Aku hanya seorang figuran dalam kisah cintamu. Tapi tidak apa-apa, setidaknya Aku masih bisa melihatmu. Aku masih bisa menyukaimu sebanyak yang Aku mau. Tidak apa-apa Kamu tidak melihatku, tapi tetap ijinkan Aku untuk melihatmu. Karena keberadaanmu bagai oksigen dalam hidupku. (Khansa Aulia)
*Update Senin-Sabtu
*Minggu Libur 😁
^ErKa^
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ErKa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 31 - Lamaran Yang Sesungguhnya
"Kemarikan tasku Mas."
"Nggak apa-apa. Tanganku kosong. Aku bisa membawakannya untukmu." Andre bersikeras.
Aku benar-benar tidak enak hati. Andre merupakan orang kedua dengan jabatan tertinggi di kantorku. Apa yang akan di pikirkan karyawan yang lain bila melihat orang nomor dua itu sedang menenteng tas wanita?
Tidak ingin merusak citra Andre, Aku dengan cepat langsung mengambil tasku dan membawanya sendiri. Andre tampak tidak suka dengan perbuatanku.
"Jaga martabatmu di depan anak buah Mas. Ini masih di area kantor."
Andre tersenyum kecil mendengar perkataanku.
"Kalau berhubungan denganmu, Aku rela tidak memiliki martabat sekalipun Sha." Aku ingin tertawa mendengar kata-kata gombalan itu, namun begitu melihat ekspresi serius di wajah Andre, Aku menahan tawaku.
"Ehem... Ayo Kita pulang Mas..." Aku berjalan mendahului Andre.
"Kita mampir makan dulu Sha. Aku lapar." Andre menyusulku. Dia memegang perutnya, membuat gerakan yang menyatakan lapar. Mau tidak mau Aku menurutinya.
Di parkiran, Andre lagi-lagi membukakan pintu mobil untukku. Bukannya terenyuh dengan sikapnya, Aku malah berpikiran negatif.
"Semua pria akan melakukan apapun demi mendapatkan hati wanita pujaan, bahkan jika harus menghamba."
Andre menyetir mobil, menyeruak kepadatan lalu lintas kota Surabaya. Di dalam mobil Kami berbasa-basi masalah pekerjaan. Hanya membicarakan pekerjaan pembicaraan Kita akan nyambung dan lancar.
Sekitar setengah jam kemudian, Andre menghentikan mobilnya di salah satu restoran bernuansa romantis.
"Tidak makan di pinggiran saja Mas?"
"Nggak Sha. Sekali-kali pengen makan romantis sama Kamu. Ayo Kita masuk." Andre ingin menggandeng tanganku, namun Aku mendahuluinya. Aku tidak terbiasa dengan sentuhan itu.
Akhirnya Andre dengan pasrah mengikutiku. Suasana restoran tampak temaram. Nuansa romantis bertebaran di sana-sini. Rata-rata tempat itu dipenuhi oleh para pasangan.
Andre memilih meja yang menghadap taman restoran. Dia menarik kursi untukku, membiarkanku untuk duduk dengan nyaman. Lagi-lagi sikapnya yang seperti ini membuatku berpikir negatif. Aku benar-benar tidak suka perlakuan berlebihan seperti ini.
Begitu Kami duduk, seorang pelayan datang membawa menu. Kami memesan ini-itu. Sembari menunggu pesanan datang, Kami berbasa-basi masalah pekerjaan.
Setengah jam kemudian, makanan yang Kami pesan datang. Sembari makan, yang Kami bahas tidak jauh-jauh dari pekerjaan. Membahas target yang harus dikejar per triwulan dan lain sebagainya. Hingga tak terasa Kami sudah menghabiskan makanan Kami.
Aku mulai bersiap-siap untuk pulang ketika Andre memegang tanganku.
"Sha, duduk dulu." Aku menatap Andre dengan bingung, namun akhirnya Aku mrnuruti permintaannya. Aku kembali duduk dengan tenang.
"Ada apa Mas?"
"Kenapa buru-buru?"
"Kita sudah selesai makan Mas. Menurutku tidak perlu berlama-lama lagi di sini."
"Sha..."
"Iya Mas?" Aku menatap Andre yang menatapku dengan tajam. Terkandung maksud tertentu dibalik tatapan matanya.
"Ingat dengan perkataanku tadi pagi?"
GLEG
Aku kembali menelan ludah. Perasaan pengap dan sesak mulai menguasaiku. Aku diam tidak menjawab.
"Sha... Aku serius padamu. Aku sayang sama Kamu Sha. Aku ingin Kamu menjadi istriku, ibu dari anak-anakku. Sha... Maukah Kamu menikah denganku?"
Tiba-tiba Andre berlutut di sebelahku sembari mengeluarkan cincin dari balik sakunya. Aku benar-benar terkejut!!
Tubuhku terasa kaku. Lidahku menjadi kelu. Aku tidak bisa bergerak. Mulutku seperti terkunci, tak bisa berkata-kata. Aku menatap Andre dengan tatapan tidak percaya.
Ring... Ring... Ring...
Aku diselamatkan oleh bunyi ponselku.
"Ahh... A-aku harus menjawab panggilan ini Mas..." Aku meraih tasku dan mengambil ponsel untuk melihat siapa yang menghubungiku. Ternyata Ayah. Beliau melakukan panggilan video. Syukurlah, ayah menyelamatkanku dari situasi canggung ini.
"Assalamu'alaikum Ayah..." Aku melambai-lambaikan tanganku.
"Wa'alaikumsalam. Lagi dimana Nduk?" tanya Ayah sembari melihat sekitarku. Tampak ibu juga ikut bergabung bersama ayah.
"Ini lagi diluar Yah. Lagi makan."
"Sama siapa Nduk?" Aku tak sengaja menjatuhkan sendok. Aku berusaha mengambil sendok itu. Tanpa Aku sadari ponselku menangkap keberadaan Andre yang sudah duduk di depanku.
"Oh sama calon ya Nduk? Kapan dibawa kesini? Ayah nggak sabar mau kenalan sama calon mantu..."
"Iya Nduk. Kapan Kamu bawa kesini? Ibu sama Ayah sudah pengen gendong cucu. Cepat menikah Nduk. Jangan buat Kami menunggu terlalu lama. Mumpung Kami masih kuat gendong cucu nih." Ibu tiriku yang baik hati juga ikut-ikut menimpali. Wajahku sudah memerah seperti kepiting rebus.
"Arahkan ke calonmu Nduk. Kami ingin kenalan." kata Ayah.
Ya ampun, Aku benar-benar sangat malu. Aku tidak berani memandang wajah Andre. Pria itu tiba-tiba mengambil ponselku dan berbicara dengan kedua orangtuaku.
"Assalamu'alaikum Bapak, Ibu... Perkenalkan, nama Saya Andre. Saya teman kantor Khansa sekaligus pacarnya. Saya serius terhadap putri Bapak. Ijinkan Saya bersamanya..." Andre berbicara dengan sangat sopan dan penuh dengan permohonan. Memohon ayah dan ibuku untuk menerimanya.
Tampak ayah dan ibu sangat suka dengan Andre. Mereka sangat antusias dengan keberadaan Andre. Ya, mereka akan selalu antusias dengan pria yang berada di sekitarku, tak terkecuali saat ini.
Sudah hampir dua tahun orangtuaku selalu menerorku untuk segera menikah. Alasannya selalu sama, mereka ingin segera menggendong cucu. Alasan lainnya, mereka ingin ada yang menjaga dan melindungiku. Padahal tanpa itupun Aku bisa melindungi diriku sendiri.
Apa pernikahan benar-benar tujuan akhir kebahagiaan seseorang? Padahal tanpa pernikahan pun Aku sudah cukup menikmati hidupku. Sejauh ini Aku baik-baik saja hidup tanpa pria. Apa dengan kehadiran seorang pria akan membawa pengaruh besar terhadap hidupku?
"Kapan kalian ke rumah? Nduk... Kapan Nak Andre dibawa ke rumah? Kapan mau dikenalin ke ayah?" Perkataan ayah membuyarkan lamunanku.
"Ehm... Kapan-kapan... Ayah, Ibu sudah makan belum? Tadi makan apa? Fian bagaimana kabarnya? Apa dia masih sering putus nyambung dengan pacarnya? Apa...bla-bla-bla..." Aku melakukan segala cara untuk mengalihkan perhatian orangtuaku pada Andre. Banyaknya pertanyaan yang kulontarkan sedikit mengalihkan perhatian mereka. Kami mengobrol ngalor-ngidul. Percakapan itu selesai setengah jam kemudian.
"Emm... Maaf ya Mas, tadi teleponannya kelamaan."
"Iya, nggak apa-apa Sha. Aku senang bisa mengobrol dengan orangtuamu. Kapan Kita akan menemui beliau?"
"Eh Mas, sepertinya sudah malam. Kita pulang sekarang yuk." Aku buru-buru berdiri. Menghindari tatapan mata Andre yang tampak putus asa. Akhirnya mau tidak mau dia ikut berdiri dan berjalan di sampingku.
Andre tampaknya sangat kesal. Di sepanjang perjalanan dia terdiam.
Aku mengerti perasaan Andre. Pria itu tengah melamarku, namun Aku tidak memberikan jawaban, malah mengalihkan pembicaraan. Pria mana yang tidak kesal diperlakukan seperti itu?
Di sepanjang perjalanan Kami sama-sama terdiam. Kami sibuk dengan pikiran masing-masing. Perasaan lega menghampiriku ketika mobil sudah memasuki area perumahan.
Aku buru-buru membuka pintu mobil sebelum Andre melakukannya.
"Terima kasih atas makan malamnya Mas. Aku masuk dulu ya."
Andre tampak ingin mengatakan sesuatu, namun sejenak kemudian dia mengurungkan niatnya. Dia keluar dari mobil dan berjalan menghampiriku.
"Ya, istirahatlah. Besok Aku jemput lagi. Jangan kemana-mana."
"Besok Aku bisa berangkat sendiri Mas."
"Jangan membantah. Kunci mobilmu ada padaku Sha. Istirahatlah." Andre membelai kepalaku. Aku sangat terganggu dengan sentuhannya.
"A-aku masuk dulu Mas... Assalamu'alaikum..." Tanpa menunggu jawaban Andre Aku langsung berjalan masuk ke rumahku.
Aku tidak siap dengan hubungan ini. Aku benar-benar tidak siap. Apa yang harus kulakukan dengan lamaran Andre? Haruskah Aku menerimanya, atau menolaknya?"
***
Happy Reading 😁