Alina Putri adalah Gadis muda yang baru berusia 17 tahun dan di umur yang masih muda itu dirinya dijodohkan dengan pria bernama Hafiz Alwi. Pria yang berumur 12 tahun di atas Alina Putri.
Keduanya dijodohkan oleh orang tua masing-masing karena janji di masa lalu yang mengharuskan Alina dan Hafiz menikah.
Pernikahan itu tentu saja tidak berjalan mulus, dikarenakan Hafiz meminta Alina untuk tetap merahasiakan hubungan mereka dari orang lain dan ada batasan-batasan yang membuat keduanya tidak seperti suami istri pada umumnya.
Bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Simak terus kisah mereka berdua di “Istri Sah Mas Hafiz”
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon muliyana setia reza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tak Ingin Berharap Banyak
Setibanya di Bandara, rupanya Ayah Ismail telah menunggu kedatangan mereka tanpa pemberitahuan. Hal itu tentu saja membuat Hafiz maupun Alina terkejut sekaligus senang.
“Assalamu'alaikum,” ucap Hafiz dan Alina sembari mencium punggung tangan Ayah Ismail secara bergantian.
“Wa'alaikumsalam, bagaimana kabar kalian?” tanya Ayah Ismail.
“Alhamdulillah, kami sehat,” jawab Alina.
“Kalian pasti sangat lelah, ayo kita masuk mobil,” ujar Ayah Ismail seraya menunjuk ke arah mobil.
Singkat cerita, mereka pun tiba di rumah dan rupanya orang tua Alina sudah berada di rumah keluarga Hafiz.
Alina tersenyum lebar seraya berlari kecil menghampiri kedua orang tuanya.
“Ayah, Ibu. Alina senang, melihat Ayah dan Ibu ada di sini,” ucap Alina memeluk kedua orang tuanya.
Alina sudah siap untuk menyusul para orang tua di ruang makan. Namun, Hafiz justru sibuk dengan ponselnya dan terlihat sangat jelas kalau Hafiz sedang gelisah.
Melihat wajah Hafiz yang gelisah tak menentu, Alina langsung paham bahwa penyebab dari kegelisahan Sang suami adalah Fatimah.
Ternyata Aku salah mengira. Mau bagaimanapun aku berusaha, tetap saja wanita itu pemenangnya. Apakah aku kuat menunggu hari itu datang? Hari di mana takdir pernikahan akan diputuskan. Antara tetap mempertahankan atau mengakhiri hubungan ini. (Batin Alina)
Alina meneteskan air matanya dan buru-buru menghapus air mata tersebut.
“Mas, ayo kita ke ruang makan. Ayah dan Ibu pasti sudah menunggu kita,” ucap Alina seraya tersenyum ke arah suaminya.
“Nanti saja Mas menyusul,” balas Hafiz tanpa melihat Alina.
Alina pun keluar dari kamar dengan suara pintu yang menutup cukup keras. Hafiz bahkan terkejut mendengar pintu tertutup cukup keras.
Melihat Alina yang baru tiba dengan wajah masam, membuat para orang tua kebingungan. Karena sebelumnya Alina terlihat baik-baik saja.
“Alina, kenapa sayang?” tanya Ibu Nur Sang Mertua.
Alina mengatakan bahwa dirinya baik-baik saja seraya tersenyum. Ia tidak ingin membuat para orang tua khawatir dengan sikapnya.
“Mana Hafiz?” tanya Ibu Nur.
“Maaf terlambat,” sahut Hafiz yang baru saja tiba di ruang makan.
Para orang tua hanya saling tukar pandang dan tak berselang lama mereka pun makan bersama.
Usai makan bersama, Alina langsung pergi meninggalkan para orang tua dan Hafiz yang masih di ruang makan.
“Hafiz, istrimu kenapa? Bukankah kalian tadi baik-baik saja,” ucap Ibu Nur setengah berbisik.
Hafiz pun pamit menyusul Alina yang sudah lebih dulu meninggalkan ruang makan.
Alina tengah duduk seorang diri di kursi belakang rumah sambil menangis. Ia sangat bingung harus apa dan bagaimana mengetahui bahwa suaminya masih mencintai wanita lain.
“Alina, Mas mencarimu dari tadi. Rupanya kamu di sini,” ucap Hafiz yang berhasil menemukan Alina.
Seketika itu juga Alina menghapus air matanya dan tersenyum lebar seraya berbalik badan menghadap suaminya.
“Udara sore hari di belakang rumah ternyata bagus juga ya Mas,” ucap Alina.
“Kamu menangis, Alina?” tanya Hafiz menyadari mata Alina memerah.
“Tidak, Mas. Tadi ketika Alina hendak ke sini, tiba-tiba ada debu masih dan hasilnya mata Alina begini,” ujar Alina berbohong.
Hafiz pun percaya apa yang Alina katakan dan ikut duduk sembari melihat pekarangan halaman belakang yang cukup luas.
Tidak seharusnya aku berharap lebih dari pria yang ternyata mencintai wanita lain daripada istrinya sendiri. (Batin Alina)
Alina ingin sekali bisa duduk berlama-lama di samping Hafiz, namun hati kecilnya mengatakan bahwa ia harus pergi dari tempat itu.
“Mas masih mau di sini?” tanya Alina.
“Iya,” jawab Hafiz.
“Kalau begitu, Alina permisi dulu ya Mas,” ujar Alina dan bergegas pergi tanpa ingin mengajak Hafiz untuk masuk ke dalam.
Hafiz memandangi Alina dengan bertanya-tanya, ia merasa kalau Alina sengaja menjauh darinya.
“Vitamin yang aku beli kemana ya? Kok tidak ada di dalam tas?” tanya Alina ketika mencoba mencari vitamin miliknya.
Alina mencoba mencari vitamin miliknya di dalam beberapa tas yang beberapa hari terakhir selalu ia bawa, namun vitamin tersebut hilang begitu saja.
“Alina, kamu sedang mencari apa?” tanya Hafiz.
“Astaghfirullah,” ucap Alina terkejut.
Karena saking fokusnya mencari vitamin, Alina sampai tak sadar kalau Hafiz masuk ke dalam kamar.
“Bukan apa-apa,” jawab Alina ketus dan kembali mencari vitamin tersebut.
“Katakan saja kamu mencari apa Alina? Siapa tahu Mas bisa bantu,” ucap Hafiz.
“Vitamin,” balas Alina yang lagi-lagi ketus.
Tak berselang lama, Hafiz memberikan vitamin tersebut kepada Alina.
“Mas menemukan vitamin ini di mana?” tanya Alina penasaran.
“Vitamin itu ada di dalam tas milik Mas. Sepertinya Alina salah memasukannya,” ungkap Hafiz.
“Oh ya? Terima kasih,” ucap Alina.
Alina mengambil vitamin itu dan meminumnya.
“Mas, boleh Alina minta sesuatu?” tanya Alina dengan raut wajah tanpa ekspresi.
“Boleh,” jawab Hafiz tanpa pikir panjang.
“Setelah dipikir-pikir, sejak pernikahan kita. Mas tidak pernah memakai cincin nikah kita, bolehkah Alina meminta Mas untuk memakainya?” tanya Alina.
Hafiz terdiam sejenak, seakan-akan tengah memikirkan sesuatu hal yang berat.
Melihat respon Hafiz, Alina sudah tahu bahwa suaminya sedang memikirkan perasaan Fatimah.
“Lihatlah, Alina pun tidak mengenakan cincin nikah kita. Jadi, mulai hari ini kita berdua harus memakainya,” tegas Alina yang tidak ingin ada penolakan dari Hafiz.
“Baiklah,” balas Hafiz yang terdengar sangat berat.
“Mas harus menjaga sikap dan harus bertanggungjawab dengan perjanjian kita. Jika nanti ada yang menanyakan soal cincin itu, jawab saja apa adanya. Yang artinya Mas sudah memiliki seorang istri, yaitu Alina putri,” tegas Alina sekali lagi.
Kali ini aku tak ingin berharap banyak dari pria macam Mas Hafiz. (Batin Alina)
Hafiz berjalan menuju almari untuk mengambil cincin pernikahan yang ia sengaja ia simpan. Kemudian, menyematkan cincin tersebut ke jari manisnya.
“Ternyata sangat cocok di jari Mas,” ucap Alina.
Melihat wajah suaminya yang sedikit tertekan, cukup membuat Alina senang. Setidaknya ia bisa membalas sedikit rasa kecewa akibat dari ulah Sang suami padanya.
“Kamu yakin sudah siap dengan pertanyaan yang entah datangnya dari mana?” tanya Hafiz.
“Siap. Bagaimanapun kita juga sudah menikah, lagipula diantara kita tidak ada yang berselingkuh,” ucap Alina yang sengaja menyindir Hafiz.
Hafiz tertegun dengan ucapan Alina dan terlihat jelas kalau Hafiz seperti tertangkap basah. Namun, Alina memilihpura-pura tidak tahu.
“Apakah Mas sudah memiliki kekasih sebelum bersama Alina?” tanya Alina penasaran. “Jika punya, Alina percaya kalau Mas pasti sudah mengakhirinya. Lagipula, tidak mungkin Mas melakukan hal yang jelas-jelas tidak baik untuk Mas maupun untuk masa lalu Mas,” imbuh Alina.
Hafiz hanya bisa diam mendengar apa yang Alina katakan, tanpa ingin berkomentar sedikitpun.
kan anak ibu
kalau hafiz yang cari sama aja numbalin rumah tangga mereka.