NovelToon NovelToon
Ragaku Milik Suamiku Tapi Hatiku Milik Dia

Ragaku Milik Suamiku Tapi Hatiku Milik Dia

Status: sedang berlangsung
Genre:cintapertama / Duda / Pernikahan Kilat / Cinta Paksa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Heni Rita

Cinta Devan atau biasa di panggil Dev. begitu membekas di hati Lintang Ayu, seorang gadis yang sangat Dev benci sekaligus cinta.

hingga cinta itu masih terpatri di hari Lintang meski dirinya sudah di nikahi seorang duda kaya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Heni Rita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Ayu Kaget Mendengar Ucapan Suaminya

Ayu terlihat sedang membersihkan dirinya.

Setelah membersihkan diri dan mengenakan piama sutra, Ayu masuk ke kamar.

"Dek, tadi Bapak beli pisang goreng. Makanlah mumpung masih hangat" tawar Herman.

Herman sedang duduk di depan komputer melakukan pekerjaannya.

"Kemari."

Melihat suaminya berada di kamar, Ayu tidak berani berlama-lama dan langsung berjalan menghampirinya.

Sesampai di depan Herman, pinggangnya langsung ditarik mendekat dan dagunya dicubit.

"Bapak ih!" Ayu menjauh.

"Ayo, di makan pisang gorengnya, ohya kamu tahu tidak? Tadi Bapak ketemu sama siapa?"

"Memangnya Bapak ketemu siapa?" Tanya Ayu dan hanya menatap suaminya dengan dingin.

"Adek masih ingat gak, saat kita nonton film horor dulu di bioskop?"

Ayu mengernyitkan dahinya.

"Film horor? Itu kan udah lama," jawab Ayu sambil mengambil pisang goreng yang di atas meja kerja suaminya.

"Iya Bapak tahu. Nah, waktu itu kan Adek bicara dengan lelaki yang duduk di sebelah Adek?"

Ayu langsung meletakkan pisang goreng mendengar pengakuan suaminya.

"Ba- Bapak kenal dengan lelaki itu?" Mata Ayu berkilat menatap tajam wajah suaminya.

"Hei, ada apa Dek! Sepertinya Adek kaget mendengar lelaki itu. Namanya Devan kan?"

Ayu menelan ludah mendengar ucapan suaminya.

"T-tidak! Ayu tidak kaget, dia itu kan tetangga Ayu!" Jawab Ayu tanpa ragu, namun hatinya bagai ditusuk duri mendengar nama itu.

"Dia itu tenyata suami Neng Nabila, putri tunggal Pak Bowo. Malahan Vila kita bersebelahan Dek!" Terang Pak Herman.

"Apa?" Ayu membelalak, tak percaya apa yang di katakan suaminya.

"Iya, vila Non Nabila istri dari Devan bersebelahan dengan vila kita Dek. Malahan Neng Nabila sama kayak Adek, dia tengah hamil tiga bulan."

Lagi- lagi mata Ayu melebar.

"Apa? Istrinya Devan sedang hamil tiga bulan?"

****

Saat Nabila bangun, tidak ada orang di sampingnya, tetapi terdengar suara gemercik air dari kamar mandi.

Nabila menoleh ke sana, terlihat bayangan tubuh terpantul di kaca buram kamar mandi.

Hal ini membuat Nabila sedikit terkejut.

Nabila memaksakan diri untuk duduk di atas kasur, dia menunggu suaminya keluar dari kamar mandi dengan tenang.

Beberapa menit kemudian, suara air di kamar mandi tiba-tiba berhenti. Devan keluar hanya dengan melilitkan handuk di area bawah tubuh.

Air di ujung rambut menetes ke kulit. Dengan perlahan, mengalir ke otot-otot perut yang terlihat sangat memesona.

Dengan wajah yang sangat tampan dan simetris, lalu mata gelap dan tajam yang seakan-akan bisa menembus hati.

Namun, aura dingin yang terpancar dari tubuhnya membuat orang lain tidak berani mendekatinya.

Ketika melihat Nabila sudah bangun, Devan menatapnya dengan dingin.

"Mulai sekarang, kamu nggak perlu datang ke kamar lagi."

Mendengar itu, Nabila tertegun sejenak.

'Apa maksudnya nggak perlu datang lagi?'

Devan berbalik.

"Aku ini hanya suami kontrak, jadi kita tidak perlu berlagak kayak suami istri, lagipula kamu sedang hamil anak orang lain, bukan anakku!" ujar Devan sinis.

Menahan rasa sakit di hati, Nabila perlahan menengadah, melihat Devan yang sedang mengenakan pakaian.

"Kenapa A. Aku kan sudah sah menjadi istrimu, sekarang aku berhak atas dirimu. Kita menikah di depan penghulu dan di saksikan Papi dan juga ibumu. Aa bukan suami kontrak, tapi Aa resmi menjadi suamiku!" Tekan Nabila.

Devan tidak menjawab dan hanya menatap Nabila dengan dingin.

"Tapi Aa menikahi kamu karena terpaksa!"

"Tapi aku mencintai Aa ..." ucap Nabila seraya mendekati Devan.

Tangan Devan berhenti membetulkan lengan bajunya, alis matanya sedikit terangkat dan matanya yang dingin itu menatap Nabila.

"Ohya, ngomong- ngomong sudah berapa lama kamu kenal sama Pak Herman?"

Nabila menyeringai.

"Kenapa cemburu?"

"Ngapain Aa cemburu," tegas Devan.

"Kayaknya Pak Herman juga kenal Aa."

"Entahlah ...Aa lupa?" Devan mengelak.

"Waktu Vila ini pertama kali di di bangun, dialah yang menawarkan para pekerja untuk membangun Vila ini, Vila ini. Hadiah ulang tahun dari Papi. Dan Pak Herman juga ikut membantu menyediakan bahan makanan untuk para kuli bangunan di sini, dia seorang insinyur pertanian A. Kebun teh nya luas ada di mana- mana. Pak Herman orangnya ramah dan baik, tapi aku jarang ketemu dia, karena aku tinggal di Jakarta, kalau ke Vila hanya sesekali saja. Pas tadi ketemu. Eh ternyata dia udah nikah, wanita yang jadi istrinya pasti beruntung ngedapatin suami kaya Pak Herman. Orangnya baik dan tanggung jawab," terang Nabila panjang lebar membuat dada Devan memanas.

"Sok tahu! Belum tentu istrinya bahagia!" Sinis Devan.

"Lah, aku bicara pakta A. Siapa saja yang jadi istrinya wanita itu sangat beruntung!" Jawab Nabila tegas.

"Kenapa bukan kamu saja yang nikah sama dia!" Sindir Devan.

"Maunya sih gitu! Cuma kan aku cintanya sama Aa haha ..." goda Nabila sambil tertawa lebar.

"Dasar!" Dengus Devan.

"Ntar siang, aku mau main ke rumah Pak Herman ya A. Aku ingin kenalan sama istrinya, Aa mau ikut gak?"

"Pergi saja sendiri! A malas!" Bentak Devan, raut wajah Devan menunjukan kalau dia tidak suka dengan Herman, tapi Nabila tidak peduli. Nabila berpikir kalau suaminya cemburu.

"Ayolah Aa, nanti sore kita main ke Pak Herman. Sebentar saja ..."

"Kalau Aa gak mau ya gak mau! Jangan maksa!"

"Aa ini, aku kan istri Aa. Aa orang yang paling aku cintai di dunia ini."

"Tapi Aa tidak pernah mencintai kamu," ucap Devan dengan wajah datar.

Nabila pura-pura tidak peduli, mengangguk dan berkata.

"Ya, aku tahu! Tapi status kita jelas, kan? Kita ini suami istri!"

Devan tersenyum ketus.

"Ingat, pernikahan kita sampai bayi ini lahir!"

Tidak ada emosi yang terlihat dari mata Devan Setelah melihat Nabila beberapa saat, dia mengambil jam tangan yang diletakkan di samping kasur, berbalik dan pergi.

"Pokoknya Aa sekarang sudah resmi jadi suami aku!"

"Terserah kamu," jawab Devan singkat sebelum pergi.

Sambil melihat punggung yang semakin menjauh itu, senyuman Nabila perlahan memudar.

Nabila sadar, Devan menikahinya karena terpaksa.

Setelah Devan pergi, Bi Siti masuk membawa obat.

Bi Siti menyerahkan obat itu.

"Nona, ini obatnya."

Obat itu sebenarnya vitamin untuk menguatkan janin yang berada di rahim Nabila.

Setiap hari Bi Siti mengantarkan obat ke Nabila atas permintaan ayahnya Pak Bowo. Dia juga memerintah BI Siti untuk langsung melihat Nabila meminum obat tersebut.

Melihat obat itu, hati Nabila terasa sakit lagi.

Nabila merasa dadanya sesak hingga sulit bernapas. Karena jauh di dalam hati kecilnya, dia tidak menginginkan bayi itu.

"Non ...."

Melihat Nabila tidak merespons, Bi Siti memanggil sekali lagi karena takut Nabila akan menolak obat itu.

Nabila melirik Bi Siti sejenak, lalu mengambil, memasukkan obat itu ke dalam mulut dan langsung ditelan tanpa minum air.

Selanjutnya, Bi Siti mengeluarkan cek dari tas. Diletakkannya kertas itu di depan Nabila.

"Non, Ayahmu menitipkan ini untuk Non dan Tuan Devan bulan madu. Mohon diterima."

Cek senilai lima ratus juta untuk biaya bulan madu Nabila dan Devan.

Ayahnya sungguh bermurah hati.

Sayangnya, yang diinginkan Nabila bukanlah uang.

Nabila menatap Bi Siti sambil tersenyum dan berkata.

"Aku nggak ingin semua ini Bi ..."

Bi Siti tertegun sejenak, lalu bertanya dengan bingung.

"Apa masih kurang Non?"

Mendengar kalimat tersebut, Nabila merasa sedih.

Nabila hanya tersenyum pahit.

"Balikin cek ini ke Papi Bi, aku tidak butuh!"

Mendengar itu, Bi Siti benar-benar tercengang.

"Tapi Non!"

"Sudahlah Bi. Jangan ganggu aku. Silahkan Bibi keluar!"

Bi Siti menangguk patuh sambil mengambil cek itu.

Setelah Bi Siti keluar, Nabila berjalan ke arah cermin besar yang ada di sisi tempat tidurnya

Nabila melihat bayangan dirinya yang terpantul di cermin.

Nabila melihat isi ruangan yang mewah. Namun, tidak terasa kehangatan sama sekali sama seperti hatinya.

Nabila duduk di sofa, termenung sejenak.

Devan suaminya tidak menginginkan dirinya.

Nabila lantas membuka lemari, lalu dia mengambil jaket.

1
Abel_alone
tetap semangat 🌹🌹🌹🌹
Luna Sani: Terima kasih kak ..🙏😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!