hadapanku!" ~ Awan
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apa Ini Adil?
Pelangi masih membeku seakan tak sanggup memberi jawaban. Pertanyaan Zidan yang begitu menuntut membuatnya terpaku di tempat. Hingga akhirnya yang terucap hanya, "Kakak bahagia, Dek!"
"Jangan bohong, Kak!" lirih pemuda itu.
Dengan mengulas senyum tipis, Pelangi menatap adiknya. “Kita bicara sambil duduk, yuk!”
Pelangi melirik sang suami yang masih terbaring di ranjang. Setelah memastikan bahwa Awan benar-benar lelap, Pelangi membawa Zidan menuju ruang televisi di lantai bawah. Sebelum membicarakan sesuatu, ia terlebih dahulu membuatkan teh hangat untuk adiknya.
“Minum dulu tehnya.”
Zidan tampak enggan. Ia masih masih kesal karena merasa dibohongi oleh sang kakak, dan Pelangi sangat menyadari raut wajah adiknya itu.
"Sekarang Kakak cerita. Jangan ada yang ditutupi! Aku yakin Kakak tidak bahagia." ucap Zidan penuh penekanan.
Pelangi kembali tersenyum tipis. Ia gelengkan kepalanya pelan. “Zidan, kamu tahu kan, bahwa kebahagiaan bagi seorang istri adalah bernaung di rumah suaminya.”
“Tapi kebahagiaan macam apa, Kak?” Sebuah pertanyaan menuntut yang membuat Pelangi merasa pilu.
Beberapa hari menyandang status sebagai istri dari pria bernama Awan Wisnu Dewanto, memang kebahagiaan seperti apa yang ia dapatkan? Malah sebaliknya, hanya kepedihan yang ia tuai dari perjodohan itu.
“Seorang suami yang meninggalkan istrinya untuk mabuk-mabukan? Atau suami yang mengumbar rahasia di hadapan orang lain dan mengatakan dia mencintai wanita lain?”
Bola mata Pelangi mendadak berair mendengar ucapan Zidan. “Apa maksud kamu?”
Melihat genangan air di mata kakaknya, Zidan pun merasakan sakit yang tiba-tiba seperti menusuk. Kecewa, marah dan sedih bercampur menjadi satu.
“Aku dengar sendiri suami Kakak itu bilang tidak mencintai Kakak. Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri dia bersenang-senang, mabuk-mabukan dan melupakan istrinya."
Hati pelangi semakin terasa perih. Ada sakit tak berdarah di sana. Foto mesra Awan bersama wanita lain kembali terbayang dalam ingatannya. Ia pun sadar dengan kemungkinan suatu hari nanti Awan akan meninggalkannya demi wanita lain.
“Ayo, Kak! Kita pulang saja ke rumah.” Sekali lagi Zidan berusaha membujuk.
Namun, Pelangi kembali menolak. “Sampai detik ini, kakak masih istri Mas Awan, dan akan menjadi dosa bagi seorang istri jika meninggalkan rumah tanpa seizin suaminya.”
Zidan mendesahkan napas frustrasi. Ucapan Pelangi memang benar adanya. "Kakak mau bertahan dengan suami seperti itu?"
"Kakak harus bagaimana, Dek? Masalah dalam rumah tangga, sebaiknya diselesaikan berdua oleh suami istri saja. Tidak perlu diumbar kepada yang lain."
Sebuah kalimat yang berhasil meruntuhkan ego Zidan. Benar kata Pelangi, meskipun ia seorang adik, namun tidak boleh terlalu ikut campur dalam rumah tangga kakaknya.
.
.
.
Zidan menyeruput teh hangat yang membuat pikirannya menjadi lebih tenang. Ia mulai dapat menguasai amarahnya.
"Kak, boleh tanya sesuatu?"
"Apa?"
“Aku pernah baca satu ayat yang menjelaskan bahwa wanita yang baik akan berjodoh dengan laki-laki baik juga. Tapi kenapa Kak Pelangi malah sebaliknya? Kenapa Allah memilih jodoh Kak Awan untuk Kak Pelangi?”
Pelangi mengusap butiran kristal yang meleleh di pipinya. “Kakak juga sempat berpikir seperti itu. Kemarin, kakak sempat merasa kecewa."
Zidan terdiam seraya menatap lekat wajah kakaknya.
"Tapi setelah kakak memohon petunjuk dengan shalat istikharah, kakak mendapatkan sebuah keyakinan bahwa Mas Awan adalah jodoh yang dipilihkan Allah. Dan jika dihayati secara mendalam, sebenarnya tidak ada cacat sedikit pun pada takdir-Nya. Takdir Allah dalam memberi jodoh pasti adil. Pikiran manusialah yang kadang gagal menafsirkan.”
“Tapi bagaimana dengan Kak Pelangi? Kak Awan bukan laki-laki yang baik, dan ini tidak adil untuk Kakak!”
"Zidan ... Di balik ujian dari pasangan yang berlawanan, akan ada hikmah yang menjadi rahasia Allah. Tidak semua bentuk keadilan dari Allah bisa diukur dengan selera dan keinginan manusia."
***