Kehidupan Baru Si Pecundang

Wajah pucat Barry membuat Marcus ingin tertawa, kini ia bisa membalas perlakuan Barry pada dirinya, sewaktu ia tidak memiliki kekuatan apapun.

"Setelah aku mengangkatnya seperti ini, lalu aku...!"

"STOP!!" teriak Barry tiba-tiba dengan kencang, begitu melihat cahaya seperti api biru itu, semakin membesar dalam kepalan tangan Marcus.

Wajah pucat Barry semakin pias, dan tubuhnya gemetar, yang tanpa sadar, sekarang dia sudah terduduk di lantai.

Sebagian tamu pun, kembali saling berbisik dengan hebohnya, melihat Barry yang ketakutan.

"Astaga! betapa arogannya tadi dia, sekarang jadi ketakutan, sampai mau ken-cing di celana!"

"Bukankah dia dulu, pernah menindas putra Norton itu, sekarang gantian dia yang di tindas!"

"Makanya! kalau masih belum memiliki kekuatan yang dapat menggertak orang lain, jangan terlalu arogan, akhirnya dia sendiri yang malu, kan?"

"Aku dengar, sepupunya, putra Kyoto mati sekali hantam oleh si Norton itu, apa dia tidak belajar dari yang sudah terjadi pada sepupunya itu, ck ck ck! sungguh bodoh sekali dia itu!"

Barry merasa malu mendengar sebagian tamu, memperbincangkan dirinya yang bodoh, membuat hatinya benar-benar semakin ingin menghabisi Marcus.

Tapi, melihat kekuatan yang di miliki Marcus, keberaniannya menciut, karena takutnya, ia yang akan di habisi Marcus.

Marcus dapat membaca apa yang ada di pikiran Barry, ia pun tidak ingin berbaik hati lagi pada musuhnya itu.

Wusss!

Duarrr!

Marcus mengayunkan tinjunya dengan, hanya mengeluarkan kekuatan seperempat saja, dan menghantam tepat di depan kaki Barry.

Sehingga membuat lubang sedalam setengah meter, pada lantai.

"AWW!!" jerit Barry dengan kencang, wajahnya terlihat pucat pasi, dan tubuhnya gemetar dengan hebatnya.

Ruang aula itu, merasakan getaran akibat hantaman kekuatan Marcus tersebut.

"Hanya segitu saja nyalimu! sungguh tidak berguna! bicara terlalu percaya diri, belum kena saja, kamu sudah gemetaran!" sahut Marcus mencibir.

Sialan! sialan kamu Marcus! kamu mempermalukan aku! bisik hati Barry, penuh dendam pada Marcus.

"Coba saja! aku tantang kamu!" sahut Marcus mencibir, mendengar apa yang ada dalam pikiran Barry.

"Astaga! dia ken-cing di celana! lihat sungguh memalukan!" tiba-tiba seorang tamu berteriak, menunjuk lantai yang basah, tempat Barry terduduk ketakutan.

"Iya, dia ken-cing di celana, ha..ha..haa!" yang lain pun, melihat dengan jelas lantai yang basah.

"Astaga! ha..ha..haa!"

Aula pesta riuh oleh tawa geli, melihat Barry yang ketakutan, sampai tidak sadar buang air di celananya.

Wajah Barry merah padam begitu malunya, ingin rasanya ia menyembunyikan wajahnya.

Dengan cepat, ia pun bangkit dari duduknya, dan dengan cepat berlari pergi dari sana, meninggalkan pesta.

Dari antara tamu pesta, Kyoto menyaksikan semua apa yang terjadi. Ia benar-benar malu, melihat kelakuan keponakannya yang terlalu percaya diri.

"Dasar tidak berguna!" bisik Kyoto menahan geram.

Sementara di sisi lain, di pesta itu, Nelson melihat dengan jelas kekuatan Marcus, yang telah menghantamnya dua hari yang lalu.

Kekuatan itu sangat kuat, membuat tubuhnya hampir saja lumpuh.

Ayahnya mengatakan, kalau Marcus mungkin telah bertemu dengan pasangan terpilihnya.

Matanya nanar memandang gadis, yang sedari tadi tidak pernah di lepaskan Marcus.

Ia pun berpikir, pasti gadis itu pasangan terpilih Marcus, yang membuat Marcus tiba-tiba memiliki kekuatan yang begitu besar.

Otak Nelson berputar untuk dapat, memiliki gadis itu, sama seperti ia mendapatkan mantan tunangan Marcus.

"Hei, kamu! kemari!" sahut Nelson kepada mantan tunangan Marcus.

Wanita itu, yang di panggil 'Hei' mengetatkan gerahamnya sesaat, menahan geram, karena di perlakukan seperti, seorang wanita yang tidak berharga sama sekali.

Dengan langkah malas, wanita itu mendekat menghampiri Nelson.

"Ada apa?" tanyanya dingin.

"Aku ingin memberikan tugas padamu, aku harap kamu bisa menyelesaikannya, dengan baik!" sahut Nelson, tidak perduli dengan sikap dingin wanita itu.

"Tugas apa?"

"Pergi, dekati mantan tunangan mu itu, rayu lagi dia, buat gadis yang ada di sampingnya itu menjauh darinya, pergi! kerjakan!" kata Nelson, langsung memberi perintah pada wanita itu.

"A..apa! itu tidak mungkin bi...!"

"Jangan membantah! cepat sana, pergi!" ujar Nelson tidak sabaran.

Dengan wajah masam, wanita itu pun menuruti apa yang di katakan Nelson.

Bersambung.....