Widuri memilih kabur dari rumah, pergi jauh dari keluarga kakeknya yang tiba tiba menjodohkannya dengan sesosok pria yang bahkan tidak dia kenal.
Akibat perbuatannya itu sang kakek murka, tidak hanya menarik uang sakunya yang fantastis, sang kakek juga memblokir kartu kredit, mobil bahkan kartu kartu sakti penunjang hidup dan modal foya foya yang selama ini Widuri nikmati.
Akankah Widuri menyerah ataukah bersikeras pada pendiriannya yang justru membuatnya semakin terjerumus masalah??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kaa_Zee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.14
Widuri tidak ingin peduli apapun, dia remas sesuatu yang terselip ditangannya itu kuat-kuat lalu menoleh tong sampah disamping pintu, pria yang memberi sesuatu tadi menggelengkan kepala seolah faham jika Widuri hendak membuangnya.
Widuri urung membuang, dia lalu mengepalkan jemari dan menggenggam sesuatu yang terasa seperti kertas itu erat, sedikit penasaran setelah melihat tatapan pria dihadapannya tadi. Biarlah ia buka nanti, fikirnya, ingin tahu juga apa isinya.
Sesaat kemudian gadis itu berbalik, membuka pintu lebar lebar dan melangkah keluar setelah sebelumnya menyelipkan kertas ditangannya ke dalam tas kecil yang dibawanya.
"Tunggu sayang,"
Suara Laksmi terdengar nyaring dari belakang, dia bergegas menyusuli langkah Widuri dengan tergesa-gesa hingga gadis itu menghela nafas.
"Ada apa lagi?"
Laksmi mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, dengan senyuman manis ia lalu memeluk tubuh Widuri,
"Bibi rasa Bibi harus memberimu uang saku. Widi," ucapnya dengan halus, ia menyerahkan setumpuk uang cash dengan nomor seri yang masih lengkap. "Ambillah, ini hadiah sekaligus uang saku terakhir yang Bibi berikan." katanya lagi melepaskan pelukan.
Pucuk dicinta ulam pun tiba, seperti itu ibaratnya. Memang Widuri membutuhkan sekali uang setelah kakeknya memblokir paksa kartu ajaib serta tabungan debit yang di nol kan. Gadis itu tidak menampiknya, ia justru mengambil segepok uang tersebut dengan wajah sumringah.
"Kali ini aku bersyukur bertemu Bibi. Sampai jumpa lagi!" katanya seraya berlalu.
"Dasar kurang ajar, ku fikir dia akan menolak uangku, nyatanya masih butuh, Cih!" keluh Laksmi seraya terus melihat punggung Widuri yang semakin menjauh.
Karena tasnya terlalu kecil, Widuri memasukkan uang ke dalam paper bag yang dia temukan diatas meja tamu kemudian masuk kembali ke ruangan sebelumnya.
"Kau kemana saja. Bukankah aku bilang untuk jangan kemana-mana?" Ferdy datang dari belakang, mencekal lengannya hingga tubuh Widuri memutar 36 derajat ke arahnya, Ferdy mencarinya sejak tadi.
"Aaisshhh...!" Ringis Widuri. "Kau ini kenapa. Aku dari toilet kok!" jawabnya lagi dengan asal, menepis tangan Ferdy lalu kembali berjalan menuju meja dan mengambil minuman.
"Kenapa hari ini banyak sekali yang kasar padaku!" keluhnya.
Tatapan Ferdy memicing, ia memang tidak mudah percaya sebab tugasnya sangat berat ditambah Marcel memberikan beban yang sangat besar.
"Aku tidak bohong, Ferdy. Lagi pula kalau aku katakan yang sebenarnya kau juga belum tentu percaya bukan?" kata Widuri yang mengerti tatapan ketidak percayaan Ferdy padanya. "Kau sama saja seperti Marcel yang tidak akan percaya perkataanku!" lanjutnya dengan menenggak minuman guna membasahi kerongkongannya yang kering sejak tadi.
"Dengar ya. Tugasmu hanya diam dan jangan berulah, berbeda denganku yang ditugasi pekerjaan ini dan itu. Jadi bisakah kau menghormati. Aku tidak mau terkena masalah, bisa-bisa gawat!" bisik Ferdy yang menarik kursi lantas duduk disamping Widuri.
"Ya ... aku faham, lagi pula siapa yang memberimu masalah. Kau tenang saja, bosmu itu tidak akan sampai memotong gajimu lagi!" tukas Widuri terkekeh.
Ferdy menghela nafas. Bisa-bisa itu hampir terjadi setelah Widuri tidak berada dimeja, hampir saja ia melapor pada Marcel tadi.
Widuri membuka paper bag dan mengambil beberapa lembar lalu memberikannya pada Ferdy. "Ambil ini,"
Pria berkaca mata itu terbeliak melihat lembaran demi lembaran dolar amerika ditangan Widuri.
"Apa ini. Apa yang kau lakukan?"
Widuri kembali terkekeh, "Sudah aku bilang kalau aku ini berasal dari keluarga kaya, kakekku pemilik perusahaan dan beberapa aset penting. Pengusaha besar, dan aku ... aku ini pe---."
Ucapan Widuri terjeda setelah mendengar tawa renyah Ferdy, tawa yang hampir saja membahana dan dipastikan akan mengundang perhatian orang-orang. Beruntung Ferdy bisa mengusai diri agar tawanya tidak menggelegar. Hal yang dikatakan Widuri bukanlah yang pertama kali ia dengar, saat dihotel pun Widuri mengatakan hal yang sama namun penuturannya sangatlah jomplang dengan kenyataannya.
"Kau ini benar-benar gila, kalau pun harus berkhayal itu janganlah terlalu tinggi. Bisa-bisa kau jatuh lalu bunuh diri." tukas Ferdy yang tetap tidak mempercayainya.
Widuri mendengus pelan, percuma bicara tentang semua jika tidak ada percaya. Lagi pula siapa yang percaya jika keadaannya saat ini sangatlah berbeda.
"Aku bisa buktikan dengan menyapa orang itu," kata Widuri tiba-tiba dengan menunjuk Laksmi yang tengah duduk di barisan depan.
Ferdy melihat ke arah barisan depan dimana barisan itu dihadiri oleh jajaran pemilik serta pemodal produk yang diluncurkan. Pria itu terkekeh tipis bahkan sangat tidak mempercayai ucapan Widuri.
"Kalau hanya menyapa saja itu sangat mudah, semua tamu pasti ingin tahu siapa dia. Siapa pun pasti ingin menyapanya. Siapa tahu menjadi awal bisnis dan mendapat kesempatan besar." Kata Ferdy.
"Kau tidak akan percaya bukan kalau wanita itu adalah Bi----,"
"Widi...!"
Seseorang memanggilnya dari belakang, Widuri menoleh secara refleks dan terbeliak melihatnya.
"Apa yang kau lakukan disini?"
"Daniel?" Widuri bangkit dari duduknya, ia langsung menyambar lengan Daniel dan menariknya keluar.
Ferdy yang terlihat kaget langsung menyusul mereka keluar dan mengikutinya dari belakang.
"Daniel, kenapa kau ada disini juga? Dunia ini sangat sempit sekali, bisa-bisanya kita bertemu!"
"Juga? Itu artinya kau juga sudah bertemu ibuku?" Daniel menghentikan langkahnya, begitu juga langkah Widuri yang ikut terhenti didepannya. "Apa ibuku tidak mengatakan apa-apa padamu, Widi?" katanya lagi.
Widuri mengernyit, "Mengatakan apa?"
Daniel mengusap wajahnya dengan kasar, bagaimana ia harus mengatakan sesuatu hal pada saudara sepupunya itu jika ibunya saja hanya bisa diam.
"Kau yakin Ibuku tidak mengatakan sesuatu tentang kakek?"
Widuri menggeleng, Laksmi memang tidak mengatakan apa-apa soal Handoko, ia justru memberinya uang dengan jumlah yang sangat banyak.
Seketika Widuri mengingat sesuatu yang sangat penting, ia melangkah ke arah sebaliknya dan hendak kembali masuk. "Tunggu ... uangku!" gumam Widuri.
Namun secepat kilat Daniel mencekal lengannya, hingga tubuhnya kembali berhadapan.
"Widi, kau harus ikut aku sekarang juga!"
Gadis berusia 21 tahun itu menggeleng seraya menepis tangan Daniel agar melepaskannya. "Aku tidak mau! Sudah aku bilang kalau aku pergi atas kesadaranku sendiri."
"Widi, tolonglah!"
"Jangan buat aku marah. Bukankah kau tahu alasannya Daniel."
Daniel memejamkan kedua matanya, ia tahu dirinya akan merasa bersalah jika tidak mengatakannya sekarang, namun dirinya juga akan mendapat masalah dari ibu jika mengatakannya.
"Apa. Sudahlah, biarkan aku pergi dulu lalu kita bicara nanti!" kata Widuri.
Lagi-lagi Daniel mencegahnya, ia justru menariknya ke area dimana mobilnya terparkir.
"Daniel. Kau gila!"
"Aku hanya tidak ingin menyesal dikemudian hari, Widi. Kau harus ikut aku sekarang juga!" Daniel mendorong masuk Widuri ke dalam mobil miliknya meskipun Widuri meronta dan menahan pintu agar tidak tertutup.
"Daniel kau sudah gila!"
cus lah update k. yg banyak