Bismillahirrohmanirohim.
Blur
Ulya sedang seorang gadis muslimah yang sedang menunggu dokter memeriksa ibunya dengan rawat wajah khawatir. Tapi disaat dia sedang terus berdoa untuk keselamatan sang ibu tiba-tiba dia melihat seorang bocah sekitar berumur 4 tahun jatuh tak jauh dari tempatnya berada.
Ulya segera membantu anak itu, siapa sangka setelah bertemu Ulya, bocah itu tidak ingin berpisah dengan Ulya. Anak kecil itu ingin mengikuti Ulya.
"Jadilah pengasuh Aditya, saya akan menyanggupi semua syarat yang kamu mau. Baru pertama saya melihat Aditya bisa dekat dengan orang asing apalagi perempuan. Saya sangat meminta tolong sekali, Ulya agar kamu meneriam tawaran saya." Raditya Kasa Hans.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ilmara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34
Bismillahirrohmanirrohim.
"Ulya!" teriak Fahri dari luar kamar
"Astagfirullah." Ulya yang sedang menjadi patung setelah melihat vidoe dari Cia terlonjak kaget mendengar teriakan abangnya yang sudah menggemparkan seluruh isi rumah mereka. Semua perabotan rumah mungkin ikut kaget juga sama seperti Ulya.
Satu tangan Ulya meraih hendel pintu kamarnya sambil mengumpat jengah sang kakak yang sudah teriak-teriak bak di hutan padahal mereka ada dalam rumah. Penghuninya juga hanya 3 orang.
Ceklek!
Kepala Ulya nyebul dari dalam untuk melihat keluar kamar apa yang sudah terjadi sampai abangnya teriak sangat kencang. Ulya tidak tahu Fahri juga sempat meneriaki sang mama yang berada di dapur.
"Ma, abang kenapa?" dahi Ulya mengerut melihat tingkah aneh abangnya sendiri. Di depan kamarnya itu.
Ibu Rida yang ditanya oleh putrinya, menatap Ulya dengan tatapan aneh tak bisa dijelaskan. Putranya itu tiba-tiba berubah aneh, sekarang dia seperti bukan Fahri. Akhirnya Ulya keluar dari kamarnya berdiri disebelah sang mama sambil mereka memperhatikan tingkah Fahri.
"Mama, aku hamil!"
"Hah! Siapa hamil? Jangan macem-macem ya anak mama!"
"Anak mama benar hamil, Ma gimana dong ini. Aku benaran hamil ma."
Ibu Rida melotot tajam pada anaknya tak habis pikir oleh tingkah anak-anaknya yang sudah dewasa kadang diluar nalar.
"Lia!"
"Apa?"
"Au....Sakit woi rambut gue!"
"Abisnya abang gila! Mana ada cowok hamil coba, abis makan apa sih bang? Kok tiba-tiba jadi nggak waras gini."
Lupa sudah Ulya tentang video tadi gara-gara tingkah diluar nalar abang satu-satunya ini. Melihat tingkah Ulya dan Fahri, mama Rida hanya mampu geleng kepala.
"Lepas dulu rambut gue, Lia! Jangan dijambak."
"Lupa, nih lepa saya." Bukannya langsung melepas rambut Fahri, Ulya malah semakin menjambak kuat rambut kakaknya.
"Astagfirullah hal-Adzim! Adek kurang ajar lo ya sama kakak sendiri!"
"Biarin, week... Biar abang balik waras lagi." Puas menjambak rambut abangnya barulah Ulya melepaskan tangannya.
"Kalian beruda udah gede juga, tapi gilanya masih sama aja."
"Mama!" protes Ulya dan Fahri bersama.
"Abang yang gila."
"Kamu nggak waras!"
"Sama-sama gila kok ngatain." Sahut Milda menatap satu persatu kedua anaknya.
"Tunggu Ma."
Ulya mendengus-dengus seperti mencium sesuatu. Ada bau tak sedap yang masuk ke dalam indra penciumannya.
"Bau apa ya ma? Kok ada bau nggak enak gini di rumah kita."
Fahri dan Ibu Rida melakukan hal sama seperti yang dilakukan oleh Ulya.
"Iya ma, kayak bau gosong!" ujar Fahri setelah ikut mencium bau yang dimaksud adiknya.
"Iya juga ya." Milda pun akhirnya ikut berkomentar.
"Mama masak apa?" tanya Fahri juga Ulya kompak.
Sontak ibu Rida ingat akan ayam yang sedang beliau goreng di dapur padahal tadi ayamnya sudah matang gara-gara teriakan Fahri jadi beliau tinggal begitu saja ayam yang masih di atas kompor tanpa mematikan api di kompornya.
"Inalilahiwainalilahirojiu'n, ayam mama gosong!" teriak Ibu Rida panik.
Beliau langsung lari menuju dapur tanpa peduli pada kedua anaknya yang sedang menatap heran ibu Rida.
Fahri dan Ulya saling tatap. "Mama kebiasaan! Kita makan lauk gosong lagi." Kini mereka berdua meneriaki mama Rida secara bersama.
"Nasib, nasib makan ayam goreng gosong." Ujar Fahri berlalu menyusul mamanya ke dapur diikuti Ulya di sebelahnya.
Sampai di dapur Ulya membantu mamanya menyiapkan semua makanan di atas meja.
"Kita makan lauk gosong juga salah abang, coba tadik nggak aneh-aneh pasti ayam goreng ini akan tetap indah dipandang dan enak dirasakan."
Fahri tak bergeming kedua bola matanya masih tertuju pada paham ayam goreng yang sudah berubah hitam walaupun tidak keseluruhan.
"Lagian ma, udah gosong kok masih dihidangin sih?"
"Biarin nggak mubazir salah kamu sendiri lagipula di rumah nggak ada tamu kok." Jawab ibu Rida santai.
"Selamat menikmati ayam goreng gosong, katanya abang lagi hamil kali aja ngidam ayam goreng gosongkan, tuh sudah tersedia."
"Benaran pada nggak waras udah tau gosong masih mau dimakan." Fahri menatap heran kedua wanita di depannya ini terlihat santai saat akan memakan lauk gosong.
"Fahri!"
"Abang!"
"Iya makan. Makan yang kenyang sama ayam gosong." Pasrah juga akhirnya Fahri.
Berbeda dengan drama keluarga Ulya setelah satu hari berlalu kepulang Ulya tanpa sepengetahuan Hans. Laki-laki itu merasa masih dimusuhi oleh orang-orang rumah. Jadi disinilah sekarang dia berada menemui adik perempuan satu-satunya.
Kalau ada masalah Hans memang lebih sering terbuka, sering curhat dengan Azril karena adik perempuan selalu bisa memberikan solusi atau hanya sekadar menjadi pendengar yang baik.
Azril menatap sengit kakak sulungnya itu. "Nagapain kesini?" tanyanya dengan nada malas.
"Ye! Bukannya senang ditengokin sama masnya malah sewot gitu."
"Gimana mau senang coba, orang biasanya nggak pernah kesini kan mama sama papa terus yang nengokin Azril di pesantren, kalau Mas Hans yang kesini pasti ada maunya. Tidak mungkin seorang Raditya Kasa Hans mau jauh-jauh menyetir sendiri kalau cuman mau nengokin adeknya. Pasti bawa supir." Cecer Azril panjang lebar.
"Kok kamu tau dek?"
"Udah kebaca dari sananya mas!" walaupun merasa kesal pada kakak sulungnya Azril tetap menyalami sang kakak sebagai rasa hormat.
"Mas dimusuhi sama satu rumah."
"Salah sendiri!" sahut Azril sewot.
Mengetahui respons adiknya yang seperti sekarang ini, Hans yakin Azril sudah melihat video dirinya yang viral itu.
"Lagian mas, anak orang kok main diakuin calon istri sih."
"Kan, tadinya mas niat bantu Ulya, dek. Eh, malah jadi begini."
"Tapi mas, kayaknya kalau punya ipar seperti mbak Lia seruh dek. Azril pengen punya ipar mbak Lia. Orangnya kelihatan penyayang dan tulus tanap dibuat-buat." Ucap Azril sambil membayangkan wajah Ulya, membayangkan pertemuan pertama mereka.
"Kamu setuju?"
"Hah! Gimana-gimana, mas Hans benaran suka sama mbak Lia?" kaget Azril sekaligus merasa senang.
Dia tak menyangka kakaknya selama ini tidak pernah dekat dengan perempuan atau bisa dibilang anti sama perempuan tak pernah membuka hati untuk perempuan selalu menutup diri dari seorang perempuan akhirnya jatuh cinta juga sama pengasuh anaknya sendiri. Hans dari dulu memang tidak pernah pacaran walaupun ada gadis yang terang-terang menyukai dirinya. Seperti Yulia contohnya tapi dia tidak pernah merespon sekalipun. Bukan tidak suka dengan perempuan Hans masih normal, hanya saja belum ada yang pas di hati.
"Oh good, akhirnya seorang Raditya Kasa Hans jatuh cinta juga, gila gokil sih."
Tak!
"Au... Sakit mas! Asal jitak dahi orang aja." Azril kembali menatap sengit kakanya.
"Wajar mas jatuh cinat, mas juga manusiawi bisa merasa sedih, senang, bahagia, jatuh cinta juga bisa. Jadi wajar dong."
"Ohh, situ manusia kirian robot!"
"Azril! Kamu ya."
"Iya maaf, abisnya nggak nyangka aja sih. Dulu pas masih awal-awal aja sok cuek sok benci sekarang kemakan omongan sendirikan, kena batunya tuh!"
Hans termenung sejenak, dia masih belum bisa memastikan apakah dirinya sudah benar-benar menyukai Ulya. Tapi saat gadis itu sudah tidak tinggal di kediaman Kasa lagi Hans merasa kehilangan. Niat datang menemui Azril di pesanteran buat curhat malah jadi olok-olokan adiknya yang satu ini.
"Mas kesini mau cari solusi ya, Azril. Bukan cari ribut sama kamu."
"Ohhh!" gondok sekali Hans sekarang.