Difiar Seamus seorang penyihir penyedia jasa pengabul permintaan dengan imbalan sesuka hatinya. Tidak segan-segan Difiar mengambil hal berharga dari pelanggannya. Sehingga manusia sadar jika mereka harus lebih berusaha lagi daripada menempuh jalan instan yang membuat mereka menyesal.
Malena Safira manusia yang tidak tahu identitasnya, pasalnya semua orang menganggap jika dirinya seorang penjelajah waktu. Bagi Safira, dia hanyalah orang yang setiap hari selalu sial dan bermimpi buruk. Anehnya, mimpi itu merupakan kisah masa lalu orang yang diambang kematian.
Jika kalian sedang putus asa lalu menemukan gubuk tua yang di kelilingi pepohonan, masuklah ke dalam penyihir akan mengabulkan permintaan kalian karena mereka pernah mencicipi rasanya ramuan pengubah nasib yang terbukti ampuh mengubah hidup.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Gaurika Jolie, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesalahan Fatal Berujung Penyesalan
Seminggu telah berlalu nyatanya Safira tidak bisa melupakan orang yang mengaku teman lamanya. Jika bukan karena kebetulan, mengapa dirinya memimpikan orang tersebut? Apalagi orang itu membutuhkan uang.
Safira tengah berkeliling mencari nasabah baru, tetapi dirinya fokus mencari pria itu barang kali melihatnya. “Lebih enak duduk di kantor seharian daripada panas-panasan!”
Sepertinya keberuntungan memihak Safira ketika melewati dealer motor. Dari gerak geriknya memang pria yang dicari, bedanya sekarang tambah rapi dan bersih. Safira menghampiri pria itu yang lagi menunggu seseorang di depan pintu.
“Loh, Ca ... maksudnya kamu mau ke mana?” tanya Gito setelah Safira berhenti di depannya. “Mau masuk?”
“Enggak. Aku mau kasih sesuatu ke Bapak, barang kali Bapak butuh,” jawab Safira lalu memberikan beberapa lembar uang yang langsung ditolak Gito.
“Sekarang aku nggak butuh uang lagi, Ca. Aku udah dapat banyak uang, sekarang aku mau ke rumah istriku ajak rujuk,” terang Gito yang buat Safira tersenyum.
Anehnya, mengapa seseorang bisa kaya mendadak dalam kurun waktu seminggu? Begitu pikir Safira yang langsung berkata, “ Bagi tips biar cepat kaya dong, Pak. Aku ingin coba, bosan jadi miskin.”
Gito menyuruh Safira mendekat ke arahnya sehingga mereka berbisik-bisik. “Aku habis bertemu penyihir yang bisa mengabulkan permintaan. Waktu itu aku putus asa karena nggak punya uang sepeserpun tiba-tiba aja menemukan gubuk tua aku kira itu tempat yang bisa digunakan untuk tidur, tapi setelah masuk berubah jadi bar penyihir yang besar banget. Aku disuruh minum jamu terus meminta keinginan dan pulangnya seperti berada di pedesaan masa lalu. Aku di sana main judi dan dapat banyak emas ternyata kalau dijual satu perhiasan aja bisa buat hidup setahun,” ungkapnya penuh berapi-api menceritakan pengalaman anehnya.
Jika dipikir dengan nalar, Safira tidak percaya ucapannya. “Bapak jual ginjal?”
“Mana ada! Kalau jual ginjal pasti bagian tubuh masih sakit, tapi sama sekali nggak sakit!” bantah Gito seraya menepuk seluruh badannya yang terlihat baik-baik saja.
“Penyihir itu hanya dongeng! Jangan-jangan Bapak pesugihan atau dijebak agama sesat!” terka Safira tidak percaya, sehingga harus berpikir secara logika.
Gito berdecak. “Terserah kamu aja! Aku udah bilang apa yang aku alami, awalnya juga nggak percaya, tapi ini nyata. Aku bisa bertemu istri dan anakku karena udah punya uang banyak.”
Ucapannya mengingatkan pada mimpinya. “Apa istri Bapak suruh rujuk kalau udah punya banyak uang? Bapak punya anak laki-laki yang sekarang lagi SMA, kan?”
“Iya, kamu tau dari mana?” herannya seolah Safira mengetahui hidupnya.
Safira terbelalak. Dia membatin, 'Kebetulan macam apa ini?'
Lantas Safira hanya bisa menggelengkan kepala ikut kebingungan dengan hal yang mereka alami.
'Kalau mimpi kenapa bisa sama persis?'
Lantas Gito mengeluarkan dompetnya untuk mengeluarkan beberapa lembar uang yang diberikan ke Safira. “Siapapun kamu, bagiku kamu temanku dulu. Aku tau kamu juga pasti butuh uang, ambil ini untuk keperluan kamu selama belum gajian.”
“Hey, mana mungkin sebanyak itu. Lebih baik buat istri dan anak Bapak,” ucap Safira karena tidak enak menerima uang.
Gito memaksa memberikan uang. “Ambil aja, Ca. Itung-itung ucapan maaf karena kasar waktu itu. Ini buat kamu soalnya aku bingung mau buat apa.”
“Bisa-bisanya bingung punya uang banyak.” Safira pun mengambil uang itu setelah dipaksa. “Makasih, Pak. Semoga bisa kumpul bersama keluarga.”
“Iya, Ca. Habis ini mau ke sana kasih motor untuk anakku,” kata Gito dengan bahagia.
Safira ikut bahagia. “Di mana tempatnya? Aku juga punya keinginan.”
“Aku nggak tau pasti di mana tempatnya, tapi yang jelas sebelum itu aku lihat ada cahaya terang ketika aku ikuti ternyata gubuk tua. Kejadian itu seolah nggak bisa dipikir pakai nalar juga bukan mimpi. Terjadi gitu aja,” ungkapnya lalu dia pergi setelah dipanggil supir yang membawa motornya.
Safira jadi penasaran dengan bar penyihir itu. “Mana ada bar yang menyediakan jamu. Apalagi penyihir!” Balik lagi jika dipikir-pikir pria itu bisa saja pinjam uang setelah mimpi bertemu penyihir.
Safira masih bergelut dengan pikirannya sementara Gito berada di dalam mobil menuju rumah istrinya. Dua puluh tahun tanpa bertemu istrinya seakan menciptakan kecanggungan yang Gito rasakan saat ini.
Gito mengambil dompetnya yang menyimpan kenangan terakhir yang dia abadikan bersama keluarga kecilnya. “Sebentar lagi kita akan bertemu.”
“Siapa itu, Pak?” tanya sang supir setelah melirik foto tersebut.
“Istri dan anakku yang terpisah 20 tahun lebih. Motor itu untuk hadiah anakku. Kasihan anakku tumbuh remaja tanpa seorang ayah. Mungkin dia nggak kenal, tapi aku yang akan mengenalinya lebih dulu.” Gito mengembuskan napas sehingga sang supir ikut sedih. “Sekarang kami akan menjadi keluarga kecil bahagia.”
Sang sopir langsung tersenyum. “Mereka pasti bangga punya suami dan ayah pekerja keras.”
Gito hanya menahan senyumnya. Selama perjalanan hanya memikirkan bagaimana wajah istri dan anaknya. Selama seminggu dia habiskan membeli kebutuhan istri serta anaknya. Bahkan, Gito sempat membeli rumah yang layak untuk mereka tempati nanti.
Setelah sampai rumah istrinya, Gito turun mengambil hadiah kecil untuk mereka. Dengan semangat dia menuju rumahnya lalu mengetuk pintu. Gito menunggu istrinya membuka pintu, sayangnya rencananya tidak sesuai dengan kenyataan setelah pria seusianya yang membuka pintu.
‘Dia bukan anakku, tapi dia siapa?’
“Siapa, Pa?” Seorang wanita hamil besar menyusul dari belakang yang diduga sebagai istrinya.
Gito terpesona oleh kecantikan istrinya yang tidak seperti dulu. Secepatnya dia fokus dengan masalah yang ada di depannya. “Dia siapa?” tunjuknya ke arah pria itu yang berani memeluk pinggang istrinya.
Sang istri bingung menjelaskan mulai darimana karena keadaan darurat yang memaksanya memilih menikah lagi daripada menunggu suaminya.
“Saya Suaminya. Kamu kenal, Yang?” tanya pria itu melihat istrinya yang berusaha menghindari tatapan Gito.
Wanita itu hanya menggeleng. “Nggak tau. Salah orang mungkin.”
“Tega kamu nggak kenal sama suami sendiri? Puluhan tahun aku berusaha cari uang biar bisa jemput kamu, tapi kamu nikah lagi?” tanya Gito yang tidak habis pikir oleh istrinya yang dipikir akan setia akhirnya mendua juga. “Karena uang lagi?”
Akhirnya wanita itu angkat bicara. “Iya! Nunggu kamu punya uang itu sia-sia! Kamu juga nggak tau keadaanku dulu, Mas! Ke mana aja kamu selama ini?”
“Aku ikuti semua permintaan kamu yang suruh jangan bertemu lagi sebelum punya uang! Selama itu aku berusaha kerja keras, walaupun lama aku tetap setia!” teriaknya yang masih tidak percaya jika istrinya menikah lagi. “Bahkan kita belum cerai.”
Kesabaran Gito sudah habis karena istrinya bertindak sesuka hati. Dengan mudahnya Gito menerobos masuk lalu menaruh barang yang dia bawa untuk mencari anaknya setiap ruangan yang ada.
Pria itu menyuruh Gito pergi. “Jangan buat kegaduhan masuk ke rumah orang tanpa ijin!”
“Di mana anakku?” teriaknya dengan lantang lalu berhenti ketika melihat foto seorang anak lelaki yang baru lulus SMP. “Siapa dia? Kenapa wajahnya nggak sama sepertiku?”
“Memang kamu siapa sampai berharap wajah laki-laki itu seperti kamu?” tanya pria itu mendekati Gito.
“Aku suaminya yang dijanjikan rujuk setelah punya banyak uang, sekarang uangku udah banyak, tapi dia nikah lagi!” tunjuknya ke arah wanita itu yang masih berdiri di tempat yang sama.
“Benar begitu?”
Wanita itu mendekati suaminya saat ini. “Benar, Mas. Udah lama karena bertahun-tahun aku menunggunya tapi nggak datang jemput, aku butuh bantuan saat itu dan kamu datang menolongku.”
“Kamu pikir mudah bagiku untuk cari uang?” tanya Gito yang tidak percaya istrinya berubah atau memang sejak awal sifatnya begitu. “Di mana anakku? Orang itu pasti anak kalian, kan?”
“Iya. Anak kita udah nggak ada karena kekurangan gizi. Aku udah berusaha sebaik mungkin merawatnya tapi keadaanku sulit waktu itu, Mas. Untungnya dia menolongku memberi bantuan agar bisa bangkit lagi setelah kehilangan anakku!” jawab wanita itu yang menahan air matanya.
Lantas emosi Gito membara. “Sekarang aku punya uang banyak untuk jemput kamu. Ayo kita pulang!” paksanya lalu menarik tangan istrinya.
Wanita itu berusaha menolak, untungnya pria itu mendorong Gito sehingga istrinya bisa bergerak bebas. “Sekarang aku nggak butuh uang kamu. Aku telah menemukan rumah yang nggak hanya memberikan kebahagiaan, tapi tempat perlindungan dan kebutuhan pokok yang terpenuhi.”
Penantian serta usaha Gito jadi sia-sia setelah istrinya lebih memilih suaminya saat ini. Dirinya masih di kelilingi emosi yang langsung dia luapkan dengan memukul istrinya. Dengan cepat pria itu melindungi wanita kesayangannya.
“Berani-berani kamu sentuh istriku! Sekarang dia milikku!” bentak pria itu lalu menyeret Gito ke luar dari rumah kemudian memukulinya habis-habisan sampai istrinya datang melerai. Sebagai penutupan, pria itu mendorongnya sampai terkapar di atas tanah.
Gito kesakitan melihat istrinya. “Dasar wanita diperjuangin mati-matian tapi nggak mau diajak berjuang bersama! Realistis itu hanya alasan kamu, aslinya nggak mau hidup susah, kan?”
"Jaga ucapan kamu!"