Skuel Terra The Best Mother
Lanjutan kisah dari Terra kini berganti dengan. tiga adik yang ia angkat jadi anak-anaknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Maya Melinda Damayanty, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
RUTINITAS
Pagi menjelang. Najwa dan Lusy berada di halaman mereka masing-masing. Keduanya saling sapa sebelum akhirnya, mereka berdua berangkat menggunakan motornya masing-masing.
Najwa yang menggunakan motor dengan CC lebih besar, tentu lebih cepat sampai ketimbang Lusy. Terlebih Najwa mengendarai kuda besinya laksana pembalap MotoGP. Bagaimana ia bisa lolos lampu merah hanya sepersekian detik.
Makanya ketika sampai kantor, gadis itu hanya menempuh waktu sepuluh menit saja, sedang Lusy sepuluh menit sesudah Najwa sampai.
"Selamat pagi, Mang Diman!" sapa Najwa ketika membuka kantornya. Pria itu mengangguk dan membantu menarik rooling. Lusy mematikan sebagian saklar lampu dan menyalakan air tower. Tak lama berselang karyawan cleaning servis datang bersamaan dengan Lusy.
"Pagi mba, mang!" sapa mereka.
"Pagi!" balas Najwa dan Diman.
Setelah melakukan absensi. Para karyawan kebersihan langsung membentuk jadi tiga tim. Tim-tim itu bergerak pada tiap lantai.
Najwa dan Lusy langsung naik lift dan ketika pintu terbuka, keduanya masuk ruangan.
"Mba, jadwal mba dan nyonya hari ini berbeda. Mungkin nanti nyonya yang akan memutuskan apa beliau yang pergi ke undangan perusahaan Bermegah Pratama atau mba," jelas Lusy.
Najwa mengangguk tanda mengerti. Ia juga punya banyak jadwal.
"Oh ya, apa berkas Nyonya Pratama dan Nyonya Black Dougher Young sudah kau arsipkan?' Lusy mengangguk.
"Coba minta bagian arsip, ada tiga berkas dari tiga perusahaan, mereka mengajukan klaim keberatan," pinta Najwa.
"Baik mba. Ada lagi?"
"Itu saja dulu, terima kasih," ujar Najwa.
Lusy membungkuk hormat. Najwa masuk ruangan atasannya. Beberapa berkas ia periksa dan mencatat poin-poin yang harus diperiksa dan ditandatangani oleh Khasya nanti.
Sedang di benua lain. Leon tengah memeriksa beberapa data bersama asisten pribadi dan juga sekretarisnya.
"Brian, kau pergi ke meeting di restauran xx, dan kau Cindy siapkan rapat internal divisi!" titahnya.
"Baik tuan!" sahut keduanya.
Cindy menyiapkan berkas sedang Brian langsung membawa beberapa file dan pergi menuju restauran mengikuti meeting.
"Tuan, ruang meeting sudah siap!"
Pria yang sudah berusia lanjut itu melangkah dengan gagah. Leon memang sudah tua, tapi tubuh dan ototnya masih terjaga, kecerdasannya juga masih terasah hingga membuatnya mampu bertahan di kancah bisnis sebagai pebisnis nomor satu.
Cindy menatap punggung lebar atasanya. Ia bekerja sudah dua tahun menggantikan sekretaris senior karena usia pensiun.
"Hot man!" gumamnya dalam hati. "Aku yakin, Boss masih kuat di ranjang."
"Kenapa para eksekutif belum datang?" tanyanya ketika melihat ruangan kosong.
"Cindy?"
Pria itu menoleh pada gadis cantik dengan balutan formal yang melekat ketat di tubuhnya. Gadis itu tampak melamun.
Leon bukanlah orang kemarin sore ketika melihat ekspresi gadis yang melamun itu. Terlihat sekali, ada kabut gairah ketika melihat netra Cindy yang satu dan ia mengigit bibir bawahnya dengan begitu sensual.
"Cindy!" teriak Leon mulai marah.
Cindy terjengkit kaget. Lamunan mesumnya buyar seketika, padahal gadis itu baru saja berkhayal tengah mengerang nikmat di bawah kukungan atasanya itu.
"Tu ... tuan," cicitnya dengan wajah tertunduk.
Leon benar-benar tak habis pikir dengan perempuan di hadapannya ini. Bukan pertama kali ia mendapat Cindy melamun ketika bekerja.
"Apa kau tidak tau pekerjaanmu, hah!" bentak Leon lagi.
Gadis itu melihat ruangan kosong. Ia lupa memberi tanda pada kepala eksekutif untuk melakukan rapat dadakan.
"Ma ... maaf tuan .. saya ... saya lupa," cicitnya lagi kini ketakutan.
Leon menggeleng dan mendengkus kesal. Ia benar-benar tak bisa mentolerir lagi kelakuan sekretarisnya itu.
"Cindy, kau bisa ke bagian HRD dan minta surat pemecatan mu!"
"Ja ... jangan pecat saya tuan!" gadis itu mulai terisak.
Leon memencet interkom.
"Semua bagian eksekutif harap ke ruang meeting dan tolong manager HRD datang ke ruang ini untuk mengeluarkan Cindy, karena saya telah memecatnya!"
Hanya butuh lima menit, semua karyawan eksekutif datang dan membawa banyak berkas. Cindy ditarik keluar oleh manager HRD.
"Saya, mau laporan terperinci data kuartal neraca gabungan!" titah pria itu penuh penekanan.
Semuanya pucat, mereka menelan saliva kasar. Beberapa di antaranya langsung mengakui kecolongan dan sebagian error programing.
"Kalian ini ... apa tak bisa menghitung jika memang ada ketimpangan seperti itu?!" teriaknya.
Leon mengurut pelipisnya. Banyaknya angka salah kolom dan belum lagi kesalahan hitung.
"Ah, andai Najwa ada di sini," harapnya.
"Eh ... kenapa Najwa, bukan Lusy?" gumamnya dalam hati.
Pria itu menghela napas panjang. Najwa adalah asisten Khasya, tentu hal pendataan dan programing error neraca menjadi tanggung jawab gadis itu ketimbang Lusy.
Leon memang butuh Najwa untuk membenahi semua data yang berantakan dibanding Lusy. Pria itu mengambil ponselnya.
"Halo Assalamualaikum Khasya!" sapanya ketika sambungan terhubung.
"Wa'alaikumussalam, iya mas?"
"Khasya, aku minta tolong boleh?"
Sedang di seberang telepon Khasya tampak mengerutkan keningnya.
"Jika bisa dibantu, akan saya bantu, mas," sahutnya.
"Aku mau pinjam Najwa untuk membantuku merevisi data neraca dan programing error di perusahaanku. Ini urgent!"
"Baik, mas. Akan kukirim Najwa ke sana lusa!"
Leon bernapas lega. Ia mengucap terima kasih dan juga salam sebelum menutup ponselnya.
Karena tidak adanya sekretaris, ia pun meminta bagian admin membantunya membereskan semua berkas.
Drttrtt ... drttrtt. Ponselnya berdering. Frans meneleponnya.
"Leon, bagaimana menurutmu Lastri?"
"Assalamualaikum, brother!" sungutnya kesal.
Frans terkekeh di seberang telepon dan menjawab salam dari adiknya itu.
"Lastri siapa yang kakak maksud?" tanya Leon.
"Lastri yang tadi malam aku ceritakan padamu," jawab Frans di seberang telepon.
"Aku sih yang penting dia baik dan mau dengan keluarga besar kita. Memang hubungan kakak sudah sejauh mana?"
"Belum ada hubungan sih!" saut Frans.
"Astaga ... jadi kita ini bicara apa?" tanya Leon kesal bukan main.
"Ah ... sudah lah. Aku banyak pekerjaan, tadi baru saja aku memecat sekretaris ku!"
"Hahahaha ... aku sudah bilang dari dulu untuk memecat gadis mesum itu, kau saja yang keras kepala!" sahut Frans senang.
"Ck ... sudah dulu ya, assalamualaikum!"
Sambungan telepon terhenti setelah Frans menjawab salam dari Leon. Memang Leon dan Frans menjabat sebagai petinggi perusahaan ayah mereka, Bart.
Ada sepuluh perusahan pusat dan delapan belas anak perusahaan yang dikelola oleh keduanya termasuk Gabe.
Pria itu pun berdiri dan menuju ruangannya untuk melanjutkan pekerjaannya yang makin menumpuk setelah dipecatnya Cindy.
Sedang di benua lain. Najwa sangat terkejut atas penugasannya ke Eropa untuk membantu perusahaan Dougher Young. Hal itu juga yang membuat Lusy makin iri pada Najwa.
"Nyonya, apa tidak salah mengirim saya?" tanya Najwa tak percaya.
"Benar nyonya. Apa, tidak sebaiknya Tuan muda Affhan atau Tuan muda Dimas yang pergi?" saran Lusy.
Najwa dan Khasya menoleh pada gadis itu. Terra dan Puspita juga sama. Mereka mengerutkan keningnya terutama Khasya.
"Benar kata Lusy, nyonya. Mungkin sebaiknya Tuan muda Black Dougher Young atau Tuan Muda Triatmodjo yang membantu Tuan Leon," sahut Najwa membenarkan perkataan Lusy.
"Dua putra saya itu tengah menempuh pendidikan mana bisa pergi?"
Najwa diam begitu juga Lusy.
"Persiapkan paspor mu, akan kukirim kau ke Eropa lusa!" titah Khasya tegas.
"Baik, nyonya," sahut Najwa pasrah.
Gadis itu segera pergi untuk mengurusi keperluannya. Untung ia memiliki pasport. Khasya akan memberinya surat tugas khusus pada pihak dirjen kunjungan luar negeri untuk membuat paspor khusus sebagai tenaga ahli.
Lusy menatap punggung Najwa yang masuk ke lift. Najwa dapat melihat kilatan mata gadis muda itu.
"Kenapa dengan Lusy?" tanya Najwa bingung.
bersambung.
Lusy iri Naj!
next?