"Ayah, kenapa Ayah merahasiakan ini semua padaku Yah?" Tanya Alesha yang harus menelan pil pahit saat mengetahui kebenaran tentang dirinya, kebenaran bahwa Ia adalah anak hasil dari pemerkosaan yang di alami oleh ibunya.
"Nak, kamu anak Ayah, apapun yang terjadi, kamu tetap anak Ayah." Ucap Pak Damar dengan air mata yang mulai membasahi pipinya.
"Tidak Yah, aku benci Ayah. Aku benci pada diriku sendiri yah." Ucap Alesha sembari memukuli tubuhnya sendiri.
"Jangan lakukan itu Nak, kamu Anak Ayah, sampai kapanpun kamu anak Ayah." Ucap Damar sembari memegangi tangan Alesha agar tak memukuli tubuhnya lagi.
Melihat anak yang begitu Ia sayangi seperti ini membuat hati Damar begitu hancur.
"Atau jangan jangan Ibu terkena gangguan jiwa karena aku Yah, karena Ibu hamil anak dari para bajing*n itu Yah." Tebaknya karena semua orang bilang Ibunya gila semenjak melahirkannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma Banilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
kedatangan Ayah mertua
..."Ya sudahlah, walau dia teman kita, tapi dia tetap harus mendapatkan hukuman Ko, bahkan hukuman penjara buatnya tidak akan sebanding dengan apa yang di rasakan Ajeng." Ucap Damar, Riko pun hanya menganggukan kepala tanda setuju....
..."Kamu tau ko, saat ini Ajeng hamil, dan aku sama sekali tidak tau benih siapa yang tumbuh di rahim istriku, aku hanya bisa berharap kalau dia benar benar anakku." Sambungnya penuh harap....
...***...
"Astagfirullah, aku turut prihatin ya Dam." Ucap Riko menatap kasihan pada sahabatnya ini.
"Iya Ko, sebenarnya aku juga bingung harus bagaimana, terkadang aku berpikir untuk meninggalkan Ajeng, tapi setiap melihat wajah Ajeng, aku tidak sanggup untuk meninggalkannya, bahkan setiap dia menangis rasanya hatiku ikut hancur Ko." Keluh Damar.
Riko melihat betapa hancurnya Damar saat ini, tapi bagaimana pun Riko tidak ingin sahabatnya salah mengambil keputusan, walau bagaimana Ajeng itu wanita baik, dia tidak pantas di sakiti.
"Dam, kamu harus ingat, apa yang di alami Ajeng bukan keinginannya, jangan menghukumnya Dam, dia tidak bersalah, aku harap kamu mengerti apa yang aku maksud." Ucap Riko mencoba memberi pengertian pada Damar.
"Kamu benar Ko, kalau aku meninggalkannya sama saja aku menghukumnya, padahal dia tidak bersalah, semua yang terjadi bukan salahnya, aku tidak boleh menghukumnya, justru aku sebagai suami harus selalu mendampinginya." Ucap Damar.
"Syukurlah kalau kamu mengerti, dia istrimu Dam, artinya anak yang dia kandung adalah anakmu, terlepas dia dari benih mu atau bukan, tapi dia tetaplah anak kalian." Ucap Riko menasehati Damar.
"Iya ko, aku pasti akan menerima anak itu walau pun ternyata dia bukan dari benihku tapi aku akan tetap menyayangi anak itu, karena aku Ayahnya." Ucap Damar yakin.
"Damar." Teriak seseorang.
Damar pun menoleh ke belakan, namun dia begitu terkejut menatap seorang laki laki yang sedang berjalan ke arahnya.
"Papah." Lirih Damar.
Damar dan Riko berdiri menyambut kedatangan Pak Adhitama. Mereka berdua mencium tangannya secara bergantian.
"Papah sedang apa disini?" Tanya Damar.
"Papah baru selesai meeting dengan klien Nak." Jawab laki laki yang ternyata adalah Pak Adhitama Ayah dari Damar.
"Damar, ada yang ingin papah bicarakan sama kamu." Sambung Pak Adhi.
"Ada apa Pah?" Tanya Damar.
Pak Adhi menatap ke arah Riko, Riko yang mengerti pun langsung pamit pulang karena takut menggangu anak dan Ayah yang sudah lama tak bertemu.
"Dam, sepertinya aku harus segera pulang, kapan kapan kita ngobrol lagi ya." Ucap Riko mengambil tas hitam yang ada di belakangnya.
"Ya Ko, terimakasih ya atas bantuannya." Ucap Damar yang mengerti bahwa Riko ingin memberi ruang padanya untuk berbicara empat mata dengan papahnya.
"Sama sama Dam." Ucap Riko segera bangun.
"Om, saya pulang dulu ya, Assalamualaikum." Pamit Riko mencium tangan Pak Adhi sebelum akhirnya berlalu pergi.
Damar menatap kepergian sahabatnya hingga sahabatnya menghilang dari pandangannya.
"Damar, Bisakah kamu kembali ke rumah dan bekerja di perusahaan lagi?" Pinta Pak Adhi to the point.
"Apa papah dan mamah sudah bisa menerima istriku?" bukannya menjawab, Damar justru bertanya balik.
"Damar, apa istrimu lebih penting dibanding mamahmu yang sudah melahirkan kamu, kami yang sudah merawat kamu dari kecil Damar, kenapa kamu lebih memilih istrimu daripada kami." Protes Pak Adhi yang merasa kecewa pada anaknya.
"Pah maaf, bukan maksud Damar menjadi anak durhaka, tapi Damar tidak bisa meninggalkan Ajeng Pah, dia istriku, emang mamah yang melahirkan aku, tapi Ajeng juga akan melahirkan anakku Pah." Ucap Damar.
"Apa maksudmu Damar?" Tanya Pak Adhi.
"Pah, saat ini Ajeng hamil anak Damar, jadi mana mungkin Damar meninggalkannya Pah." Jawab Damar.
"Apa? Ja.. jadi Ajeng hamil?" Kaget Pak Adhi.
"Iya Pah, saat ini Ajeng sedang mengandung, terlepas dari itu Damar juga sangat mencintai Ajeng Pah, Damar tidak akan pernah meninggalkan Ajeng sampai kapanpun." Ucap Damar.
Pak Adhi yang mendengar menantunya tengah hamil tidak bisa berkata apa apa, walau dia tidak menyukai menantunya, tapi anak yang ada di kandungan Ajeng adalah cucunya.
"Pah, Damar akan kembali jika papah dan mamah bisa menerima Ajeng dan juga anak kami." Sambung Damar saat melihat Pak Adhi hanya terdiam.
"Damar harus pulang Pah, Ajeng lebih membutuhkan Damar. Assalamualaikum." Pamit Damar yang segera berlalu meninggalkan Pak Adhi yang masih diam terpaku.
"Damar tunggu." Ucapnya menoleh ke belakang saat tersadar dari lamunannya, namun ternyata Damar sudah berjalan cukup jauh.
"Ajeng hamil? itu artinya aku akan memiliki seorang cucu." Ucapnya tanpa sadar mengukir senyum di bibirnya.
***
"Sayang kamu ngapain?" Tanya Damar saat sampai rumah melihat sang istri sedang membersihkan teras rumah.
"Mas, aku bawa Sapu, sudah pasti aku lagi nyapu, ngga mungkinkan aku bawa sapu pas aku lagi masak." Celetuk Ajeng mengangkat sapu yang ada di tangannya.
"Isshhh kamu ini." Damar turun dari motor langsung menghampiri sang istri mengacak rambut Ajeng yang selalu bisa membuatnya tersenyum.
"Maksud aku ngapain kamu nyapu, kan mas tadi bilang kamu jangan mengerjakan pekerjaan apapun, kamu istirahat saja." Ucap Damar.
"Ya habis gimana Mas, aku bosan tiduran terus. tapi aku cuma nyapu teras aja Mas, kalau dapur belum, soalnya masih agak banjir, aku takut terpleset." Ucap Ajeng.
"Iya jangan sayang, nanti biar aku yang bersihkan, sekarang kamu masuk, aku bawakan kamu siomay, tadi aku lihat di jalan ada tukang somay terus aku ingat kamu, jadi aku beli aja." Ucap Damar memberikan kantong kresek hitam yang berisi dua bungkus siomay.
"Terimakasih ya Mas, kamu memang selalu tau apa yang aku pengen." ucap Ajeng menerima kresek itu dengan senang hati.
"Sama sama sayang, kita masuk ya." Ucap Damar merangkul sang istri dan membawanya masuk ke dalam rumah.
"Kamu tunggu disini, Mas ambilkan piring dulu." Ucap Damar segera masuk ke dapur mengambil dua piring dan dua sendok. Sementara Ajeng segera duduk di kursi.
Setelahnya, damar kembali ke ruang tamu dan duduk di kursi yang ada disana, membuka satu bungkus somay lalu meletakkannya pada piring dan memberikannya pada Ajeng yang duduk di sampingnya.
Saat keduanya sedang menikmati makan somay bersama, terdengar suara ketukan pintu dari depan.
"Siapa ya Mas?" Tanya Ajeng dengan mulut yang masih penuh dengan somay menoleh ke arah pintu.
"Ngga tau sayang, kamu habiskan saja ya somay nya, Mas mau lihat siapa yang datang." Jawab Damar yang segera bangun lalu berjalan ke arah pintu.
Damar sedikit tertegun melihat seseorang yang datang setelah membuka pintunya.
"Pa.. pah, kok papah bisa ada disini?" Tanya Damar terbata.
"Ajeng mana Nak?" Pak Adhi tak menjawab justru mencari menantunya.
"Ajeng? Papah ada perlu apa dengan Ajeng?" Tanya Damar heran.
"Papah hanya ingin melihat menantu Papah, Damar." Ucap Pak Adhi menerobos masuk ke dalam.
Pak Adhi tersenyum saat melihat Ajeng yang begitu lahap makan somay. Pak Adhi berjalan mendekati Ajeng. Damar menutup pintu lalu segera menyusulnya, takut sang papah menyakiti istrinya.
"Papah." teriak Damar saat mengejar papahnya.
Ajeng yang mendengar teriakan Damar menoleh ke belakang, dan betapa terkejutnya Ajeng saat melihat Pak Adhi sudah berada di belakangnya.
"Om Adhi." Lirih Ajeng segera bangun menatap Pak Adhi, namun setelahnya Ajeng segera menundukan kepalanya.
Ajeng begitu takut Papah mertua yang tidak pernah mau menerima dirinya sebagai menantu akan marah padanya. Dan Ajeng bisa menebak jika kedatangannya kesini pasti ingin meminta Damar untuk meninggalkannya, karena hanya itu permintaan beliau pada Ajeng.