Lilian Restia Ginanjar, seorang gadis mahasiswa semester akhir yang harus mengalami kecelakaan dan koma karena kecerobohannya sendiri. Raganya terbaring lemah di rumah sakit namun jiwanya telah berpindah ke raga wanita yang sudah mempunyai seorang suami.
Tanpa disangka Lili, ternyata suami yang raga wanitanya ini ditempati olehnya ini adalah dosen pembimbing skripsinya sendiri. Dosen yang paling ia benci karena selalu membuatnya pusing dalam revisi skripsinya.
Bagaimana Lili menghadapi dosennya yang ternyata mempunyai sifat yang berbeda saat di rumah? Apakah Lili akan menerima takdirnya ini atau mencari cara untuk kembali ke raganya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eli_wi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ketenangan
Arlin menangis tersedu-sedu dalam pelukan suaminya. Ia tak menyangka jika keluarga terutama sang papa yang seharusnya menjadi pelindungnya itu ternyata malah mencurangi dirinya. Tak cukup kah papanya itu menjadi benalu untuk mendiang mamanya namun ketika anaknya sukses malah merongrong semua miliknya. Bukannya ia tak mau berbagi hingga memberikan hartanya, namun tingkah papanya itu sudah membuatnya muak.
Apalagi semenjak menikah dengan ibu tirinya, papanya itu tak pernah lagi perhatian dengannya. Perhatian pun karena menginginkan sesuatu yang ada pada dirinya. Kekecewaan dan kebenciannya pada sang papa kandung sudah mendarah daging. Ia memeluk suaminya itu dengan erat seakan ingin mencari keamanan dan kenyamanan. Sepertinya apa yang ia rasakan ini merupakan perasaan Arlin asli yang sebenarnya.
"Mama angan angis, Kei ndak cuka" ucap Kei tiba-tiba yang mendengar isakan tangis dari mamanya.
Tadinya ia mendengar suara mamanya yang menangis kemudian berjalan mendekat kearah dekat pintu rumah. Terlihat disana mamanya dan sang papa saling berpelukan dengan Arlin yang terisak hebat. Sedangkan Aldo memberi kode pada anaknya yang kini matanya sudah berkaca-kaca itu dengan melambaikan tangannya agar mendekat.
"Mama nangis karena lagi sedih. Kei harus hibur mama tuh" ucap Aldo sambil mengelus punggung istrinya yang masih bergetar.
"Mama angan cedih don. Kan da Kei dan papa dicini. Talo tu tatek dan nek lampil akal, ita wawa jaja te tantol polici" ucap Kei sambil ikut mengelus lengan mamanya.
Arlin merenggangkan pelukannya dari Aldo kemudian menatap anaknya dengan bercucuran air mata. Kei berusaha menahan tangisannya walaupun matanya sudah berkaca-kaca. Ia tak ingin jika mamanya malah sedih melihatnya seperti itu.
"Angan cedih dan angis, mamana Kei yan telcayang" ucapnya sambil menghapus air mata yang mengalir di pipi sang mama dengan jempol kecilnya.
Arlin menutup matanya dengan bibir masih bergetar sambil menikmati jari mungil anaknya yang mengusap pipinya itu. Di kehidupannya sebagai Arlin kini, Lili benar-benar merasakan hangatnya sebuah keluarga. Didekat Aldo dan Kei, ia merasa aman juga nyaman. Ia kini mulai takut jika harus meninggalkan kehidupan Arlin yang ia impikan sejak lama itu.
"Terimakasih sudah ada untuk mama" ucap Arlin dengan sedikit isakan.
Kei dan Aldo menganggukkan kepalanya kemudian memeluk Arlin dengan erat. Ketiganya saling berpelukan bahkan tak menghiraukan pintu yang masih digedor-gedor dan teriakan dari beberapa orang yang ada di luar.
***
"Sial... Bisa jadi gembel kita kalau kaya gini" kesal Mama Irene dengan menendang pintu rumah itu.
Sedangkan beberapa tetangga yang melihat tingkah tiga orang itu hanya bisa geleng-geleng kepala. Sudah terbiasa mereka melihat keramaian dan keributan di rumah itu. Ketiganya yang tak pernah sosialisasi dengan sekitar membuat para tetangga juga acuh.
Tadi saja kalau bukan karena melihat Arlin, pasti mereka sudah malas mendekat. Bagaimana pun juga, Arlin dan mamanya dulu dikenal sebagai orang baik di komplek perumahan ini. Walaupun hanya sering kumpul pada weekend saja namun mereka memaklumi apalagi melihat suaminya yang tak bekerja.
"Uang hasil penjualan barang di rumah ini ada di mama kan?" tanya Papa Madin.
Pasalnya tadi ia sehabis keluar dari perusahaan tentu hanya bisa menyelamatkan kunci mobil yang dibawanya. Beruntung untuk pakaian sudah berada dalam koper sedangkan tas dan sepatu kepunyaan mereka tak sempat Mama Irene selamatkan karena terlalu panik.
"Kayanya sudah mama masukkan ke dalam koper" ucap Mama Irene sambil mengingat-ingat.
Segera saja Mama Irene menuju kopernya kemudian menghela nafas lega saat beberapa amplop cokelat ternyata telah sempat ia masukkan dalam koper. Papa Madin dan Melinda tersenyum lega melihat uang untuk kebutuhan mereka bisa terselamatkan. Walaupun nantinya harus mencari tambahan uang kalau memang mereka benar diusir dari sini.
"Syukur deh kalau uang itu masih ada. Ayo kita pergi dari sini dan beli rumah baru" ajak Melinda dengan santai.
"Kalau buat beli rumah dengan ini, sudah pasti dapatnya hanya yang sederhana saja" ucap Mama Irene kesal.
"Untuk sementara tak apa lah, ma. Yang penting kita ada tempat buat berteduh. Kita juga harus mikirin makan, jangan gengsi mulu sekaligus cari rencana buat dapat uang" ucap Papa Madin sambil menarik istrinya.
Mama Irene hanya bisa menghela nafasnya kasar saja kemudian membenahi koper yang tadi dibukanya. Segera saja ia mengikuti sang suami yang sudah menarik tangannya untuk masuk dalam mobil. Beruntung mobil yang digunakannya itu belum sempat diambil kuncinya oleh anaknya itu.
Mobil keluar dari halaman rumah itu membuat beberapa tetangga langsung mendekati ke pintu. Mereka ingin bertemu dengan Arlin karena siapa tahu sedang membutuhkan sesuatu. Terlihat Arlin, Aldo, dan Kei keluar dari rumah setelah mendengar suara mobil pergi.
"Astaga... Nak Arlin, yang sabar ya. Kita do'akan saja itu papamu dan istri barunya kena karma" ucap salah satu tetangga.
"Terimakasih, bu. Oh ya sekalian saya mau ngucapin terimakasih karena sudah diijinkan parkir mobil didepan rumah. Maaf juga kalau merepotkan dan mengganggu" ucap Arlin yang kini matanya masih terlihat sembab.
"Tidak mengganggu, nak. Pokoknya kalau nanti mereka datang kesini lagi, langsung saya pastikan kalau nggak bisa masuk ke rumah. Biar nanti warga sini yang mengusir" ucap tetangga itu.
"Terimakasih sudah membantu" ucap Arlin sambil mengulas senyum tipisnya.
Aldo sudah memastikan kalau jendela dan pintu sudah terkunci semua. Rencananya esok hari, ia akan memindahkan semua mobil Arlin dan mamanya yang ada di rumah ini ke mansion. Arlin juga sudah merelakan satu mobilnya diberikan pada papanya sebagai balas budi dulu pernah menafkahinya.
Kei sendiri kini sudah digendong oleh ibu-ibu tetangga disana sambil berbincang dengan Arlin. Bahkan saat perbincangan itu terjadi, hanya terdengar tawa dari Arlin juga beberapa tetangga disana. Aldo sendiri kini sedang berkoordinasi dengan pihak keamanan yang nantinya akan membantu mengamankan rumahnya saat ditinggal.
"Kami pamit dulu, bu" pamit Arlin setelah cukup lama berbincang.
"Sering-sering main kesini terus ngerumpi bareng deh" ucap ibu-ibu tetangga.
"Iya nanti kalau Arlin sudah bisa jalan dan mengemudi mobil sendiri pasti akan kesini lagi" jawab Arlin sambil terkekeh pelan.
Mereka semua menganggukkan kepalanya kemudian membubarkan diri dari rumah Arlin setelah wanita itu masuk dalam mobilnya. Mobil melaju meninggalkan rumah peninggalan sang mama dengan wajah sendu dari Arlin.
"Arlin akan rawat peninggalan mama ini. Arlin nggak akan membiarkan rumah ini dirusak oleh benalu-benalu itu" gumam Arlin yang kini sedang memeluk anaknya yang ada dipangkuannya itu.
Arlin memilih memejamkan matanya untuk bisa meredamkan sedikit kesedihan di hatinya karena barang milik mamanya sudah hilang entah kemana. Ia juga ingin mengistirahatkan pikiran dan badannya karena esok pasti masalah lain akan kembali berdatangan.