Ditinggalkan di hari pernikahan membuat Abigail, gadis yang memiliki berat badan berlebih memutuskan untuk berubah. Dibantu seorang teman lama yang sudah menyukainya sejak lama, Abigail mewujudkan keinginannya untuk memiliki tubuh ideal tapi sahabat yang dia anggap sebagai sahabat baik, berusaha menghalangi langkahnya. Disaat keinginan itu sudah terwujud, Abigail berubah menjadi gadis cantik dan pada saat itu sang mantan kembali dan ingin memperbaiki hubungan mereka. Akankah Abigail menerima ajakan sang mantan sedangkan secara diam-diam, ada seorang pria yang begitu tulus mencintai dirinya. Antara cinta lama dan cinta baru, yang mana akan dipilih oleh Abigail?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reni Juli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 33
Beberapa hari telah berlalu, hujan mengguyur kota New York dengan begitu derasnya. Abi masih berada di rumah, dia malas pergi ke tempat fitnes karena hujan yang tidak juga berhenti. Lebih baik dia masuk ke bawah selimut, jika hujan sudah reda maka dia akan pergi.
Suara petir menyambar di luar sana, Abigail menutup telinganya menggunakan bantal. Sepertinya hujan tidak akan berhenti, dan sepertinya dia harus menghubungi Justin untuk memberinya kabar jika dia tidak bisa pergi ke tempat fitnes.
Abi menatap jam di dinding, sesungguhnya dia enggan beranjak karena dia sudah merasa nyaman berada di bawah selimut tapi dia tidak mau membuat Justin menunggu.
Mau tidak mau, Abi keluar dari selimut hangatnya. Sebenarnya yang saat ini dia pikirkan adalah Sarah. Sejak waktu itu, Sarah tidak datang ke tempat Gym, Sarah juga tidak menghubunginya sama sekali. Terkadang dia datang ke rumah Sarah untuk mencarinya tapi Sarah tidak ada.
Hal itu benar-benar membuat Abi khawatir, bagaimanapun Sarah adalah sahabat baiknya. Dia takut terjadi sesuatu dengan Sarah, tidak biasanya Sarah seperti ini. Dia bahkan berpikir Sarah sedang marah padanya, sehingga Sarah tidak mau menemuinya lagi.
Abi berjalan menuju meja, di mana ponselnya berada. Setelah mendapatkan benda itu, Abi kembali ke dalam selimut. Cuaca begitu dingin, padahal dia sudah memakai baju tebal dan juga kaos kaki. Semoga hujan segera reda karena dia tidak suka dengan suara petir yang terus menyambar di luar sana.
Setelah merasa hangat, Abi menghubungi Justin. Semoga saja Justin memaklumkan karena dia tidak datang. Ketika ponselnya berbunyi, Justin berada di kantor. Dia juga sedang melihat hujan yang tidak juga berhenti sambil memikirkan Abigail. Dia khawatir gadis itu datang ke tempat Gym menerjang derasnya air hujan, jangan sampai Abi sakit karena hal itu.
Justin mengambil ponsel yang ada di saku, senyum menghiasi wajah ketika melihat siapa yang menghubunginya. Di saat dia sedang memikirkan Abi, gadis itu ternyata menghubunginya.
"Justin, ini aku," ucap Abi.
"Aku tahu, ada apa? Kau tidak pergi ke tempat fitnes menerjang air hujan, bukan?" tanya Justin.
"Tidak, aku justru ingin mengatakan padamu jika aku tidak bisa pergi," jawab Abi.
"Tidak apa-apa, hujannya begitu deras. Sebaiknya kau beristirahat di rumah."
"Maaf, kau tidak menunggu aku, bukan? Seharusnya aku menghubungimu lebih cepat," ucap Abi dengan nada bersalah.
"Tidak, kau tidak perlu khawatir. Hujannya begitu deras, istirahat saja di rumah."
"Thanks Justin, besok aku akan ke sana lebih cepat dan semoga tidak hujan," ucap Abigail.
"Oke," Justin tersenyum, entah kenapa mendengar suara Abi saja sudah membuatnya senang.
Abi mengakhiri pembicaraan mereka, dia kembali berbaring dan meletakkan ponselnya di samping bantal. Abi diam saja, berpikir. Entah kenapa Justin begitu baik padanya dan entah kenapa dia jadi teringat jawaban Justin setiap kali dia bertanya tentang gadis yang dia sukai.
Dia bukan orang yang suka banyak berpikir, tapi sepertinya dia harus memikirkan hal ini baik-baik. Abi memejamkan mata, dia kembali mengingat saat dia bertanya kepada Justin mengenai gadis yang dia sukai.
"Aku melihatnya dan dia baik."
Dia begitu ingat dengan jawaban Justin dan setiap kali Justin menjawab, pria itu pasti akan memandanginya terlebih dahulu. Abi membuka mata, jantungnya tiba-tiba berdebar. Justin pasti hanya bercanda saja, bukan?
"Tidak mungkin, Abi!" Abi menarik selimut dan menutupi wajahnya.
Jantungnya semakin berdebar, dia tidak berani memikirkannya lebih jauh lagi apalagi dia harus tahu diri, dia bukanlah siapa-siapa. Harold saja meninggalkannya lalu bagaimana mungkin ada pria yang menyukainya lagi?
Abigail memejamkan mata, sebaiknya dia tidur saja. Ini akibat dia terlalu banyak berpikir, pasti Sarah akan menertawakan dirinya saat dia tahu apa yang sedang dia pikirkan. Dia gadis yang disukai oleh Justin? Sungguh lelucon yang gila!
Abi memeluk bantal, dia sudah ingin tidur tapi suara ponsel mengejutkan dirinya. Selimut di buka, ponsel diraih dengan cepat.
Abi begitu bersemangat melihat Sarah yang menghubungi, dia bahkan duduk di atas ranjang dan merapikan rambutnya yang berantakan.
"Sarah? Apa itu kau?" tanya Abigail.
"Abi," suara Sarah terdengar lemah bahkan dia terdengar batuk beberapa kali.
"Kenapa? Apa kau sakit?" Abi terdengar khawatir.
"Aku sudah berbaring selama beberapa hari Abi, tidak ada yang menjenguk dan juga menjaga aku. Apa kau bisa datang hari ini?" pinta Sarah.
"Astaga, kenapa kau tidak mengatakannya padaku," Abi turun dari ranjang dengan terburu-buru. Pantas saja Sarah tidak datang ke tempat Gym. Dia tidak menyangka jika sahabat baiknya sedang sakit.
"A-Aku tidak bisa menghubungimu," jawab Sarah dan setelah itu suara batuk dan juga bersinnya terdengar.
"Tunggu aku baik-baik, jangan ke mana-mana. Aku akan segera ke sana," ucap Abigail. Dia sudah berjalan menuju lemari untuk mengganti bajunya.
"Aku tunggu, dan kabari aku jika kau sudah mau tiba di rumahku," pinta Sarah.
"Pasti!" Abi mematikan ponsel-nya dan setelah itu, dia keluar dari kamar dan mencari ibunya.
Dia sungguh tidak tahu jika sahabat baiknya sedang sakit. Jika dia tahu maka dia akan menjaga Sarah dan merawatnya. Abi tidak curiga sama sekali, dia meminta ibunya membuatkan sup untuk Sarah bahkan dia membantu ibunya.
Dia akan pergi ke rumah sahabat baiknya menerjang hujan, dia khawatir terjadi sesuatu dengan Sarah. Sup sudah jadi, baju juga sudah diganti. Dia siap pergi ke rumah Sarah untuk melihat keadaannya.
"Hati-Hati Abi, hujannya masih deras," ucap sang ibu.
"Aku tahu Mom, mungkin aku akan menginap di rumah Sarah untuk menemaninya," jawab Abigail.
"Baiklah, tapi kau harus hati-hati karena licin," pesan sang ibu. Jangan sampai putrinya terpeleset karena itu berbahaya.
"Aku tahu, katakan pada Daddy jika aku menginap di rumah Sarah," Abi mencium pipi ibunya dan setelah itu dia mengambil sebuah payung, siap pergi ke rumah Sarah.
Petir kembali menyambar, Abi tetap pergi walaupun dia takut. Semua itu demi sahabat baiknya. Sebagai sahabat baik, dia harus menjaga Sarah tapi sayangnya dia tidak tahu jika itu adalah sebuah perangkap yang dibuat oleh Sarah.
Sarah keluar dari kamar, senyum mengembang saat melihat pria yang duduk di sofa. Sarah berjalan menuju dapur, dia akan mengulur waktu sampai Abi datang. Lagi pula jarak rumah mereka tidaklah begitu jauh, dengan watak Abigail yang polos, dia pasti akan mengatakan padanya saat dia sudah hampir tiba.
Sarah menyeringai, dia sudah tidak sabar. Abi menerjang derasnya air hujan dan juga angin yang bertiup kencang untuk tiba di halte bus saat itu. Dia tidak peduli bajunya yang basah, yang dia pikirkan hanya ingin pergi ke tempat sahabat baiknya untuk melihat keadaannya tapi sebentar lagi, dia akan menelan pil pahit dan akan kecewa.
klara