NovelToon NovelToon
Wajah Tersembunyi

Wajah Tersembunyi

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Identitas Tersembunyi / Pengganti / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP / Mafia
Popularitas:73
Nilai: 5
Nama Author: Pertiwi1208

Dara, seorang detektif yang menangani kasus pembunuhan berantai harus menelan kenyataan pahit. Pasalnya semua bukti dan saksi mengarah padanya. Padahal Dara tidak kenal sama sekali dengan korban maupun pelaku, begitu juga dengan anggota keluarga dan saksi-saksi yang lain.


Dalam keadaan yang terpojok dan tanpa bantuan dari siapapun, Dara harus berusaha membuktikan bahwa dirinya tidak terlibat dalam aksi pembunuhan keji tersebut.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pertiwi1208, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 8

"Gimana?" tanya Dara.

"Tidak ada sidik jari yang menempel pada tubuh korban, jadi apa yang harus kita cocokkan?" jawab Sasa.

Pagi itu Dara dan Dani segera pergi ke tempat kerja Sasa, selaku tim forensik yang menangani kasus kematian putri Pak Krisna. Setelah mendengar penjelasan dari Sasa, Dara pun segera mengeluarkan ponselnya dari saku dan melihat kembali rekaman video, saat Pak Tama mengancam Ana di ujung gang sempit. Beberapa kali Dara memutar video tersebut dan juga memperbesar gambarnya.

"Ternyata Pak Tama menggunakan sarung tangan," ucap Dara sembari menyodorkan ponselnya pada Sasa dan Dani. Di ujung gang itu memang pencahayaannya kurang, ditambah hujan dan juga Pak Tama yang mengenakan serba hitam, jadi mungkin sarung tangan tersebut terlewat dari penglihatan mereka, karena saat itu mereka semua hanya fokus pada wajah Pak Tama saat melakukan penyergapan.

Sasa terus memperhatikan video tersebut dengan seksama. "Belati kecil ini," ucap Sasa sembari menunjuk belati yang dipegang oleh Pak Tama. Dara dan Dani pun segera melihat ke arah Sasa secara bersamaan.

"Belati kecil ini tidak diserahkan padaku," ucap Sasa. Dara pun segera menoleh pada Dani.

"Semua yang kami dapatkan di kantor polisi sudah diserahkan ke tim forensik," ucap Dani yang menyadari tatapan Dara seakan meminta jawaban.

"Apa mungkin belati ini belum ditemukan?" tanya Sasa. Dara dan Dani pun terdiam.

"Cari belati ini hingga ketemu, kemungkinan besar ada sisa darah di belati tersebut, nanti kami bisa mencocokkan DNA-nya dengan DNA korban," ucap Sasa.

Tidak banyak berbicara lagi, Dara segera meraih ponsel dari tangan Sasa serta segera keluar dari ruangan. Dani pun juga segera mengekor di belakang Dara.

"Hais, anak itu selalu saja tidak tahu terima kasih," gerutu Sasa sembari terus melihat punggung Dara dan Dani yang berjalan semakin menjauh.

Sesampainya di mobil, Dani segera menghubungi Tara untuk meminta alamat kediaman Pak Tama, mereka berdua pun segera pergi ke rumah Pak Tama dengan sedikit buru-buru.

***

1 jam berlalu.

"Sepertinya rumah ini kosong," ucap Dani.

Saat ini mereka berdua sudah sampai di depan pintu rumah Pak Tama, tapi beberapa kali mereka mengetuk pintu tidak ada jawaban dari dalam rumah. 

"Penghuninya sudah pergi," ucap salah seorang yang tiba-tiba saja ada di sekitar mereka berdua. Entah dari mana orang itu berasal.

"Benarkah?" tanya Dara. Orang tersebut pun segera berjalan mendekat dan membuka pintu rumah Pak Tama. 

"Ternyata rumahnya tidak dikunci," gumam Dara. 

Wanita paruh baya itu pun segera masuk ke rumah tersebut, beliau sepertinya adalah tetangga sekitar. "Sejak kapan rumah ini kosong?" tanya Dara.

"Aku juga tidak tahu, mereka adalah keluarga yang tertutup, jarang bercengkrama dengan tetangga. Bahkan kami para tetangga juga tidak tahu kalau rumah ini kosong, hingga semalam ada seseorang yang juga mencari mereka," jelas wanita paruh baya itu dengan detail.

"Seseorang?" tanya Dani sembari menoleh ke arah wanita paruh baya itu.

"Ah, bukan seseorang, lebih tepatnya dua orang laki-laki," jawab Wanita paruh baya tersebut.

"Siapa mereka?" tanya Dara.

"Aku tidak tahu, mereka sepertinya berusaha mencari informasi tentang Pak Tama dan keluarganya. Dari situ barulah kami tahu dari mereka, bahwa rumah ini sudah kosong. Entah rumah ini tidak dikunci, atau mereka yang mungkin membukanya dengan paksa kemarin malam," ucap Wanita paruh baya.

"Siapa ya mereka?" gumam Dara yang suaranya masih bisa didengar oleh semua orang yang ada di rumah itu.

"Kenapa juga anda tiba-tiba menolong kami untuk masuk ke sini? Serta memberikan banyak informasi?" tanya Dara.

"Seragam kalian cukup rapi, tidak seperti dua orang kemarin yang mencari mereka. Sabuk kalian juga ada lencananya." seketika Dara dan Dani melihat ke arah sabuk mereka masing-masing.

"Ah iya, benar juga," gumam Dara dan Dani hampir berbarengan.

"Apa keluarga Pak Tama telah melakukan tindak kriminal?" tanya wanita paruh baya itu, yang memang sebenarnya sudah penasaran sejak semalam. Mereka bertiga terus berbincang sembari terus menyusuri rumah Pak Tama dan mencari belati yang dibutuhkan oleh Sasa.

"Entahlah, semua belum terbukti, jadi kami masih harus memeriksanya," jawab Dara.

Wanita paruh baya itu pun hanya bisa mengangguk perlahan dan tidak berani banyak bertanya lagi, karena wanita paruh baya itu tahu benar, bahwa mereka berdua dari pihak kepolisian.

Tempat pertama yang Dara dan Dani tuju adalah kamar utama dan dapur, jadi saat ini mereka berdua tengah berpencar. Sementara wanita paruh baya itu hanya diam saja, tidak berani menyentuh apa-apa, karena takut jika nanti sidik jarinya menimbulkan masalah. 

"Apa semalam orang yang anda temui membawa sesuatu keluar dari rumah ini?" tanya Dara yang saat ini tengah membuka beberapa laci dapur, dia juga berusaha mengobrol sesantai mungkin, agar wanita paruh baya itu tidak merasa tertekan.

"Sepertinya mereka tidak membawa apapun, tapi entahlah, aku tidak tahu, aku tidak memperhatikan hal itu," jawab wanita paruh baya. 

"Raut wajah mereka itu sangat emosional, seperti orang yang siap menghabisi Pak Tama, jika saja dia sudah ada di hadapan mereka." Mendengar penjelasan wanita paruh baya itu, Dara pun menghentikan aktivitasnya sejenak dan mengerutkan keningnya.

"Jadi dia sudah diincar banyak orang," gumam Dara.

"Apa wajah mereka menyeramkan?" tanya Dara lagi.

"Sebenarnya tidak begitu menyeramkan, hanya saja wajah mereka sangat serius. Mereka juga bukan preman yang berpenampilan acak-acakan, sepertinya berasal dari orang kaya. Memakai mantel yang bermerek dan juga mengenakan sepatu," jelas Wanita paruh baya.

"Nanti kita cek CCTV saja," teriak Dani yang saat ini berada di kamar.

"Hmb, benar juga," gumam Dara.

Mereka berdua pun segera fokus lagi untuk mencari belati, tapi sudah cukup lama mereka mencari. Mereka berdua tidak menemukan apapun, tidak ada hal yang mencurigakan juga, tidak ada catatan tentang membuntuti anak Pak Krisna, atau apapun yang mungkin menjadi rencana Pak Tama melakukan pembunuhan itu, yang mereka temukan hanya baju-baju keluarga tersebut dan beberapa sisa makanan.

***

"Rumah Pak Tama sudah kosong, tapi sepertinya itu baru kosong beberapa hari, karena barang-barang yang ada di tempat tersebut tidak begitu berdebu," ucap Dara.

Saat ini para tim detektif sedang makan siang di kedai langganan mereka, sembari mengobrolkan kasus yang mereka tangani. Dara dan Dani pun juga menceritakan bahwa mereka baru saja mencari belati di rumah Pak Tama, serta memberikan penjelasan tentang keadaan rumah Pak Tama pada Pak Tedi, mereka juga menceritakan semua yang dijelaskan oleh wanita paruh baya, yang merupakan tetangga Pak Tama. Bahwa ada juga orang yang mencari Pak Tama selain mereka berdua. Dara dan Dani juga sudah berhasil melacak CCTV, serta mendapatkan wajah orang yang mencari Pak Tama tersebut. Meskipun rekaman CCTV tidak terlalu jelas, tapi wajah mereka terlihat di CCTV itu.

"Tidak usah fokus pada mereka yang juga mencari Pak Tama, kita fokus saja dengan apa yang tengah kita jalankan," ucap Pak Tedi.

"Karena dia sudah mengatakan bahwa kamu adalah pelaku pembunuhannya, maka kita harus bergerak cepat untuk membersihkan namamu," ucap Pak Tedi pada Dara.

"Tapi kita tidak bisa membiarkan apapun lolos, siapa tahu kita bisa menemukan petunjuk dari mereka berdua yang juga mencari Pak Tama," ucap Dara. Sebenarnya dia memang tidak terlalu memikirkan fitnah yang dibuat oleh Pak Tama, karena dia merasa tidak melakukan pembunuhan tersebut.

"Apa mungkin itu anak buahnya Pak Krisna?" sahut Tara. 

"Apa kita perlu ke rumah Pak Krisna lagi?" tanya Dara yang merasa bahwa pendapat Tara cukup masuk akal.

"Biarkan Tara dan Dani yang melakukannya, kamu fokus aja untuk mencari bukti-bukti yang bisa menguatkan, bahwa Pak Tama adalah pelaku yang sebenarnya." 

"Aku takut Pak Krisna tidak bisa mengontrol emosinya saat bertemu denganmu," ucap Pak Tedi.

"Oke," jawab Dara singkat.

Akhirnya mereka pun melanjutkan makan siang mereka. 

"Jangan terlalu tegang, kalian pasti bisa menyelesaikan kasus ini, seperti kasus-kasus yang sebelumnya," ucap Bibi pemilik kedai, sembari beliau memberikan telur gulung di atas meja.

"Siapa yang memesan telur?" tanya Dara.

"Tidak ada yang memesan, aku memberikan bonus kepada kalian, agar kalian tidak terlalu tegang," jelas Bibi tersebut.

"Jangan sering-sering memberi kami bonus, bisa-bisa kedai Bibi bangkrut," ucap Dara dengan tersenyum lembut.

"Sudahlah, jangan memikirkan usahaku, aku bekerja hanya untuk menunggu anakku pulang dan mencoba melanjutkan hidup. Kalian tahu sendiri kan tujuanku membuka kedai di dekat kantor kalian?" ucap Bibi tersebut. 

Semua anggota detektif pun secara bersamaan melihat ke arah pintu kaca kedai tersebut, di sana tertempel foto anak kecil perempuan, berusia 5 tahun yang telah menghilang. Mungkin saat ini usianya sudah sekitar 25 tahun, jika saja dia masih bisa ditemukan.

"Sabarlah Bi, kami juga masih terus mencari informasi tentang anak Bibi," ucap Dara sembari mengelus lembut punggung tangan Bibi kedai tersebut.

"Tentu saja aku percaya kepada kalian," ucap Bibi tersebut dengan tersenyum, lalu beliau kembali ke dapur dan melanjutkan aktivitasnya. 

***

"Aku sudah bilang pada kalian, bahwa aku bukan pelaku pembunuhan sadis itu. Aku sudah menjelaskannya pada polisi bahwa detektif itulah pelakunya." Saat para detektif masih makan siang di kedai, tiba-tiba saja televisi yang ada di kedai tersebut menyiarkan tentang Pak Tama, yang baru saja keluar dari interogasi lanjutan, beliau saat ini sedang dikerumuni oleh banyak wartawan.

Mendengar hal tersebut, dengan sigap Pak Tedi pun segera beranjak dan mematikan televisi, agar Dara tidak terlalu memikirkan ucapan Pak Tama. "Kenapa mereka mengizinkan dia untuk diwawancarai?" tanya Dara dengan acuh, sembari meminum es jeruknya.

"Bukankah kita masih menyelidiki kasus ini secara diam-diam?" imbuh Dara.

"Sudahlah, jangan terlalu memikirkan ucapannya, yang penting kita sudah membuktikan pada Pak Krisna dan Pak Bagas, bahwa kamu tidak ada di lokasi kejadian pada malam itu," ucap Pak Tedi.

"Tapi di mayat tersebut bukan hanya tidak ada sidik jari Pak Tama, tapi juga tidak ada bekas sidik jari siapapun," sahut Tara.

"Seperti semua ini dilakukan oleh seorang profesional," imbuh Tara.

"Berhentilah berkata seperti itu," ucap Dani dengan sedikit kesal. Karena sejak menangani kasus ini, seakan Tara tidak mendukung Dara dan malah terus memojokkannya.

"Bukan seperti itu maksudku, tapi penjelasan Pak Tama tentang sebuah mobil dan lain-lainnya itu benar-benar mengarah pada Dara," ucap Tara.

"Bagaimana bisa kamu hanya percaya dengan omongan seorang penjahat daripada dengan temanmu sendiri?" tanya Pak Tedi.

"Musuh yang terbesar itu adalah orang yang paling dekat kita, jadi semua orang memang harus dicurigai, terutama yang ciri-cirinya sudah sesuai dengan yang disebutkan oleh Pak Tama. Hal sekecil apapun memang harus kita cari kebenarannya, jangan sampai kita terlambat menyadarinya." Tara pun tidak mau kalah dalam berargumen dengan timnya.

"Sudah, jangan diteruskan lagi." Pak Tedi segera menghentikan pertikaian tersebut. 

***

Malam hari.

"Akhirnya kamu pulang juga," ucap Amelia yang sepertinya memang sengaja menunggu Dara pulang di ruang tamu.

"Apa Kakak sedang menungguku?" tanya Dara yang baru saja membuka pintu apartemen, dia juga segera meletakkan jaket dan kunci mobil di gantungan sebelah pintu, seperti biasanya.

"Apa proses interogasi cukup melelahkan?" tanya Amelia.

"Dari mana kakak tahu, aku sedang melakukan proses interogasi?" tanya Dara.

"Beritamu sudah tersebar dimana-mana, di televisi dan juga di internet," jelas Amelia.

"Padahal aku sudah menyuruh mereka semua untuk merahasiakan proses interogasi ini sebelum semua menjadi jelas," gerutu Dara seraya membuka sepatunya.

"Tapi dia berhasil diwawancarai," sahut Amelia

Dara pun segera berjalan ke arah dapur dan mengambil air minum. "Apapun yang kamu lakukan, dari sejak sekolah maupun sampai sekarang, aku tidak pernah peduli. Hanya satu yang aku minta," ucap Amelia dengan tatapan serius. Dara pun segera menghentikan aktivitasnya dan segera melihat ke arah kakaknya tersebut.

"Pastikan kamu tidak pernah duduk di kursi tersangka saat di pengadilan," ucap Amelia.

"Tentu saja, aku tidak pernah melakukan kejahatan yang dituduhkan oleh bajingan itu," ucap Dara. Amelia tidak menjawab lagi dan segera masuk ke kamarnya.

"Apa dia menungguku hanya untuk mengatakan hal itu?" gumam Dara seraya tersenyum sinis dan melihat pintu kamar kakaknya yang sudah tertutup.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!