NovelToon NovelToon
Angin Dari Gunung Kendan

Angin Dari Gunung Kendan

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Kelahiran kembali menjadi kuat / Budidaya dan Peningkatan / Ilmu Kanuragan / Kultivasi Modern / Toko Interdimensi
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Topannov

"Angin dari Gunung Kendan" adalah kisah epik tentang Rangga Wisesa, seorang pemuda yang hidup sederhana di Desa Ciwaruga tetapi menyimpan dendam atas kehancuran keluarganya. Sebuah prasasti kuno di Gunung Kendan mengubah hidupnya, mempertemukannya dengan rahasia ilmu silat legendaris bernama Tapak Angin Kendan. Dalam perjalanannya, Rangga menghadapi dilema moral: menggunakan kekuatan itu untuk balas dendam atau menjadi penjaga harmoni dunia persilatan. Dengan latar penuh keindahan budaya Sunda dan dunia persilatan yang keras, cerita ini mengisahkan pertarungan fisik, spiritual, dan batin di tengah konflik yang memperebutkan kekuasaan ilmu sejati.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Topannov, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pilihan yang Tak Terhindarkan

Kabut yang menyelimuti jalur Gunung Kendan terasa semakin tebal, seperti tirai yang menutupi nasib mereka. Rangga berdiri di antara Ki Jayeng dan Saeng, memegang tongkatnya dengan kedua tangan. Mata Saeng, penuh kebencian, tidak beranjak dari pemuda itu.

“Beraninya kau melawanku, bocah?” Saeng berkata, suaranya rendah tetapi mengandung ancaman yang mematikan. Pedangnya yang panjang kini terarah penuh pada Rangga.

“Kalau kau ingin ilmu Tapak Angin Kendan, aku tidak akan membiarkanmu mendapatkannya!” balas Rangga, matanya menyala dengan tekad.

“Rangga!” Ki Jayeng berteriak dari belakangnya. “Eta teu kudu! Ieu lain waktuna keur anjeun ngalawan!”

“Tapi Ki,” jawab Rangga tanpa menoleh, suaranya tegas. “Aku tidak bisa membiarkan dia menyakiti lebih banyak orang. Ini tugasku.”

Saeng tertawa kecil, langkahnya maju perlahan. “Heh… Kau memang keras kepala, Jayeng. Anak ini persis seperti dirimu dulu, penuh omong kosong tentang kehormatan dan tanggung jawab.”

“Cukup bicara!” Rangga maju, tongkat kayunya terangkat. Larasati mencoba menahan lengannya, tetapi Rangga melangkah dengan cepat, menyisakan jarak di antara mereka.

Saeng mengangkat pedangnya tinggi, matanya berbinar seperti binatang buas yang siap memangsa. “Kalau itu maumu, bocah, aku akan memberimu pelajaran!”

“Trang!”

Tongkat kayu Rangga bertemu dengan pedang Saeng, menciptakan suara gemuruh yang memantul di antara dinding batu. Getaran dari benturan itu hampir membuat Rangga kehilangan keseimbangan, tetapi ia bertahan. Saeng menyeringai, kekuatannya jauh di atas Rangga.

“Kau lemah,” ejek Saeng sambil mendorong Rangga mundur. “Apa ini yang kau sebut melindungi ilmu? Kau bahkan tidak bisa melindungi dirimu sendiri!”

“Aku belum selesai!” teriak Rangga, kembali maju dengan serangan cepat. Tongkat kayunya bergerak lincah, menebas ke arah kaki Saeng, lalu berputar ke atas. Tetapi Saeng, dengan gerakan ringan, menghindar dan membalas dengan ayunan pedangnya.

“Slep!” Ujung pedang itu menggores pundak Rangga, membuatnya mundur dengan napas terengah-engah. Darah mulai menetes dari lukanya, tetapi ia tetap berdiri.

“Rangga!” Larasati berteriak dari kejauhan. Matanya berkaca-kaca, melihat pemuda itu terluka. Ia ingin berlari membantunya, tetapi Ki Jayeng menahan bahunya.

“Teu tiasa ngaganggu ayeuna,” kata Ki Jayeng pelan tetapi tegas. “Ieu pertempuran anu penting pikeun Rangga. Anjeunna kudu nyaho bebeneran na.”

“Bebeneran apa, Ki?” tanya Larasati dengan bingung.

Ki Jayeng tidak menjawab. Matanya tertuju pada Rangga, yang terus berjuang melawan Saeng meskipun jelas kalah dalam kekuatan.

Saeng maju lagi, pedangnya berkilauan di bawah cahaya bulan yang samar. “Sudah cukup, bocah! Serahkan dirimu, dan aku mungkin akan membiarkanmu hidup.”

Rangga tersenyum kecil meskipun tubuhnya gemetar. “Aku… tidak akan menyerah. Tidak kepada orang sepertimu.”

“Kalau begitu, kau mati di sini!” Saeng mengayunkan pedangnya ke arah Rangga, tetapi kali ini Rangga memutar tubuhnya dengan cepat, menghindari serangan itu. Dengan satu gerakan, ia memukul tangan Saeng dengan tongkatnya. “Duk!”

Pedang Saeng terlepas dari genggamannya, jatuh ke tanah dengan suara keras. Saeng terkejut, tetapi sebelum ia bisa bereaksi, Rangga memutar tongkatnya dan menghantam perut Saeng dengan keras. “Buuk!”

Saeng terhuyung, matanya melebar karena rasa sakit. Rangga, meskipun hampir roboh karena kelelahan, tetap berdiri dengan tongkatnya terangkat. “Ini… belum selesai,” katanya, napasnya berat.

Namun, sebelum Rangga bisa melakukan serangan terakhir, Saeng melompat mundur, mengambil pedangnya lagi dengan cepat. Ia menatap Rangga dengan tatapan benci, tetapi juga kehati-hatian.

“Kau… ternyata tidak seburuk yang aku kira,” gumamnya. “Tapi kau masih belum pantas menyentuh ilmu itu.”

“Cukup!” suara Ki Jayeng memotong pembicaraan mereka. Pria tua itu melangkah maju, berdiri di antara Rangga dan Saeng. “Pertarungan ieu moal aya tungtungna. Saeng, balik deui. Ieu tempat lain keur anjeun.”

Saeng tertawa kecil, kali ini dengan nada getir. “Kau selalu berbicara seperti itu, Jayeng. Tapi ingat ini: aku akan kembali. Dan ketika aku kembali, aku akan mengambil Tapak Angin Kendan, bahkan jika aku harus menghancurkanmu terlebih dahulu.”

Dengan itu, Saeng melangkah mundur ke dalam kabut, menghilang seperti bayangan.

Rangga jatuh berlutut, tangannya memegang tongkatnya untuk menopang tubuhnya. Larasati segera berlari ke arahnya, wajahnya penuh kekhawatiran.

“Rangga! Apa kamu baik-baik saja?” tanyanya, suaranya nyaris bergetar.

“Aku… baik,” jawab Rangga pelan, meskipun darah di pundaknya masih mengalir. “Tapi… dia tidak akan berhenti.”

“Memang,” kata Ki Jayeng sambil menatap ke arah di mana Saeng menghilang. “Tapi ieu lain tungtungna. Urang kudu terus maju. Puncak Gunung Kendan geus caket.”

Larasati membantu Rangga berdiri, meskipun tubuhnya gemetar. Ketiganya melanjutkan perjalanan, meninggalkan bekas pertempuran itu di belakang mereka. Tapi di dalam hati Rangga, ia tahu bahwa pertarungannya dengan Saeng hanyalah permulaan.

1
Pangkalan 2405
up
Sri Wulandari Buamonabot
tolong gunakan bhs Indonesia...
tdk semua ngerti bahasa daerah lainnya
Pannov: baik kak, terimakasih masukannya
total 1 replies
Pannov
"Wow, novelnya bener-bener seru dan bikin penasaran! Ceritanya ngalir banget, karakternya juga terasa hidup. Salut buat penulisnya, sukses banget bikin pembaca susah lepas dari halaman ke halaman!"
Feri Fernando
menarik cerita ini
Pannov: terimakasi banyak kk, saya akan buat lebih seru lagi deh
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!