“Aku menghamilinya, Arini. Nuri hamil. Maaf aku selingkuh dengannya. Aku harus menikahinya, Rin. Aku minta kamu tanda tangani surat persetujuan ini.”
Bak tersambar petir di siang hari. Tubuh Arini menegang setelah mendengar pengakuan dari Heru, suaminya, kalau suaminya selingkuh, dan selingkuhannya sedang hamil. Terlebih selingkuhannya adalah sahabatnya.
"Oke, aku kabulkan!"
Dengan perasaan hancur Arini menandatangani surat persetujuan suaminya menikah lagi.
Selang dua hari suaminya menikahi Nuri. Arini dengan anggunnya datang ke pesta pernikahan Suaminya. Namun, ia tak sendiri. Ia bersama Raka, sahabatnya yang tak lain pemilik perusahaan di mana Suami Arini bekerja.
"Kenapa kamu datang ke sini dengan Pak Raka? Apa maksud dari semua ini?" tanya Heru.
"Masalah? Kamu saja bisa begini, kenapa aku tidak? Ingat kamu yang memulainya, Mas!" jawabnya dengan sinis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sembilan
Heru mengepalkan tangannya saat melihat foto-foto Arini bersama Raka yang diunggah mereka di sosial media mereka, sampai mereka tag satu sama lain. Heru benar-benar tidak mengerti mereka sampai sedekat itu sekarang. Mereka sudah berani mengumbar kebersamaan mereka.
Heru tidak bisa menyembunyikan rasa cemburunya, ia masih melipat wajahnya dan terus memandangi foto-foto mereka. Padahal foto itu bisa membuat karier Arini sendiri rusak, karena secara tidak langsung mengumbar kemesraan Arini dengan pria lain.
Heru bergegas turun dari tempat tidurnya, ia mengambil pakaiannya, dan langsung cepat-cepat memakai kemejanya.
“Sayang kamu mau ke mana sih? Gugup sekali?” ucap Nuri.
“Pulang dong, Arini sudah mau pulang,” jawab Heru.
“Kok gitu sih? Katanya kamu gak akan pulang sampai besok? Temani aku dong, masa sama Arini terus?”
“Hei ... kapan aku sama dia terus, kamu ngerasa gak sih, setelah Arini tahu aku selalu tidur di sini terus tiap malam?!” Ucapan Heru sedikit meninggi membuat Nuri kesal dan membuang bantal ke wajah Heru.
“Apaan sih, Nuri?! Jangan kayak anak kecil dong?!”
“Kamu bentak aku!” teriak Nuri.
Heru menghela napasnya dengan berat, ia tidak tahu kenapa Nuri sekarang seperti itu, sering marah, sering ngajak ribut, padahal masalah sepele tapi diperbesar olehnya. Dia juga semakin egois setelah Arini mengetahui hubungan gelapnya, terlebih Arini tidak mau menyetujuinya untuk menikah sah.
“Jangan kayak anak kecil dong, Sayang ... aku ini punya kamu dan Arini, aku harus bisa adil,” ucap Heru.
“Aku lagi hamil, Her! Aku sedang gak karuan rasanya, pusing, mual! Sedangkan dia? Dia sehat-sehat saja, baik-baik saja!”
“Hei ... dia itu istriku! Kita harus baik-baik sama dia, biar kita bisa nikah sah! Paham gak sih kamu!”
“Paham! Sana pulang! Gak usah balik ke sini!” teriak Nuri sambil melempar bantal.
Heru membuang napasnya kasar, Nuri benar-benar membuatnya kesal dan marah, ditambah tadi melihat Arini berfoto dengan Raka dan anaknya.
“Aku pulang!” pamit Heru kesal.
“Terserah!” jawab Nuri.
^^^
Arini sampai di rumahnya, ia langsung membersihkan diri, lalu mengganti pakaian dengan pakaian santai. Belum ada tanda-tanda Heru pulang sampai sore. Arini tahu pasti Heru tidak akan pulang lagi. Sudah sejak Heru mengakui perselingkuhannya dengan Nuri, setiap malam Heru tidur di apartemen Nuri.
Arini mendengar pintu depan terbuka, sudah pasti Heru pulang ke rumah. Paling hanya pulang sebentar saja, dan habis itu pergi lagi ke rumah wanita simpanannya itu.
“Pulang, Her?” tanya Arini tanpa melihat Heru, ia malah sibuk membaca bukunya.
“Kamu suami pulang bukannya menyambut dengan mesra, malah begitu?”
“Kamu sudah disambut mesra tiap hari sama wanita simpananmu itu, lalu kenapa aku juga harus melakukannya?” jawab Arini santai.
“Sudah senang-senang dengan sahabatmu itu? Jangan jadikan sahabat sebagai kedok, Rin! Diumbar saja terus! Sampai orang-orang tahu kamu selingkuh dengan dia!”
“Maksdumu? Siapa yang selingkuh? Aku? Hahahaha .... ngaca dong!”
“Kalau bukan selingkuh apa lagi? Mau balas?” ucap Heru kesal.
“Balas selingkuh? Hah .... kamu ini lucu! Eh tapi seru itu, selingkuh dibalas selingkuh! Apalagi selingkuhannya bosnya suami? Keren, ya?” ucap Arini.
“Diam kamu, Arini!”
“Loh kamu yang mulai dulu kok kamu yang marah? Aneh kamu! Sana mandi dulu biar demit-demit di badan kamu hilang! Virus dari perempuan itu juga hilang! Pulang-pulang malah ngajak ribut!”
Arini meninggalkan Heru ke taman belakang. Ia lebih baik duduk di sana sendiri sambil menikmati kopi dengan menikmati pemandangan bunga-bunga di tamannya.
Arini meneteskan air matanya. Ia mengingat semua kenangan bersama Heru di sana. Mengingat semua yang sudah dilalui bersama dengan Heru. Sekarang semuanya musnah, dan mungkin akan menjadi puing kenangan saja. Kenangan indah bersama Heru kini menguap begitu saja.
“Kamu tega, Mas. Kamu tega sekali mengkhianatiku. Apa aku ini tidak cantik lagi di matamu? Kurangku apa, Mas? Sampai kamu setega ini sama aku?” batin Arini sedih.
Heru selesai mandi, ia menyusul Arini ke taman. Heru melihat Arini yang sedang berdiri dengan tatapan kosong, sesekali Heru melihat Arini menyeka air matanya. Heru mendekatinya, lalu memeluk Arini dari belakang, menghirup wangi rambut Arini, dan aroma Vanila dari tubuh Arini. Heru semakin membenamkan wajahnya di ceruk leher Arini. Ia mengecupnya dengan lembut.
“Maafkan aku, Sayang ...,” bisik Heru di telinga Arini, yang membuat Arini memejamkan matanya. Desah napas Heru membuat dirinya sedikit hanyut merasakan buaian mesra Heru.
“Aku kangen, Rin.” Heru makin mengeratkan pelukannya pada Arini. Ia masih menciumi tengkuk Arini dengan lembut dan mesra.
“Stop, Her!” Arini melepaskan pelukan Heru, ia mendorong tubuh Heru untuk menjauh darinya.
“Rin, aku kangen,” ucap Heru.
“Aku tidak, Mas!” jawab Arini bohong, padahal ia pun sangat merindukan sentuhan suaminya yang begitu sensual.
“Jangan bohong, Arini?”
“Stop, Mas!” Arini menghentikan tangan Heru yang mulai menyentuhnya lagi.
Heru kesal, ia duduk di kursi taman dengan memandangi Arini yang masih cuek dengannya.
“Besok malam mama akan ke sini, kita bicara soal Nuri. Mama setuju aku menikahi Nuri secara sah,” ucap Heru.
“Aku tidak, mau apa bawa-bawa mama? Sekali aku tidak mau, ya tidak mau!” ucap Arini.
“Rin ... please, anak itu butuh ayah di aktanya. Aku tidak mungkin lepas tanggung jawab! Lagian kamu sendiri gak hamil-hamil bukannya senang aku bisa punya anak meski dengan perempuan lain? Nanti kan kamu bisa ngerawat anak Nuri juga?” ucap Heru tanpa berdosa.
“Aku bukan baby sitter! Sekali tidak aku tetap tidak! Silakan kalian menikah siri, aku tidak akan mengizinkan kamu menikah sah!”
Arini pergi meninggalkan Heru di taman. Ia benar-benar muak sekali dengan suaminya itu. Bisa-bisanya mertuanya juga malah setuju jika Heru menikahi Nuri secara sah.
Heru mengejar Arini sampai ke kamarnya. Ia tetap ingin membujuk Arini, supaya Arini mengizinkan dirinya menikah sah dengan Arini.
“Rin ... jangan gini dong? Kamu juga harus tahu keadaan, kita ini sudah lama tidak punya anak. Kamu harusnya sadar diri, dengan aku yang bisa membuat Nuri hamil, berarti problemnya selama ini ada di kamu. Dan analisa dokter yang bilang aku yang kurang subur itu salah. Berarti kamu yang bermasalah, kan? Harusnya kamu ini sadar diri dari sini, Rin. Kamu gak bisa punya anak, kamu yang kurang sehat, mungkin juga mandul?” ucap Heru.
Arini menggelengkan kepalanya karena tak percaya Heru bisa berkata demikian. Mengatakan dirinya yang mandul. Sakit sekali rasanya dibilang mandul oleh suaminya sendiri.
“Aku mandul? Kamu bilang aku mandul? Jelas-jelas dokter bilang kamu yang bermasalah, Her! Atau jangan-jangan itu anak yang di kandungan Nuri, bukan anak kamu, melainkan anak laki-laki lain? Dia sudah gak perawan kan waktu berhubungan sama kamu? Iya, kan?” ucap Arini dengan tatapan sinis.
Heru masih diam mencerna ucapan Arini. Benar Nuri sudah tidak perawan saat berhubungan dengan dirinya. Heru mewajarkannya, toh dulu sebelum menikah sah, dirinya dan Arini sudah melakukannya.
“Benar, kan? Nuri sudah gak perawan pas pertama sama kamu? Jelas dong sudah enggak? Memang aku gak tahu bagaimana tabiat simpananmu itu? Sebelum jadi simpananmu, dia lebih dulu jadi simpanan om-om saat kuliah dulu! Murahan sekali, ya?” ucap Arini tersenyum miring.
“Jaga ucapanmu, Rin!”
“Kamu yang harusnya jaga ucapanmu, Her! Pergi dari sini! Silakan nikahi jalang itu! Tapi aku tak memberikan izin untuk kamu menikahinya secara sah!”
si Nuri ini menjijikkan banget. sana sini mau....
mudah mudahan kena penyakit mematikan....