Laura, adalah seorang menantu yang harus menerima perlakuan kasar dari suami dan mertuanya.
Suaminya, Andre, kerap bertangan kasar padanya setiap kali ada masalah dalam rumah tangganya, yang dipicu oleh ulah mertua dan adik iparnya.
Hingga disuatu waktu kesabarannya habis. Laura membalaskan sakit hatinya akibat diselingkuhi oleh Andre. Laura menjual rumah mereka dan beberapa lahan tanah yang surat- suratnya dia temukan secara kebetulan di dalam laci. Lalu laura minggat bersama anak tunggalnya, Bobby.
Bagaimana kisah Laura di tempat baru? Juga Andre dan Ibunya sepeninggal Laura?
Yuk, kupas abis kisahnya dalam novel ini.
Selamat membaca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Linda Pransiska Manalu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Arumi mengingat kembali.
"Seindah apapun sebuah masa lalu.
Tidak mungkin akan berputar langkah menyusurinya.
Masa depan tentu akan lebih menjanjikan sebuah mimpi. Ketimbang larut bersama kenangan."
Ketukan keras di pintu kamar penginapan, Mark, pagi itu terdengar. Menghentakkan kesadaran Mark dari tidur.
"Masih pagi, siapa yang datang pagi-pagi begini bertandang?" Mark memincingkan matanya kearah pintu. Lalu duduk disisi pembaringan mengumpulkan kesadarnnya. Pikiran Mark tertuju pada Carry dan Bobby.
Ketukan itu terdengar lagi, kali ini lebih halus.
Mark menyeret langkahnya menghampiri pintu.
"Siapa itu, Pah?" Laura yang terjaga dari tidurnya menyapa saat tangan Mark memegang handle pintu. Namun, Mark tidak mendengar ucapan Laura yang lirih dan serak.
Mark memutar anak kunci dan berusaha fokus memandang kesosok tubuh yang berdiri dibalik pintu membelakanginya. Cahaya remang membuat Mark sulit mengenalinya.
Saat sosok itu berbalik, Mark, melihat wajah Arumi yang bersimbah air mata.
"Arumi! Apa yang kau lakukan disini?" Mata Mark menatap kesekeliling, mencari sosok lain siapa teman Arumi datang sepagi ini ke penginapan mereka. Tapi tidak ada orang lain.
"Aku datang sendiri ke sini. Abi masih tidur, dia tidak tau kalau aku datang menemuimu." isak Arumi. Membuat Mark sejenak panik.
"Ada apa? Apa tidak bisa menunggu hingga pagi lebih terang lagi?" Buru- buru Mark menutup pintu kamarnya. Setelah memastikan kalau Laura tidak mendengar suara mereka.
"Mark, aku, aku...." Arumi berlari kepelukan Mark. Menangis sesegukan. Membenamkan wajahnya ke dada, Mark, hingga piyama Mark basah oleh air mata, Arumi.
Mark terkesiap, atas sikap Arumi. Mencoba mengurai pelukan Arumi. Namun, Arumi malah makin mengetatkan pelukannya.
"Aku sudah ingat semuanya, Mark. ingatanku sudah kembali." Tubuh Mark menegang. Terkejut dengan ucapan Arumi begitu juga dengan Laura yang telah berdiri dibalik pintu.
"Benarkah? Ingatanmu sudah pulih? Kok bisa? Ayo, kita ke kafe sana. Disini dingin dan tidak nyaman." ucap Mark melihat sekilas ke arah pintu kamarnya. Mark khawatir kalau nanti Laura sampai melihat dirinya dan Arumi diluar.
Arumi, menurut saja saat Mark mengajaknya ke sebuah kafe. Mark, memesan kopi dan teh manis untuk Arumi. Tanpa mereka sadari kalau Laura tengah mengendap-endap dibelakang mereka.
"Ayo, katakan Arumi, kenapa tiba-tiba kamu bisa mengingat kembali." Mark penasaran.
"Aku terjaga dari tidurku, karena mau ke toilet." Arumi diam sejenak, menyeruput sesendok teh manis di depannya. Hawa dingin membuatnya menggigil, "saat mau keluar dari kamar mandi, aku terpeleset dan jatuh. Kepalaku membentur tembok dan aku pingsan beberapa saat. Ketika aku siuman, yang muncul pertama dalam ingatanku adalah kecelakaan itu.
Aku ingat telah memberikan sweaterku pada orang disampingku, karena dia sakit. Kami sempat berkenalan dan berbincang selama dalam perjalanan. Lalu, kecelakaan itupun terjadi. Aku dan Carry terlempar sesaat sebelum bus jatuh ke jurang. Aku tersadar saat hujan membasahi tubuhku. Aku berusaha naik keatas, meminta pertolongan, saat itulah aku tertabrak mobil, Abi." Urai Arumi, menceritakan kronologi kecelakaan itu. Tubuhnya bergetar hebat. Mark berusaha menenangkan Arumi, dengan menggenggam tangannya yang dingin.
Mark menghela napasnya, berat.
"Andai saja saat itu kalian tidak bertukar sweater, tentu akan dilakukan pencarian padamu. Bahkan tidak ada keluarga yang mencari perempuan itu hingga sekarang. Karena itulah aku yakin kalau dia adalah kamu. Itu sebabnya aku menolak visum, yang disarankan polisi." Mark menuturkan penyesalan dan kelalaiannya.
" Aku justru jadi bingung setelah mengingat semua masa lalu kita, aku tidak tau harus berbuat apa."
"Maksudnya?" Mark juga bertanya bingung. Laura yang duduk sembunyi tidak jauh dari mereka juga penasaran maksud ucapan Arumi.
"Aku jadi gamang, tidak tau mau kearah mana?" Arumi mengusap air matanya. Selama ini aku selalu ingin tau siapa aku yang sebenarnya.Bagaimana kehidupanku di masa lalu. Apakah aku sudah punya suami dan anak. Semuanya serba tidak pasti. Abi, selalu baik dan tulus padaku. Tapi, hatiku serasa kosong, ada yang hilang dalam hidupku.
Setelah ingatanku kembali, aku seperti dihempas ke dasar jurang. Aku baru mengerti, kenapa hatiku terasa hampa. Ternyata, alam bawah sadarku selama ini selalu menghadirkan kebersamaan kita. Walau aku tidak.mengingatnya."
Namun, aku sadar tidak mungkin kembali ke masa lalu itu. Apalagi kita sudah memiliki pasangan masing-masing. Jujur hatiku jadi kacau." desah Arumi.
"Arumi." Mark, kembali meraih tangan Arumi. "Kita sudah ditakdirkan seperti ini. Sepuluh tahun aku berduka untukmu. Membesarkan, Carry, putri kita. Sampai aku mengabaikan kebutuhannya akan kasih sayang seorang ibu. Kamu tau kenapa? Karena aku sangat mencintai kamu dan Carry. Hingga akhirnya aku harus rela melepas masa dudaku demi Carry. Siapa sangka kita malah bertemu dalam situasi seperti ini." Mark menghela napasnya dalam.
Biarlah kita tetap seperti ini, ya. Aku tidak akan melarang kamu menemui atau berbicara dengan Carry. Karena dia adalah ikatan cinta kita." lanjut Mark lagi, tercekat.
Jujur, Mark juga sedih. Seandainya, situasi berbalik tentu pertemuan ini akan melahirkan kebahagiaan. Mereka tentunya bisa bersama kembali.
Namun, kenyataannya mereka telah memiliki pasangan masing-masing.
Mark menghapus air mata di pipi Arumi. Selama sepuluh tahun ini dia tetap menjaga hatinya untuk Arumi. Dia masih sayang dan cinta. Akan tetapi ada hati yang lain yang juga mencintai dan tulus menyayanginya. Mark, tidak ingin menyakiti hati itu.
Begitu juga dengan, Arumi, ada hati yang menyayanginya dengan tulus. Soal rasa dihati mereka kini hanyalah masa lalu.
"Kembalilah pada, Abi. Jangan membuatnya panik. Setidaknya kamu tau aku dsn kamu masih saling sayang karena Carry." Mark memeluk Arumi, melepas rindu yang selama ini tertahan. Pelukan hangat untuk sebuah persahabatan. Karena tidak mungkin memutus itu, karena ada Carry diantara mereka.
"Iya, makasih, Mark. Titip salam sama Laura. Kami akan berangkat siang nanti."
"Kami akan mengantar kepergian kalian. Agar kamu bisa bertemu Carry."
"Sebaiknya jangan, aku tidak akan kuat meninggalkannya nanti. Biarlah waktu, membuat dia datang padaku, seiring dia makin dewasa."
"Baiklah, jika menurutmu itu yang terbaik. Aku tidak bisa memaksa." Mark menatap Arumi, Mark merasakan kesedihan yang dalam dihati Arumi. Perempuan yang pernah mengisi kehidupannya.
Laura mengusap air matanya, diam- diam dia pergi meninggalkan tempat pertemuan Mark dan Arumi. Laura tidak ingin suaminya dan Arumi mengetahui keberadaannya dan turut mendengar percakapan mereka.
Mark, tidak langsung pulang kepenginapan. Dia memutuskan untuk jalan pagi saja, meskipun itu sudah agak terlambat. Mark hanya tidak ingin Laura, curiga akan kepergiannya. Dengan berkeringat, dia akan punya alasan.
Mark tidak bermaksud membohongi istrinya. Dia hanya ingin menjaga hati wanita itu. Hati Laura masih, rapuh. Mark tidak ingin ada kesalah pahaman diantara mereka.
"Papa dari mana aja sih?" sambut Carry saat melihat papanya baru datang.
"Lari pagi." sahut Mark asal. "Mama udah bangun?"
"Ih, Papa bohong deh! Kenapa Papa pergi pake sandal jepit. Mana gak pamit sama Mama?" Carry mengendus papanya.
"Carry, apa-apaan sih, sayang?" kekeh Mark, merasa lucu dengan tingkah Carry.
"Hem, Papa pasti barusan liat-liat cewek. Awas, Pa! Papa tidak boleh nakal sama Mama?"
"Aih, galaknya putri Papa, ini. Siapa hayo, cewek yang Papa liat. Jangan asal nuduh, ya?" Mark menjewer sayang telinga, Carry.
Ketika Laura muncul tiba-tiba di pintu, Mark malah tidak sanggup bersirobok dengan manik mata, Laura. *****