NovelToon NovelToon
Hammer Of Judgment

Hammer Of Judgment

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan / TKP
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: yersya

Hammer of Judgment yang membalas kejahatan dengan kejahatan. Apakah Hammer of Judgment adalah sosok pembela keadilan? Atau mungkin hanyalah sosok pembunuh?

Nantikan kelanjutannya dan temukan siapa sebenarnya Hammer of Judgment.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon yersya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 5

Keesokan harinya, sekolah kembali menjadi heboh karena ditemukannya seorang siswa yang meninggal akibat tusukan di seluruh tubuhnya di gudang sekolah. Siswa tersebut bernama Hendro, merupakan salah satu siswa kelas dua belas yang dikenal sebagai siswa nakal dan sering melakukan intimidasi terhadap siswa lain. Kejadian ini semakin mengejutkan karena di samping tubuh Hendro, ditemukan lukisan palu yang dihasilkan menggunakan darah, yang membuat banyak orang berpikir bahwa ini mungkin merupakan perbuatan dari Hammer of Judgment.

 

Berita tentang kematian Hendro dan keberadaan lukisan tersebut menyebar dengan cepat di kalangan siswa dan staf sekolah. Dan yang paling mengejutkan lagi adalah pengumuman dari guru bahwa Putri terlihat masuk ke dalam gudang bersama Hendro berdasarkan hasil rekaman CCTV, dan beberapa menit kemudian dia keluar sendirian dengan tubuh yang berlumuran darah. Informasi ini membuat banyak orang yakin bahwa Putri adalah Hammer of Judgment, orang yang bertanggung jawab atas pembunuhan Alex dan Hendro.

Pukul sepuluh pagi, aku dan Nada berada di kantin sekolah. Kami memesan nasi soto dan pergi ke meja makan. Ketika kami sampai di meja makan, aku terkejut karena Arvin duduk di hadapan kami. Arvin sekilas melihat kami yang duduk di hadapannya, lalu dia langsung menundukkan kepalanya.

 

Sebenarnya aku ingin bicara dengannya, tapi aku tahu kalau dia tidak ingin aku ngobrol dengannya di tengah keramaian seperti ini. Karena itu, aku memilih untuk mengabaikannya.

 

“Bukankah menurutmu ini aneh?” Tanya Nada sambil menyendok makanannya.

 

“Apanya?” Tanyaku balik.

 

“Jika Putri benar-benar Hammer of Judgment, dia bisa saja mematikan semua CCTV dengan mudah seperti saat dia menghilang waktu itu, hanya dengan ponsel di tangannya” ujar Nada.

 

“Yah, kamu benar” ucapku sambil mengangguk setuju. “Itu seperti seolah-olah dia ingin ketahuan kalau dialah pelakunya.”

 

Kami berdua merenung sejenak, mencoba memahami kemungkinan-kemungkinan yang ada. Kejadian ini semakin memperumit kasus ini dan menimbulkan lebih banyak pertanyaan.

“Bagaimana menurutmu, Arvin?” Tanya Nada tiba-tiba kepada Arvin.

Aku dan Arvin terkejut mendengar pertanyaan tiba-tiba dari Nada kepada Arvin.

“A-aku?” A-apanya?” Tanya Arvin dengan wajah panik, aku dapat melihat kalau dia sedang keringat dingin saat ini.

“Ya, aku ingin tanya, bagaimana pendapatmu mengenai kasus ini?” Tanya Nada lagi.

“E-entahlah! A-aku tidak… tahu” jawab Arvin dengan terbata-bata.

Nada menghela nafas. “Sepertinya aku salah bertanya”

Nada kemudian melanjutkan memakan nasi sotonya. Wajah Arvin terlihat masih pucat, sedangkan aku terkejut dengan sisi Arvin yang ini. Dia benar-benar tidak bisa berbicara dengan normal dengan orang lain. Berbeda dengan saat berduaan denganku, wajahnya tenang dan datar, seperti orang yang berbeda dengan yang ada di hadapanku saat ini.

 

Aku memperhatikan Arvin dengan rasa penasaran. Apa yang membuatnya begitu canggung dan takut ketika berinteraksi dengan orang lain? Apakah ada sesuatu yang terjadi dalam hidupnya yang menyebabkan dia menjadi seperti ini?

 

Meskipun aku penasaran, aku juga menyadari bahwa ini adalah hal yang sensitif dan mungkin tidak mudah untuk dibicarakan. Jadi, aku memutuskan menahan diri untuk bertanya.

“Ta-tapi, bagaimana jika… bertanya pada pak satpam?” ucap Arvin, tiba-tiba memberikan saran.

 

“Pak satpam?” tanyaku.

 

“I-iya, tanya apakah dia… me-melihat Putri atau tidak,” jawab Arvin dengan gugup.

 

“Benar juga,” ucap Nada, setuju dengan saran Arvin. “Kita juga bisa sekalian bertanya tentang Alex.”

 

Aku mengangguk setuju. “Kalau begitu, mari kita berkumpul nanti sepulang sekolah di gerbang setelah semua urusan kita masing-masing selesai” ujarku. “Kamu juga ikut kan, Arvin?” tanyaku sambil tersenyum.

 

“Eh?” Arvin terkejut mendengar pertanyaanku.

 

Pukul lima sore, saat ini kami bertiga sedang berada di pos satpam, menanyakan apa yang Arvin sarankan tadi. Tapi, pak satpam sama sekali tidak melihat Putri. Kami kemudian bertanya mengenai Alex yang keluar masuk sekolah di malam hari itu.

 

“Itu pasti hantu!” Ujar pak satpam dengan nada tinggi dan wajah yang sedikit pucat.

 

Kami bertiga terdiam mendengar hal itu. Kami tidak mengira pak satpam yang dikenal sangat tegas dan pemberani terlihat ketakutan seperti ini.

 

“Maaf pak! Tapi, tidak ada hantu di dunia ini” ujarku mencoba menenangkan.

 

“Kalau begitu, bagaimana kamu menjelaskan semua itu? Polisi mengatakan kalau waktu kematiannya sekitar pukul delapan malam. Itu waktu ketika Alex datang ke sekolah. Jadi, bagaimana seseorang yang telah mati lalu berjalan keluar dari sekolah? Dia bahkan tidak bicara sepatah kata pun ketika aku berbicara dengannya. Aku tidak tahu apakah aku salah lihat atau tidak, tapi saat itu aku melihat kalau wajahnya terlihat pucat. Aku sangat yakin kalau dia pasti adalah hantu!” Jelas pak satpam dengan nada gemetar.

 

Kami bertiga terdiam mendengar hal itu. Kami tidak tahu harus berkata apa lagi. Kami bertiga kemudian berterima kasih pada pak satpam dan meninggalkan pos satpam dan memutuskan untuk pergi ke cafe, lebih tepatnya aku dan Nada memutuskannya secara sepihak tanpa bertanya dahulu pada Arvin.

Beberapa menit kemudian, kami sampai di cafe yang biasanya aku dan Nada kunjungi. Suasana di dalam cafe terasa hangat dan nyaman, dengan lampu-lampu yang lembut dan musik yang menenangkan. Aroma kopi yang sedap mengisi udara, menciptakan suasana yang mengundang untuk duduk dan berlama-lama di sini.

 

Kami memilih meja yang nyaman di sudut ruangan, tempat yang cocok untuk berbincang-bincang dengan tenang. Aku dan Nada duduk bersebelahan, sementara Arvin duduk di hadapan kami.

 

“Apa mungkin itu benar-benar hantu?” Ucap Nada dengan serius, sambil menyeruput minumannya.

 

“Kamu jangan ikut-ikutan juga” ujarku dengan senyuman.

 

Nada kemudian tertawa kecil. “Jangan terlalu serius, aku hanya bercanda”

Kami bertiga terdiam, lalu aku terbenam dalam pikiranku. Aku terus memikirkan bagaimana Alex bisa keluar dari sekolah sedangkan dia seharusnya sudah mati. Apa mungkin itu benar-benar hantu? Tidak, aku sendiri yang bilang tadi kalau hantu itu tidak ada. Tapi, aku sama sekali tidak dapat menemukan petunjuk apapun.

 

“Apa mungkin… pelakunya menyamar?” ujar Arvin memecahkan keheningan, membuat aku dan Nada terkejut mendengar hal itu.

 

Menyamar? Jika itu benar, maka semua itu akan menjadi masuk akal. Kalau memang benar Putri adalah pelakunya, maka dia bisa menyuruh Alex datang ke sekolah dengan alasan bukunya tertinggal di kelas kami saat dia mengunjungi temannya. Ketika Alex sampai, di saat itulah Putri melakukan aksinya lalu menyamar menjadi Alex. Adapun soal pakaian dan tinggi badannya, dia bisa menyuruh Alex memakai pakaian yang dia inginkan karena dia adalah pacarnya dan dia bisa menggunakan sepatu hak tinggi untuk menyesuaikan tingginya. Dia juga tidak perlu khawatir ketahuan karena kegelapan malam dan tidak akan ketahuan oleh pak satpam.

 

Mungkin saat interogasi, Putri tidak sengaja melakukan kesalahan atau polisi berhasil menemukan sesuatu. Dia kemudian mengubah wajahnya agar tidak ada yang tahu kalau ternyata dia sudah pergi, seolah-olah dia menghilang ditelan bumi.

Aku dan Nada saling pandang, sepertinya dia juga tahu maksud dari pernyataan Arvin tadi.

“Kamu benar-benar hebat, Arvin!” Ujarku dengan penuh kagum.

“Ya, aku tidak menyangka kalau kamu sebenarnya cukup pintar” ucap Nada sambil memuji Arvin.

“Ta-tapi… ini hanya dugaanku”

“Tidak apa, ini lebih baik dari pada dugaan pak satpam tadi” ucapku sambil tersenyum.

“Ya, setidaknya yang ini lebih masuk akal” ucap Nada sambil menyeruput minumannya.

“Kalau begitu, mari kita konsultasikan kepada kepala sekolah mengenai hal ini. Jika kita pergi sekarang, mungkin masih sempat” ajakku.

Nada yang mendengar itu mengangguk setuju. Ketika kami hendak pergi, tiba-tiba Arvin mencegah kami.

“Sebaiknya kalian jangan melakukan hal itu” ujar Arvin dengan wajah datar, wajah yang sama persis seperti saat kami sedang berduaan saja. “Kita tidak tahu apakah pelakunya hanya satu orang. Jadi, jangan terlalu cepat mempercayai orang lain, atau kalian akan menerima akibatnya”

Aku dan Nada terdiam, apa yang Arvin katakan itu ada benarnya. Kami tidak tahu siapa lagi yang terlibat dalam kasus ini. Kami kemudian kembali ketempat duduk kami.

Hening sejenak, lalu Nada memecahkan keheningan dengan berkata. “Aku tidak menyangka kamu bisa membuat raut wajah seperti itu. Tapi, kenapa kamu…”

“Nada!” Ucapku dengan lantang. “Cukup! Jangan melanjutkannya!” Tambahku, menatap Nada dengan serius. Aku tahu Nada ingin bertanya kenapa Arvin tidak bersikap tenang seperti barusan ketika berbicara dengan orang lain. Tapi, aku sangat yakin kalau hal ini tidak akan berhenti sampai disitu saja. Pembicaraan ini pasti akan mengarah pada hal yang tidak ingin Arvin bicarakan, karena itu aku menghentikan Nada.

Nada kemudian hanya diam saja, tidak membahas hal ini lebih lanjut lagi. Aku tahu Nada tidak bermaksud buruk. Tapi, aku tidak ingin melihat mata Arvin yang seperti waktu itu lagi. Kami memang baru mulai bertan kemarin, tapi aku berharap kalau suatu saat nanti dia bisa tersenyum dengan tulus dari lubuk hatinya.

...…...

Nama  : Hendro Septiawan

Umur   : 17 tahun

Status  : MATI

Target selanjutnya :???

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!