Kecelakaan yang membuatnya cacat dan berakhir menggunakan kursi roda membuat Zenita sang Nona muda gagal menikah dengan kekasihnya. Ia terpaksa harus menikah dengan supir pribadinya karena mempelai pria tidak datang ke pernikahan. Namun bagaimana jadinya jika keduanya sudah memiliki pujaan hati masing-masing namun dipaksa untuk bersama?
Apakah keduanya akan saling jatuh cinta seiring berjalannya waktu? Ataukah berakhir dengan perceraian?
Sementara sang mempelai pria yang tidak datang ke pernikahan itu kembali ke kehidupannya setelah pernikahan itu terjadi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sagita chn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Dilema
Malam semakin larut.
Nona tidur sendiri didalam kamar Franz. Bahkan malam ini hujan badai dan petir. Semua orang tampak terlelap didalam kamarnya masing-masing.
Franz masih melek diruang tengah. Ia belom tidur, karena ia baru akan tidur. Terlebih suasana hujan yang dingin membuatnya ingin cepat tidur. Ia juga memilih tidur diruang TV/ruang keluarga agar ibu tidak tahu akan pernikahan mereka.
Semakin terdengar petir yang menyambar-nyambar. Hujan pun semakin deras tentu membuat Zenita tidak bisa tidur sejak tadi. Rumah Franz adalah rumah yang sederhana dan tidak terlalu kedap suara, jadi bunyi sambaran itu terasa nyaring ditelinga.
Mau tidak mau Zenita menelpon Franz karena takut. Beruntung Franz memang baru saja akan merem jadi ia langsung melihat panggilan itu.
"Halo.."
"Gak bisa tidur. Takut.." Sudah. Hanya kata itu saja yang terlontar dipanggilan itu lalu panggilan pun mati. Zenita berharap suaminya peka gitu saja.
Hujan semakin deras. Petir terasa mengintimidasi dan menakut-nakutinya. Sungguh membuatnya terus memejamkan mata dan menutup telinga. Namun rangkulan hangat tangan seseorang mulai menyadarkannya dari ketakutan. Entah sejak kapan dia datang, namun kedatangannya sungguh membuatnya merasa hangat dan nyaman.
"Tidurlah Nona. Ini sudah malam."
"Kau kemari? Ta-tapi ibu nanti kalau dia--"
"Dia sudah tidur. Dia juga tidak akan kemari. Kamar juga sudah aku kunci. Tidurlah.." Mengeratkan rangkulannya, karena Franz tau istrinya takut akan petir. Tanpa dijelaskan pun ia sudah mengetahui dari tingkah laku istrinya.
"Tangan Nona dingin sekali. Apa Nona tidak bisa tidur sejak tadi?"
Bagaimana bisa aku tidur jika petir menyeramkan seperti ini Mas.
Zenita hanya menganggukkan kepalanya. Ia merasa canggung namun nyaman dengan sentuhan itu. Bahkan pelukannya yang makin terasa hangat ditubuhnya.
"Kalo begitu tidurlah sekarang Nona. Besok kita juga harus kerumah sakit."
"Iya Mas."
Tepat sekali, sesaat mereka baru saja menarik selimut listrik pun padam.
"Mas. Kenapa ini?"Panik. Ia semakin takut saja. Terlebih dengan ruangan kamar yang gelap gulita.
"Tentu saja listrik padam karena petir dan hujan badai sederas ini Nona. Mungkin ada aliran listrik yang tersambar. Lagi pula ini bukan komplek elite seperti rumah Nona. Tentu saja rentan akan mati listrik. Tunggu sebentar Nona." Franz beralih meninggalkan ranjang. Ia mencari baterai darurat untuk penerangan ruangan kamar dengan flash ponselnya. Beruntung ia mempunyai baterai cadangan yang cukup terang untuk menerangi kamar itu.
Petir kembali gemerlap dengan terang dan menyambar-nyambar. Sesosok bayangan hitam mulai menghantui mata Nona dibalik tirai itu, dibalik tirai yang ia tatap sekarang.
"Mas! Itu ada siapa??" Terlihat ketakutan sambil menunjuk ke arah tirai.
Franz yang sedang mencari tempat untuk menaruh baterai itu langsung menuju ke tirai dimana Nona tunjuk untuk memastikan.
"Ada siapa Nona? Nggak ada siapa-siapa."
"Itu tadi benaran Mas. Aku ga boong"
"Nona parnoan kali"
"Ihh.. Beneran Mas!"
Sesaat gemerlap kilat petir mulai datang kembali. Bayangan hitam kembali muncul dari pandangannya.
"Mas! beneran itu ada siapa aku takut!"
"Astaga! Gak ada siapa-siapa Nona. Mungkin itu bayanganku saja.."
"Gak mas beneran! Mau pulang saja aku takut. Itu tadi ada siapa Mas? Beneran itu masih ada..." Hampir menangis. Ia tidak berbohong. Memang ia melihat sesosok bayangan itu, atau memang dia yang parnoan.
"Husss tidurlah. Tidak ada siapa-siapa Nona." Franz sudah naik ke atas ranjang. Ia mulai merangkul istrinya kembali dari belakang.
"Aku takut. Ayo kita pulang saja."
"Pulang?? Haha. Nona sungguh penakut"
"Mas jangan gitu! Beneran. Aku ga boong" Bahkan Nona sampai berkeringat. Istrinya sedang serius namun suaminya malah bercanda. Sepertinya ia tidak berbohong atas apa yang ia lihat barusan.
"Percayalah padaku, tidak ada siapa-siapa. Aku sejak kecil sudah tidur dikamar ini Nona. Kalaupun ada mungkin ia ingin berkenalan dengan Nona."
"Ihh jangan gitu Mas! Gak mau."
"Ya sudah tidur. Jangan menghadap ke tirai." Franz merangkul istrinya semakin erat, bahkan memeluknya dengan hangat. Ia juga tetap berhati-hati dengan tangan Nona yang masih sakit itu. Bahkan ia membenamkan wajah istrinya ke dadanya untuk tidak menghadap ke tirai.
"Mas.. "
"Husss! Jangan pikirkan apapun. Tidurlah..." Franz mulai mengelus kepala istrinya dengan hangat. Jemari-jemarinya mulai menyisir rambut Nona dengan lembut untuk memenangkan dirinya.
"Bahkan kau sampai keringatan Nona. Tidak ada apapun disini. Tidurlah dengan nyaman. Ini sudah malam."
Jemari-jemari Franz itu masih menyela rambut Nona dengan sangat lembut. Membuat pikirannya sedikit tenang. Namun jantung hati terasa berdebar-debar sekarang. Terlebih dengan harumnya tubuh Franz dan dada bidangnya itu membuatnya semakin nyaman.
Mas Franz. Kenapa aku rasa aku semakin nyaman denganmu.
Masih merasakan sentuhan lembut itu dikepalanya. Sepertinya ia mulai melupakan perjanjian 100 juta itu. Bahkan mungkin jika rasanya senyaman ini tentang 100 juta pun sudah tidak ia pedulikan.
Mungkin sudah lebih dari 10 menit Franz mengelus-elus rambutnya. Namun Nona tidak tidur juga. Ia masih melihat istrinya berkedip-kedip walaupun terlihat samar dan remang-remang.
"Kenapa belom tidur juga Nona?"
"Gak bisa tidur."
"Kenapa lagi?"
"Ga tau mas."
Bagaimana mungkin aku bisa tidur Mas jika sentuhanmu senyaman ini. Mungkin jika aku tidur dan melewatkan semua ini aku tidak akan pernah merasakannya lagi setelah kau kembali dengan tunanganmu nanti.
Kali ini Zenita merasa dilema dengan dirinya sendiri. Kenapa ia memikirkan banyak hal tentang Franz sekarang dan anehnya lagi Ia merasa berat jika akan kehilangannya. Karena selama ini Franz begitu tulus bersamanya yang sedang cacat itu. Saat dirasa dirinya pun merasa nyaman dengan sikap suaminya selama ini.
Aku pasti sudah gila! Ada apa denganku? kenapa aku tiba-tiba memikirkan hal ini ya Tuhan.
"Jangan dipikirin apapun lagi Nona. Ayo tidur, besok harus kerumah sakit."
"Iya Mas"
Hujan masih deras. Kilat petir tak begitu mengguncang jantung seperti tadi. Lama kelamaan Zenita pun terlelap dalam bekapan Franz. Sama halnya dengan Franz ia terlelap dengan sendirinya karena mengantuk.