Aku menatap bayangan yang terpantul dalam cermin dan tersenyum sinis pada bayangan itu.
Aku lah si itik buruk rupa itu.
Lidya Wijaya. Gadis remaja bertubuh gendut yang sering di buli teman teman nya.
Suatu hari aku bertekad untuk langsing dan cantik, tapi dengan cara yang salah.
Sekedar saran selama membaca coba sambil denger musik lagu korea Davichi "sunset" atau "forgetting you". Biar lebih seru. Soal nya Author ngetik sambil dengerin lagu itu. :)
Harap bersabar, typo bertebaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeni pebriani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33.
Aku terkejut karena mengenal laki laki itu ,ia terkejut karena terpesona oleh kecantikan ku.
"Putra?!" pekik ku dalam hati.
Aku menatap datar ke arah wanita yang akan menjadi istri papa itu.
"Ayo duduk dulu, masa ngobrol nya sambil berdiri" ucap papa sambil mempersilakan wanita itu duduk.
Apa wanita ini tulus, jangan jangan hanya mengincar harta nya papa kayak di sinetron sinetron gitu. Ah apa yang ku pikirkan sih.
"Ini putri ku, nama nya Lidya" papa memperkenalkan ku dengan mereka.
Putra seperti berpikir keras. Lidya? apa mungkin ini Lidya yang gendut itu, yang selama ini menghilang? Ah tidak mungkin, batin putra.
Gawat, bisa ketahuan kalo aku operasi plastik.
"Eh om, Lidya ini sekolah di mana?" tanya putra ke papa.
Bagus putra, lanjutkan saja permainan mu, terus saja mengorek informasi tentang Lidya. Aku mulai menatap nya sinis.
"SMA pelita" jawab papa singkat sambil tersenyum ramah.
"Oh, saya kira di SMA cahaya om, soal nya di sekolah ku juga ada siswi yang nama nya Lidya tapi dia gendut sekali badan nya, telah lama menghilang dan dinyatakan berhenti sekolah" cerita putra sambil mata nya tidak lepas melirik ku.
Aku cuek seolah tidak kenal.
Papa hanya tersenyum tidak menanggapi cerita putra, karena papa fokus memandang wanita itu.
Lalu aku tersenyum menang karena putra tidak mendapatkan jawaban dari pertanyaan nya itu.
"Oh ya, kenalkan saya Mona dan ini anak saya, putra adimarwan, semoga kalian bisa akrab yah " ujar Tante Mona kepada ku.
Apa? akrab? putra itu salah satu musuh ku dia sekolah, bisa bisa nya ia akan menjadi saudara untuk ku, oh tidak.
"Emm, aku Lidya, salam kenal tante Mona dan putra" Jawab ku ketika papa mulai mencubit kecil belakang ku karena aku cuek. Aku pun tersenyum palsu di hadapan mereka.
Putra menatap ku dari ujung rambut hingga ujung kaki seperti hendak menyelidiki.
Aku pura pura tidak mengenali nya. Jika suatu saat nanti ketahuan itu urusan belakangan deh.
Papa asik ngobrol dengan mama nya putra. Ia terlihat sangat bahagia, aku menatap nya jijik jika mengingat kekerasan yang ia lakukan selama ini pada ku.
Harus nya ia di penjara sekarang.
"Mengapa kau memandang ayah mu seperti itu?" bisik putra.
"Bukan urusan mu" balas ku.
Putra langsung mengenali suara itu.
Itu suara Lidya gendut.
"Siapa kau sebenarnya?" tanya putra.
"Haha, aku Lidya Wijaya, wanita cantik penerus dari pengusaha terkenal se Asia tenggara" jawabku.
Putra terdiam sesaat, semua terasa ganjil, ia seperti Lidya tapi juga tidak.
Lidya Wijaya? nama mereka sama persis. Hanya fisik nya saja yang berbeda.
"Apa sebenar nya yang ingin kau tau tentang aku" tanya ku menantang putra.
Ia terlihat berpikir keras.
"Entah lah, aku hanya penasaran dengan teman sebangku ku, yang menghilang, maaf telah menghubungkan mu dengan nya" ujar putra.
"Kenapa jika dia ingin pergi, apa kau akrab dengan nya?" pancing ku.
"Tidak juga, aku kasihan pada nya, aku khawatir?" jawab nya.
Apa?! khawatir? bukan kah kamu juga salah satu manusia yang kasar terhadap Lidya di sekolah? batin ku.
Aku menghentikan obrolan dan memotong stik daging sapi panggang ku perlahan.
Putra menatap ku curiga.
Papa dan Tante Mona juga sedang asik ngobrol sambil menyantap makan malam mereka.
"Sayang sekali kita akan jadi saudara, padahal kamu cantik sekali untuk di jadikan pacar" seru putra tiba tiba.
Aku sedikit tersipu tapi berusaha cuek.
Papa tersenyum mendengar putra memuji ku.
Setelah operasi plastik aku dan papa buat perjanjian untuk merahasiakan identitas lama ku. Hanya saja aku tidak sempat mengganti nama baru di KTP jadi masih memakai data lama. Tapi aku sudah pindah sekolah setidak nya tidak akan ada yang mengingat dan mengenal ku.
Setelah selesai makan malam kami pun pulang.
Mobil melaju kembali ke rumah, suasana malam tanpa bintang. Kemana pergi nya bintang kali ini?
Keesokan hari nya.
Aku duduk di bangku ku lebih awal dari biasa nya.
Penghuni kelas baru 3 orang.
Adit pun datang. Di susul di belakang nya ada wanita cantik. Aku tersentak dan bangkit dari duduk ku.
"Mai!?" pekik ku nyaring. Adit pun menoleh ke arah ku.
Mai, aku yakin itu Mai. Tapi kenapa Mai mengabaikan ku?
"Mai?" panggil ku lagi sambil mendekat ke arah nya.
Ia menatap ku heran seolah tidak pernah Bertemu sebelum nya.
"Dit, dia siapa sih?", tanya Maisaroh pada Adit.
"Oh, ini Lili, murid baru di kelas kita" jawab Adit.
Maisaroh menatap ku bingung.
"Mai, kemana saja selama ini, kenapa menghindari ku" tanya ku.
"Maksud kamu apa sih, kita saja baru bertemu, aku tidak mengenal mu" pekik Maisaroh sambil menepis ku hingga aku hampir jatuh.
"Maaf lili, mungkin kamu salah orang, Maisaroh emang gitu, agak galak orang nya, maklumi ajja " ujar Adit.
Aku menatap nya bingung. Dia jelas jelas Mai, kenapa dia seolah tidak mengenal ku, dia bahkan tau tempat tinggal ku. Dia pernah ke rumah ku. Semua terasa ganjil, Mai tau aku operasi plastik, dia bahkan bisa mengenali wujud baru ku tanpa ku beri tau.
Aku tidak mau menyiakan kesempatan ini.
"Mai, aku mau bicara, tolong dengar kan aku. Kamu ingat kita pernah bahas operasi plastik!!!" pekik ku.
Maisaroh terlihat sangat terkejut.
Ia mulai tertarik bicara dengan ku.
Ia menarik ku keluar kelas menuju atap sekolah.
"Apa yang kau tau tentang Mai?!! Kapan dia berteman dengan mu!!" Mata Maisaroh mulai berkaca kaca.
Aku pun bingung melihat nya.
Sekitar 2 bulan lalu kau menyelamatkan aku, kau mengira aku akan bunuh diri. Sejak itu kita berteman, walau singkat tapi aku ingat. Kau ada mana pun. Setelah berhasil operasi kau selalu menatap ku sambil tersenyum.
Air mata Maisaroh mulai turun.
Aku semakin tidak mengerti.
"Kenapa kau menangis mai?" tanya ku.
"Aku bukan mai" jawab nya sambil mengusap air mata nya.