Rania terjebak dalam buayan Candra, sempat mengira tulus akan bertanggung jawab dengan menikahinya, tapi ternyata Rania bukan satu-satunya milik pria itu. Hal yang membuatnya kecewa adalah karena ternyata Candra sebelumnya sudah menikah, dan statusnya kini adalah istri kedua. Terjebak dalam hubungan yang rumit itu membuat Rania harus tetap kuat demi bayi di kandungannya. Tetapi jika Rania tahu alasan sebenarnya Candra menikahinya, apakah perempuan itu masih tetap akan bertahan? Lalu rahasia apakah itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon TK, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
34 Mencari Perhatian
Livia dan Candra datang bersama, kedua orang itu langsung duduk di kursinya masing-masing. Candra sempat melirik Rania yang duduk bersebelahan dengan Leon, entah kenapa hatinya sedikit mengganjal, tapi Candra memilih memendam.
"Kamu dari kapan di sini Leon?" tanya Candra mulai membuka suara.
"Dari siang Kak, maaf ya gak bilang dulu," jawab Leon dengan senyumannya.
"Santai aja, kamu kan sering kesini."
"Hehehe iya sih, kayanya mulai sekarang bakalan lebih sering main."
"Kenapa?"
"Karena ada Rania." Leon berkata sambil menyengir kuda.
"Maksudnya?" tanya Candra dengan sebelah alis terangkat. Perkataan adik Iparnya itu terkesan ambigu, Candra ingin mendengar lebih takut salah paham.
"Aku dan Rania baru bertemu, tapi kami langsung akrab dan memutuskan menjadi teman," sahut Leon menjelaskan.
"Oh begitu, terserah sih."
Tanpa sadar Candra menghela nafasnya karena pikiran buruknya ini terlalu berlebihan. Untuk apa juga Ia berpikir aneh-aneh tentang kedekatan Rania dengan Leon, toh ternyata mereka bisa menjadi teman. Candra juga menduga jika kehadiran Leon di sini tidak buruk, untuk menemani Rania yang selalu sendiri karena tidak punya teman.
"Memangnya skripsi kamu sudah selesai?" Kini giliran Livia yang bertanya.
"Belum sih, masih dikerjain."
"Selesaikan dengan cepat, jangan malas-malasan," tegur Kakaknya itu.
Leon mengerucutkan bibir, "Tenang saja, aku kan bukan pemalas," ketusnya.
"Lebih cepat wisuda lebih bagus."
"Hm."
Rania dari tadi hanya diam mendengarkan mereka yang mengobrol. Mendengar Leon yang tersedak di sebelahnya, membuatnya segera membawakan segelas air putih dan memberikannya. Rania juga repleks menepuk punggung Leon merasa khawatir.
"Hehe makasih Rania, kamu ini peka banget ya," ucap Leon yang sudah agak baikan.
"Makannya pelan-pelan."
"Iya ini juga pelan, aku kayanya cuman lagi gugup aja."
"Hah gugup kenapa?"
"Bisa makan sebelahan sama orang cantik," celetuk Leon.
"Ekhem!" Candra berdehem lumayan keras, maksudnya apa adik Iparnya itu berkata seperti itu? Menggoda Istrinya di depannya. Memangnya Candra tidak dengar?
"Malam ini kamu akan menginap Leon?" tanya Candra mengalihkan obrolan, berusah agar Leon tidak terfokus pada Rania terus.
"Sepertinya, tapi aku tidak bawa baju ganti karena tadinya tidak akan menginap," angguk Leon. Leon jadi ingin menginap karena masih ingin mengobrol dengan Rania, merasa seru saja bisa bersama teman barunya itu.
"Pinjam saja punya kamu, gak papa?" tanya Livia menunjuk Candra.
Candra mengangguk pelan, "Kamu siapkan saja."
"Iya."
Selesai makan malam semua sibuk dengan urusan masing-masing. Berbeda dengan Rania yang sedang menyendiri di belakang, menikmati pemandangan langit yang indah dengan taburan bintang bersilau. Sesekali perempuan itu tertawa kecil sambil bersenandung pelan untuk membunuh keheningan.
"Kau sedang apa?" tanya Leon menghampirinya. Dengan santainya duduk di sebelah Rania, di sebelah tangannya memegang secangkir kopi.
"Lihat malam ini bintangnya banyak banget, katanya kalau banyak bintang besoknya bakalan cerah," ucap Rania ke langit.
Leon malah terkekeh kecil, "Aku baru kali ini dengar mitos begitu, kau dapat dari mana?"
"Dari orang-orang desa, dan biasanya begitu."
"Tapi bukannya setiap hari juga selalu cerah?"
"Em iya juga ya."
Melihat tingkah polos Rania membuat Leon semakin tertawa merasa lucu, "Kau seperti anak kecil saja Rania, apa memang selalu bersikap menggemaskan begini?" tanyanya menggoda.
"Aku tidak, memang begini," bantah Rania. Apakah dirinya terlihat menggelikan?
"Tapi kau yang polos begitu membuat orang gemas, kau tahu itu?"
"Tidak."
Rasanya Leon ingin sekali sekedar mengacak rambut di puncak kepala Rania melampiaskan kegemasannya, tapi nanti khawatir dianggap tidak sopan dan kurang ajar. Rania dari tadi terus melihat ke atas langit, tapi Leon malah menatap Rania dari samping yang terlihat cantik.
"Kau tidak kedinginan diam di sini dari tadi?" tanya Leon. Baru menyadari perempuan itu tidak memakai jaket atau baju hangat.
"Lumayan sih, tapi aku malas ke kamar dan belum ngantuk juga."
"Hah dasar," dengus Leon. Pria itu terlebih dahulu menyimpan cangkirnya di meja terdekat, lalu membuka jaketnya dan menggantungkannya di bahu Rania.
"Eh Leon jangan, ini kan punya kamu," tolak Rania. Tapi saat akan membuka lagi, Leon menahan tangannya.
"Tidak usah, kamu saja yang pakai," kekeuh Leon, "Jangan kedinginan, kasihan bayimu."
Benar juga, seharusnya Rania jangan bersikap keras kepala sendirian karena ada bayi di perutnya. Akhirnya Rania pun membiarkan saja jaket itu di bahunya, membuatnya pun lebih hangat. Tentu saja Rania pun tidak lupa mengucapkan terima kasih.
"Kamu pasti ke pacar begini juga ya," celetuk Rania.
"Hm pacar?"
"Iya, bersikap romantis dan gentle."
"Aku tidak punya pacar," sahut Leon sambil tersenyum geli sendiri.
"Hah masa sih? Pasti bohong." Rania terlihat meragukan karena tidak percaya.
"Aku sudah beberapa bulan ini tidak menjalin hubungan lagi, sedang fokus menyelesaikan skripsi. Nanti kalau pacaran malah jadi tidak fokus dan mengganggu."
"Benar juga sih," gumam Rania setelah memikirkan. Hanya saja merasa aneh saja Leon yang ganteng begitu single, rasanya seperti tidak mungkin. Pasti perempuan yang dekat dengannya pun orang yang cantik-cantik.
"Kalau kamu sendiri, punya pacar?" tanya Leon bergurau, terlihat seringai di bibirnya.
"Kau bercanda, aku sudah punya suami."
"Hahaha aku pikir masih single," sahut Leon sambil tertawa kecil.
"Terus memangnya kalau masih single kenapa?"
"Mungkin aku akan mendekatimu," jawab Leon blak-blakkan.
Saat mata keduanya bertemu, tanpa bisa ditahan detak jantung pun menjadi cepat. Ditambah sepoyan angin yang halus, terasa menambah suasana di sana. Tetapi keheningan itu terhenti saat mendengar suara langkah kaki mendekat, mereka pun langsung melihat Candra yang berjalan menghampiri.
"Rania, ternyata kamu di sini," ucap Candra. Pria itu sempat melirik Leon, tapi hanya sekilas.
"Iya Mas, aku lagi lihat bintang."
"Sudah malam, di luar juga dingin. Ayo masuk," ajaknya, "Kamu juga belum minum susu, kan?"
"Ah iya aku lupa, maaf."
"Ini sudah aku buatkan, ayo minum di kamar saja."
Rania mengangguk lalu berdiri dari duduknya, mengambil alih segelas susu itu. Sebelum pergi sempat melambaikan tangannya pada Leon, pria itu membalas sambil tersenyum lebar. Setelah kepergian Rania, Candra tidak langsung pergi dan masih di sana. Ada yang ingin Ia sampaikan pada adik Iparnya itu.
"Leon, jaga sikap kamu," tegur Candra dengan suara datarnya, "Walaupun kalian seumuran, tapi dia tetap Kakak kamu."
"Maaf Kak kalau aku terlihat tidak sopan pada Rania." Tetapi Leon tidak terlihat menyesal saat mengucapkan nya.
"Jaga juga batasan kalian, ingat ya dia istri saya." Dengan mengatakan itu, Candra seperti menandai kepemilikannya. Apakah sekarang Candra terlihat seperti suami yang posesif? Candra hanya merasa tidak suka jika kedua orang itu terlalu dekat.
Leon hanya tersenyum penuh arti, "Tenang saja, aku dan Rania benar hanya teman kok," ucapnya. Tetapi tidak ada yang tahu bagaimana isi hatinya yang sebenarnya.