Namanya Kanaka Harvey, dia anak keduanya Letta dan Devano, sejak awal bermimpi jadi pembalap, tapi apa daya takdir menuntunnya untuk masuk ke perusahaan peninggalan kakeknya. Terkenal dingin dan tak tertarik dengan perempuan manapun, nyatanya Kanaka justru terperangkap pada pesona bawahannya di kantor yang bernama Rere (Renata Debora) , cewek itu terkenal jutek dan galak sama siapapun. Kanaka yang tak pernah berpacaran itu begitu posesif dan overprotective terhadap Rere.
IG : 16_rens
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rens16, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 : Cinta ini menggelembung sempurna.
Rere melotot dengan sudut matanya mengeluarkan air, Kanaka di atas sana malah tersenyum dan mengusap lembut sudut mata Rere.
"Sakit Ka," rengek Rere pelan sambil terisak.
"Sebentar ya, nanti juga nggak sakit kok, sabar sayang," bisik Kanaka sambil tetap menyangga tubuhnya agar tak menghimpit tubuh ramping Rere.
Rere ketap-ketip, lalu dia mencoba menghalau rasa tak nyaman itu, dan berusaha rileks, pun saat Kanaka mulai bergerak di atasnya.
Tak berapa lama Kanaka menggeram dan sambil menatap kedalaman mata Rere, dia meraih puncaknya, tak perlu waktu lama masih amatiran soalnya hehehehe.
"Makasih sayang." Kanaka mengecup kening Rere lembut lalu bergulir ke samping dan memeluk tubuh Rere mesra.
Rere bergerak gelisah, jujur di bawah sana rasanya tidak nyaman, ingin rasanya dia segera ke kamar mandi dan membersihkan diri.
"Kamu kenapa?" tanya Kanaka.
"Pengen ke kamar mandi," jawab Rere.
Tanpa ba bi bu, Kanaka mengangkat Rere ke kamar mandi, mendudukan sang istri di kloset lalu mengatur suhu air menjadi hangat dan mulai membantu sang istri membasuh diri.
"Aku bisa sendiri." Rere hendak meminta shower dari tangan Kanaka, tapi Kanaka menahan tangan Rere dan tetap membantu Rere membersihkan diri.
Tak berselang lama mereka keluar dari kamar mandi dalam keadaan bersih, Rere berjalan mirip dengan bebek, membuat Kanaka tersenyum geli.
Kanaka melepas sprei yang telah ternoda itu dan menggantinya dengan yang bersih, sementara Rere memilih melihat Kanaka sambil duduk di sofa.
"Sini Yang." Kanaka menepuk kasur di sisinya.
Rere naik ke atas tempat tidur dan masuk ke dalam pelukan sang suami.
"Masih sakit?" tanya Kanaka, Rere mengangguk.
"Besok coba lagi ya, katanya kalo sering dicoba lama-lama enak," ucap Kanaka lagi.
Dengan gemas Rere memukul dada bidang Kanaka, ini saja masih sakit, bisa-bisanya membicarakan uji coba lagi.
"Dih pikirannya kesitu mulu deh, padahal ini masih nggak enak banget lho," ucap Rere sambil mengerucutkan bibirnya.
Kanaka hanya terkekeh, tak mempedulikan gerutuan Rere, Kanaka semakin erat memeluk Rere dan merekapun terlelap.
Tepat tengah malam, suara ponsel Kanaka berbunyi memekakkan telinganya.
"Siapa sih malem-malem ganggu orang tidur!" gerutu Kanaka sambil meraih ponsel di atas nakas samping tempat tidurnya.
"Hallo mas," sapa Kanaka tahu siapa yang menghubunginya sekarang.
"Kamu di rumah Ka?" tanya Kenzo.
"Iya kenapa emang?" sahut Kanaka bingung.
"Mimo khawatir tuh lihat pagar rumah kamu terbuka lebar, mobil juga di parkir sembarangan, rumah gelap gulita, dikira kamu kerampokan!" omel Kenzo.
"Hah! Aku lupa mas, tadi buru-buru masuk rumah." Perlahan Kanaka bangun agar Rere tak terganggu dengan gerakannya.
"Ya udah buruan keluar, aku di depan rumah kamu nih!" kata Kenzo dengan nada ketus.
"Mau kemana?" tanya Rere dengan suara serak.
"Ada mas Kenzo diluar, bentar ya." Kanaka bergegas ke depan untuk menemui sang kakak.
Rere hanya menggusah nafas panjang, rasa di bawah sana sudah tidak sesakit tadi, meskipun rasanya tetap tak nyaman.
Kanaka melangkah ke depan dan menjumpai sang kakak sedang duduk di atas kap mobilnya.
"Lo ngapain sih lampu semua dimatiin, pager nggak dikunci, tadi Mimo lewat jadi khawatir!" omel Kenzo kesal, lagi capek pulang dari kantor eh Mimo mengadu tentang rumah Kanaka.
Tidak mungkin Kenzo membiarkan Pipo dan Mimo untuk mengecek rumah Kanaka kan, alhasil dia yang harus turun tangan juga
"Maaf mas aku kecapaian lupa tutup pager sama nyalain lampu."
Kenzo mendengus mendengar kata 'capek' dari mulut sang adik, capek apalagi kalo bukan capek begituan, kan mereka pengantin baru.
"Ya udah gue cabut!" pamit Kenzo, Kanaka hanya bisa menatap punggung sang kakak yang masuk ke dalam mobilnya, pemakaian kata 'gue' yang dipakai Kenzo menjelaskan bahwa kakaknya itu kesal kepadanya.
Saat Kenzo sudah pergi dari rumahnya, Kanaka mengunci pagar rumahnya, lalu menyalakan semua lampu dan berniat kembali ke dalam. kamar.
Tapi melihat Rere sedang menata belanjaan mereka yang sempat Kanaka lempar tadi, akhirnya Kanaka mengurungkan niatnya.
"Ngapain Yang?" tanya Kanaka.
"Ngerapiin belanjaan sekalian pengen makan, laper," jawab Rere tanpa menoleh.
"Udah sana duduk, aku aja yang masak." Kanaka mendorong pundak Rere dan meminta Rere duduk cantik di meja makan.
"Kita makan mie instan aja ya."
"Iyah, apa aja yang penting makan, laper banget."
"Tapi jangan bilang-bilang Mimo ya kalo kita makan mie, ntar dia ngomel panjang kaya rel kereta," ucap Kanaka sambil menyalakan kompor dan mulai memasak air.
"Masak nggak boleh sih makan beginian, kalo ibu sih diem aja aku mau makan apa aja juga," ucap Rere sambil memperhatikan Kanaka yang terlihat cekatan memakai peralatan memasak.
"Coba aja kasih tahu Mimo kalo kamu mau tahu reaksi mertua kamu," sahut Kanaka sambil mengedikkan bahu.
Tak lama semangkuk mie instan lengkap dengan sawi dan telur tersaji di hadapan Rere.
"Makasih sayang, aku baru tahu lho ternyata kamu bisa masak juga," puji Rere sambil mulai menyendok makanannya.
"Adek ipar kamu itu adalah orang yang paling ngeselin di atas muka bumi ini, dia itu orang yang pandai memanfaatkan kasih sayang kami dengan memperbudak kami, saat dia sibuk dia akan meminta tolong kami untuk memasakkan dia sesuatu," dengus Kanaka kesal.
"Oh ya?"
Kanaka mengangguk-anggukan kepala, sambil memasukan sendok berisi mie ke dalam mulutnya dan tak sampai sepuluh menit makanan di mangkuk mereka tandas, setelah mencuci peralatan bekas makan mereka, Rere dan Kanaka kembali ke kamar.
Kalian tahu kan, masih muda, masih penasaran dengan rasa yang baru pertama kali mereka rasakan, hal apa lagi selain mereka mengulangi hal itu.
Kali ini Kanaka tak terlalu terburu-buru, dia memilih memulai dengan sangat lembut, agar Rere bisa rileks dan nyaman melakukannya.
"Bagaimana kalo aku jadi kecanduan sayang? Kamu nikmat banget," bisik Kanaka sambil membelai wajah Rere lembut.
"Perasaan kamu tuh dulu cool dan nyebelin lho, dari mana datangnya kata-kata alay ini sih," sahut Rere lembut, sambil memberanikan diri menjamah tubuh Kanaka yang begitu membuatnya penasaran sejak tadi.
Rere merasa semua ini masih seperti mimpi, menikah dengan Kanaka dan diberikan cinta sebesar ini oleh sang suami, dia masih merasa seperti upik abu yang menikah dengan pangeran berkuda putih.
Dan saat tangan Kanaka menjelajah sekali lagi ke semua anggota tubuhnya, Rere kembali memejamkan mata dan memasrahkan dirinya sekali lagi kepada Kanaka.
Semakin hari rasa cinta di dalam hati Rere dan Kanaka mengembang semakin besar dan sempurna.
Mereka berharap cinta mereka tetap abadi selama dan tak ada satupun yang bisa menggoyahkannya.
cerita nya bagus tapi jadi ngeh setiap bab gini mulu