Cerita cinta Aira yang berujung balas dendam, menjadi saksi bisu untuk dirinya. Kematian sang ibunda, bukanlah hal yang mudah dilalui gadis desa itu.
Ia disered paksa diperjual belikan oleh sang ayah, untuk menikah dengan seorang CEO bernama Edric. Lelaki lumpuh yang hanya mengandalkan kursi roda.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Arip, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34 Pak Hasan
Sang pemilik bola mata biru, tengah duduk dikursi mobil. Ia terlihat gelisah, karena sahabatnya tak bisa diajak kompromi. Membuat ia kesal, mengerutu dirinya sendiri.
"Ayolah, jangan terus seperti ini. Aku mau kuliah, jadi cepat melemah. " Gerutu Edric berbicara sendiri di dalam mobil, sang sopir terlihat heran dengan sang tuan muda.
Tangan kanan mulai memukul keperjakaannya sendiri, karena ia terus saja mengembang dan semakin keras.
"Ahk, heh. Lu tahu kan, kita itu mau kuliah. Bukan kesawah atau sarang Aira." Gerutu Edric, membuat sang sopir melihat ke arah cermin, ternyata Edric memarahi keperjakaannya.
Pak Hasan yang menjadi sopir Edric menggelengkan kepala, melihat tingkah pria muda yang sudah menjadi CEO itu bertingkah konyol.
Maklum saja, Edric jarang terlihat bergaul. Mempunyai temanpun tidak. Ia lelaki pendiam dan jutek kesetiap orang.
Sang pemilik bola mata biru itu, mendengar suara sopirnya yang tertawa.
"Pak Hasan mentertawakan saya?" tanya Edric, bersikap tenang, ada rasa malu karena sopirnya menyadari kekonyolannya di dalam mobil.
Lelaki tua yang sudah bekerja dua puluh tahun di rumah CEO Ellad, berusaha menutup mulut berusaha tidak membuat sang tuan muda marah.
"Tidak, tuan."
"Mm." Edric mulai memikirkan cara untuk bisa mengobrol dengan sang sopir. Bagaimana mengurus keperjakaanya yang tak bisa di nasehati.
"Tuan, seharusnya. Pengantin baru itu lagi enak enaknya berduaan, bulan madu. Bukan malah kuliah dan bekerja. Luangkan waktu untuk bisa berduaan menikmati keindahan seorang istri."
Apa yang dikatakan Pak Hasan memang benar, seharusnya ia sekarang meminta untuk cuti. Agar sang keperjakaan tidak terus mengembang dan mengeras.
"Pantas saja. Si joni ini tidak bisa diajak kompromi."
Pak Hasan yang sudah berpengalaman tertawa terbahak bahak, setelah mendengar perkataan yang terlontar dari mulut sang CEO muda.
"Jadi, mau kuliah, atau menaklukan si Joni biar lemah."
Candaan itu malah membuat Edric tertawa. Pak Hasan mengira jika CEO muda itu akan marah, tapi nyatanya ia malah tertawa begitu keras.
Memang benar apa yang digosipkan para pelayan di dalam rumah. Semenjak datangnya Aira, membuat sang cewek mudah berubah drastis 100% dari sebelumnya.
"Keinginan saat ini pulang, mengarap sawah agar panen."
Tawa kini dilayangkan kembali oleh sang sopir.
Hingga suara ponsel tiba-tiba saja berbunyi, mengganggu kesenangan dan juga tawa kebersamaan Edric dan juga Pak Hasan.
Bu Siska wanita muda yang menjadi dosen di kampusnya, kini menelepon kembali.
"Ck, Bu Sisak. Ada apa lagi?"
Edric kesal dengan dosen yang selalu menghubunginya, membuat ia tak nyaman dan ingin pindah kuliah, tapi karena semester akhir yang sudah mulai selesai. Mengharuskan dirinya untuk bertahan dengan sang dosen yang overprofektif terhadap dirinya.
"Kenapa tidak diangkat, tuan."
"Malas Pak Hasan."
"Loh, memangnya siapa?"
"Bu Siska."
Pak Hasan tahu betul dosen yang selalu mendekati Edric, seakan dosen muda itu seperti menyukai sang tuan muda, terlihat sekali dari cara berbicara dan juga pandangan matanya memperlihatkan rasa suka yang begitu besar dari diri Bu Siska kepada Edric
Walau sebenarnya Pak Hasan hanya bisa menduga-duga. Tapi jika ia mengatakan sesuatu tanpa bukti, takut jatuhnya fitnah.
"Pak Hasan, tahu sendirikan. Jika Si Dosen kecentilan dan galak itu terlalu mengatur saya, membuat saya tak nyaman. Dan ingin enyah dari hadapannya saat ini juga."
"Memangnya ada hubungan kekeluargaan pada Bu Siska dan tuan muda?"
"Mm, tidak, hanya saja. Ibu kandung si dosen galak itu sahabat almarhum Bu Maya!"
"Sepertinya Bu Sisak begitu peduli, ingin membuat tuan muda bahagia."
Sang pemilik bola mata biru itu memajukan kedua bibirnya, tidak ada respon positif pada diri Edric untuk Siska dosen muda di kampusnya.
Padahal Siska itu begitu seksi dan berbody seperti gitar Spanyol, berbeda jauh dengan istrinya Aira yang hanya mempunyai tubuh kurus.
" Tapi tingkat kepeduliannya itu, di luar batas yang saya lihat."
"Di luar batas. Maksud tuan?"
"Seperti terlalu peduli dan kadang membuat saya enek ketika melihat Siska!"
"Apa jangan-jangan dosen itu menyukai tuan muda?"
Mendengar perkataan Pak Hasan, membuat Edric tertawa terbahak-bahak. "Ya ampun Pak Hasan, dosen itu cantik dia tak mungkin menyukai lelaki lumpuh seperti saya ini. Masih banyak lelaki di luar sana yang mau sama dia."
"Ya siapa tahu kan, tuan. Cinta tak memandang fisik, yang terpenting menerima apa adanya. Kaya Neng Aira ke tuan."
"Benar juga ya."
Edric yang tengah menikmati perjalanan bersama Pak Hasan dengan mengobrol dan bercanda. Membuat rasa kesal, hilang seketika. Edric terlalu menganggap dunia ini begitu singkat. Hingga ia lupa bagaimana caranya tersenyum.
Dan saat inilah dia tahu, jika Dunia ini begitu Indah dan terasa lama, dengan tetap tersenyum bergaul dengan orang orang yang mempedulikan kita.
*********
Siska masih berada di kampus, terus menatap layar ponsel, jam pelajaran yang seharusnya sudah di mulai, tertahan oleh kedatangan Edric. Yang begitu lama, sampai para murid geram.
"Bu, kapan kita mulai."
Siska tak mempedulikan perkataan muridnya di dalam kelas, ia fokus dengan layar ponsel yang memanggil pada nomor Edric.
"Bu, kita sudah setengah jam di kelas."
Sampai, suara pintu terbuka. Edric datang dengan kursi rodanya. Para murid merasa kesal dan jijik melihat Edric yang baru saja datang. Karena dia jam pelajaran belum di mulai.
"Maaf saya terlambat."
Terlihat sekali raut wajah ketidak sukaan para murid terhadap Edric. Karena mereka tidak tahu jika murid lumpuh itu adalah seorang CEO muda.
Namun berbeda dengan siska, ia menata Edric dengan tetapan yang berbeda, seperti tatapan seorang wanita yang mencintai pasangannya.
Sisak seperti menemukan obat untuk dirinya, ia kembali tersenyum dan menerangkan mata pelajaran yang akan dibahas di kelas.
Setiap menerangkan suatu mata pelajaran, mata Sisak tak tantenya menatap ketampanan dari wajah Edric, ia seakan kagum dengan sosok Edric yang semakin hari semakin mempesona.
Entah perasaan apa yang mengganggu hati dan pikiran sang dosen. Bisa bisanya ia memperhatikan pria lumpuh yang tengah memperhatikan apa yang ia bahas.
Padahal perkenalan dulu, saat kedua orang tua Edric dan juga Siska memperkenalkan mereka berdua. Tak ada keinginan untuk mengenal jauh Edric, lelaki lumpuh yang terlihat sederhana itu, selalu membuat Siska jijik, saat pertemuan kedua orang tuanya dengan orang tua Edric. Dalam membahas bisnis.
Tapi setelah pertemuan itu jarang terjadi lagi, karena ibunda Edric yang sudah meninggal, begitu pun Edric dan Siska yang sudah bertumbuh dewasa. Membuat mereka selalu menyibukan diri, jauh dari perkumpulan dulu.
Semua itu tentulah membuat Siska tiba-tiba merasakan hal yang aneh pada hatinya.
crrita carlos ma welly terus