Pernikahan yang terjadi antara Ajeng dan Bisma karena perjodohan. Seperti mendapat durian runtuh, itulah kebahagiaan yang dirasakan Ajeng seumur hidup. Suami yang tampan, tajir dan memiliki jabatan di instansi pemerintahan membuatnya tidak menginginkan hal lain lagi.
Ternyata pernikahan yang terjadi tak seindah bayangan Ajeng sebelumnya. Bisma tak lain hanya seorang lelaki dingin tak berhati. Kelahiran putri kecil mereka tak membuat nurani Bisma tersentuh.
Kehadiran Deby rekan kerja beda departemen membuat perasaan Bisma tersentuh dan ingin merasakan jatuh cinta yang sesungguhnya, sehingga ia mengakhiri pernikahan yang belum genap tiga tahun.
Walau dengan hati terluka Ajeng menerima keputusan sepihak yang diambil Bisma. Di saat ia telah membuka hati, ternyata Bisma baru menyadari bahwa keluarga kecilnya lah yang ia butuhkan bukan yang lain.
Apakah Ajeng akan kembali rujuk dengan Bisma atau menerima lelaki baru dalam hidupnya...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Leny Fairuz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 Curhat Membawa Kebaikan
“Ada masalah, bung?” sebuah suara bass memangkas lamunan Bisma.
Ustadz yang tadi mengisi khutbah kini duduk di sampingnya. Ia yakin umur mereka berdua tidak terlalu jauh, malah mungkin di bawahnya.
“Assalamu’alaiku pak Ustadz .... “ Bisma menyapanya dengan sopan.
“Wa’alaikumussalam. Panggil aja Gus Dawam .... “ ustadz Dawam mengulurkan tangannya dengan hangat yang langsung disambut Bisma dengan semangat.
“Terima kasih Gus, saya Bisma .... “ Bisma tersenyum sambil memperkenalkan diri.
“Ada problem yang nampaknya lumayan menguras otak .... “ kekehan kecil terdengar dari mulut Gus Dawam melihat wajah Bisma yang kusut tak bersemangat.
“Tidak terlalu berat, tapi menguras otak dan membuat susah tidur iya .... “ jawab Bisma terus terang.
Ia sadar, sekarang memang butuh tempat curhat untuk permasalahan serta perasaan yang kini membuatnya tak tenang.
“Masalah rumah tangga atau wanita?” tebak Gus Dawam seketika.
“Dua-duanya,” lugas Bisma.
“Wah, kompleks kalau seperti ini .... “ Gus Dawam tersenyum dengan hangat, “Sudah berkeluarga?”
Bisma terdiam. Ia tidak tau harus memulai dari mana. Tapi ia yakin kali ini perlu seseorang untuk memberikan pencerahan akan langkah yang akan ia ambil demi kebaikan semua di masa depan.
Setelah terjadinya keheningan beberapa saat, dan berpikir dengan matang akhirnya Bisma menceritakan apa yang membuat pikirannya kalut. Ia yakin sosok Gus Dawam figur yang tepat untuk berbagi permasalahan yang tidak bisa ia hadapi sendiri.
“Saya bingung Gus, enam bulan saya telah terbiasa tanpa kehadiran anak dan mantan istri saya. Tapi akhir-akhir ini, saya begitu merindukan mereka, dan ingin selalu berada di dekat mereka.”
Gus Dawam manggut-manggut mendengar curhatan Bisma. Dari awal kisahnya ia sudah bisa menilai sifat egois dan perfect dalam diri Bisma yang begitu kuat.
“Jadi maunya sampeyan gimana?” Gus Dawam bertanya dengan santai.
“Saya tidak rela melihat lelaki lain menggantikan posisi saya,” Bisma berkata pelan sambil menghela nafas panjang.
“Lha, katanya udah ditalak, kok sampeyan masih ingin mengikat?” Gus Dawam bingung dengan sikap Bisma, “Harusnya kalau udah dilepas, yo biarkan mantan sampeyan membuka hati. Mungkin saja beliau bisa menemukan pasangan untuk menyempurnakan agamanya. Sampeyan juga bisa fokus untuk memulai kehidupan yang baru.”
Bisma tidak menjawab perkataan Gus Dawam. Ia masih berperang dengan pikirannya. Apalagi dalam dua bulanan ini ia selalu membersamai Lala walaupun dengan berbagai drama penolakan Ajeng yang tidak pernah mau bertemu dengannya.
Alhasil, setiap sarapan pagi, hanya putri kecilnya yang selalu menemani. Bisma merasakan kebahagiaan yang ia rasa belum sempurna tanpa kehadiran wajah ayu yang setiap malam semakin mengganggu pikirannya.
“Menurut Gus, apa yang dapat saya lakukan biar hati saya merasa tenang,“ Bisma berusaha menumpahkan unek-unek yang tersimpan dalam hatinya. “Belakangan ini saya susah tidur ....”
Ia hanya ingin kepastian dari orang yang ia pandang mumpuni. Berbicara dan curhat dengan Gus Dawam membuatnya menemukan orang yang paling tepat untuk curhat. Dan ia yakin semua perkataan Gus Dawam masuk akal dan logikanya, apalagi ilmu agamanya sudah tidak diragukan lagi.
“Sebenarnya sampeyan udah tau jalan yang harus diambil. Tapi saya yakin, sampeyan khawatir ditolak,” Gus Dawam menebak langsung membuat Bisma tersindir telak.
“Kalau benar ditolak saya harus bagaimana Gus?” Bisma pasrah mendengar ucapan Gus Dawam.
“Berarti jodoh sampeyan memang hanya sebatas itu. Sampeyan harus mulai membuka diri. Mungkin dengan melegalkan perceraian, sampeyan dan mantan bisa memulai kehidupan masing-masing dengan lebih baik.”
Gus Dawam memandang Bisma, berusaha melihat sejauh mana keinginannya untuk mempertahankan kembali semua yang telah ia lepas.
“Sampeyan masih muda. Masih panjang perjalanan yang harus dilalui. Mungkin saja jodohnya hanya sampai di sini. Apalagi ini sudah talak kedua yang terucap. Saya yakin pasti sampeyan pun sudah menemukan figur yang layak untuk menjadi pendamping.”
Bisma mengusap wajah dengan kedua tangannya. Ia berusaha mencerna ucapan Gus Dawam sambil membayangkan perjalanan cintanya yang baru seumur jagung dengan Deby.
Perempuan yang telah menggetarkan hati saat pandangan pertama, ternyata tak lebih dari seorang penggoda. Demi kemapanan hidup mampu menggadaikan harga diri asal keinginannya terpenuhi. Sosok yang sangat bertolak belakang dengan Ajeng, seperti bumi dan langit.
Ajeng yang semakin memikat ditambah penolakannya membuat Bisma tertantang untuk mendapatkannya kembali, apalagi ada putri kecil mereka yang kini begitu dekat dengannya.
Membuat Ajeng kesal sudah menjadi hobi barunya belakangan ini. Walau tidak ada senyum yang terukir di wajah ayu itu, setidaknya setiap pagi, ia dapat bertemu dan berinteraksi walau atas nama putri kecil mereka.
Bisma pun dapat bernafas dengan lega, Dimas yang selama pertemuan mereka bersikap datar kini mulai hangat dan menerimanya dengan tangan terbuka.
“Tapi saya sadar bahwa saya mulai mencintai bundanya putri saya .... “ akhirnya Bisma meyakini perasaannya sekarang, “Tidak ada seorang pun yang seperti dia. Saya menyesal terlambat menyadarinya. Saya ingin berkumpul kembali dengan keluarga kecil saya ....”
“Jangan mudah mengucap kata talak, hanya karena keego-an sesaat .... Perempuan yang sudah terluka hatinya akan sulit untuk diobati kembali.“ Gus Dawam berusaha menasehati Bisma, “Kenapa tidak mencoba dengan sosok yang sudah dekat dengan sampeyan? Mungkin saja dengan dirinya, bisa mengobati segala kerisauan dan membuat sampeyan tenang dan menikmati hidup. Bisa jadi ke-samawaan dalam berumah tangga bisa ditemukan bersamanya.”
Bisma benar-benar tersindir dengan ucapan Gus Dawam. Sejak mengenal Deby, semua kebaikan Ajeng seperti tiada artinya. Hanya karena tampilan Deby yang menggunakan pakaian tertutup membuatnya merasa bahwa kesempurnaan telah ia temukan pada Deby Mariska staf yang baru saja ia kenal dan memberi warna baru dalam hidupnya.
“Saya benar-benar menyesal Gus. Kini saya sadar, kebahagiaan saya hanya bersama keluarga kecil saya,” Bisma berkata lirih dengan segenap penyesalan yang terasa menyesakkan dada, “Tidak adakah jalan untuk kembali?”
Gus Dawam tersenyum tipis, “Bertobatlah dengan sungguh-sungguh dan banyak memohon kepada Allah untuk meminta yang terbaik. Niscaya Allah akan mengabulkan doa hamba-Nya yang meminta dengan bersungguh-sungguh.”
Mendengar jawaban Gus Dawam, perasaan galau Bisma perlahan-lahan mulai sirna, dan ia merasa mendapat spirit baru untuk menentukan langkah.
“Saya juga dekat dengan seorang pengusaha yang masih lajang, mungkin usianya gak beda jauh dengan sampeyan. Beliau sering curhat masalah kehidupan dan keinginannya untuk menikahi perempuan yang menarik minatnya. Sayang, perempuan yang berhasil membuatnya tertarik belum siap untuk memulai ....”
Bisma penasaran dengan perkataan Gus Dawam. Pikirannya bekerja dengan cepat. Perasaan khawatir mulai hinggap di kepalanya.
“Pak Hilman juga donatur tetap di ponpes yang saya kelola,” akhirnya Gus Dawam mulai bercerita dengan serius, “Beliau pernah patah hati, sehingga lajang di usianya yang menginjak 37 tahun.”
“Gus dan pak Hilman biasa bertemu?” Bisma tak bisa menutupi rasa penasaran yang membelit kepalanya.
“Beliau biasa mengikuti kajian yang saya dan rekan lain adakan,” jawab Gus Dawam cepat, “Beliau orang baik. Saya yakin Allah akan memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya yang bersabar dan bersyukur. Semoga keinginannya cepat terkabul. Apalagi pernikahan adalah ibadah seumur hidup yang pahalanya akan terus mengalir selama niat berumah tangga semata-mata mengharap ridho Allah.”
Bisma merasa tidak nyaman dengan perkataan Gus Dawam yang sangat mendukung keinginan Hilman, sementara hatinya ketar-ketir dengan kenyataan yang sebenarnya.
“Allah akan memberikan pasangan yang terbaik untuk kita. Tidak ada manusia yang tercipta sempurna, begitu pun kita bahkan pasangan kita. Sudah selayaknya sebagai suami kita membimbing istri untuk menyempurnakan pernikahan yang kita jalani. Dengan niat lillahi ta’ala lah yang membuat keluarga samawa. Saya yakin pilihan pak Hilman sudah tepat, karena beliau tidak pernah seantusias sekarang saat menceritakan calonnya....”
Pingin rasanya Bisma memotong ucapan Gus Dawam, tapi rasanya tidak etis, apalagi yang diceritakan adalah Ajeng, sang mantan yang ingin ia rengkuh kembali.
Dari mulut Gus Dawam yang terus memberikan tentang gambaran perempuan yang layak untuk dijadikan pendamping hidup menurut bimbingan dan arahan agama membuat Bisma merasa tertampar.
Bagaimana tidak, sosok Gus Dawan yang di matanya begitu simpatik dan berkharisma menceritakan kesempurnaan sang mantan yang beliau ketahui dari curhatan Hilman.
“Semoga saja jodoh pak Hilman dipercepat, dan perempuan yang telah ia pilih segera membuka hati untuk meneriman niat baiknya,” doa tulus terlantun dari bibir Gus Dawam, “Dan semoga juga sampeyan segera menemukan kedamaian kembali.”
Perbincangan Bisma dan Gus Dawam terus berlanjut, hingga ia tidak segan untuk menanyakan bagaimana cara untuk rujuk kembali dengan sang mantan demi masa depan keluarga kecilnya.