Susah payah Bellinda Baldwig mengubur cintanya pada mantan suami yang sudah menceraikan enam tahun silam. Di saat ia benar-benar sudah hidup tenang, pria itu justru muncul lagi dalam hidupnya.
Arsen Alka, berusaha mendekati mantan istri lagi saat mengetahui ada seorang anak yang mirip dengannya. Padahal, dahulu dirinya yang menyia-nyiakan wanita itu dan mengakhiri semuanya karena tidak bisa menumbuhkan cinta dalam hatinya.
Haruskah mereka kembali menjalin kisah? Atau justru lebih baik tetap berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NuKha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 23
Sudah tiga hari ini Arsen merasa sepi. Dia tidak bertemu anaknya atau mantan istri juga. Entah pergi ke mana dua orang itu. Hampir setiap hari ia datang ke sebelah untuk bertamu, menekan bel berkali-kali, tapi tidak ada respon sedikit pun.
Hampa rasanya ketika tak mendengar suara Colvert dan berdebat dengan anak itu. Biasanya kalau putranya sudah berada di apartemen, pasti akan menendang pintu unitnya. Entah untuk apa, mungkin meluapkan rasa kesal. Setidaknya dengan cara itu ia tahu kalau mereka sudah pulang.
Tapi, tiga hari ini benar-benar hilang keberadaan dua manusia itu. Membuat Arsen resah selama seharian penuh. Beberapa saat lalu juga sudah mencoba menekan bel unit sebelah, tetap tak ada respon.
Mau bertanya ke Steven, malu, gila saja, mau ditaruh mana harga dirinya. Arsen benci sekali dengan pria itu. Tidak suka tiap kali melihat saat dekat-dekat anaknya atau mungkin ketika bersama mantan istrinya juga.
Arsen mendengus. Tidak mungkin dia cemburu, kan? Untuk apa juga, toh Bellinda hanya mantan. Ya ... ya ... selalu saja mencoba menampik itu.
“Atau aku coba ke restoran cepat saji yang pernah Colvert katakan saat itu?” gumam Arsen. Dia teringat kalau putranya pernah memberi tahu jika Bellinda memiliki bisnis restoran bernama CoBell.
Duda satu itu pun lekas keluar apartemen. Dia tidak bisa berdiam diri terus sementara anak dan mantan istrinya hilang entah ke mana.
Ada perasaan khawatir, siapa tahu terjadi hal buruk pada salah satu atau mungkin keduanya. Arsen merutuki diri karena tidak meminta nomor Bellinda sehingga tak bisa bertanya melalui pesan atau telepon.
Selama di Amsterdam, dia membeli mobil supaya mudah kalau mau bepergian. Walau kesibukannya juga perlu pulang pergi ke Helsinki mengurus bisnis.
Niatnya baru akan kembali sampai ia mendapatkan apa yang selama ini sudah mengganjal dalam hati. Saat ini biarlah kerepotan. Apa lagi susah sekali mengambil kepercayaan putranya. Sampai sudah satu bulan pun belum mendapat pengakuan. Teman-temannya juga semua memilih meninggalkannya sendirian di negara orang.
Tiba di restoran cepat saji CoBell, Arsen langsung turun. Sapaan ramah menyambut kedatangannya. Tapi dia tetap datar tak membalas sedikit pun.
Seharusnya pengunjung datang untuk memesan makanan. Menu yang ada di sana tertera jelas menjual burger, hot dog, chicken, dan berbagai sajian yang bisa dihidangkan dalam hitungan menit bahkan detik. Tapi, Arsen justru menatap seorang karyawan yang tadi menyapa.
“Aku mencari Bellinda Baldwig, dia pemilik restoran ini, kan?” ucap Arsen dengan suara dan sorot mata dingin.
“Nona Baldwig sedang tak di sini, Tuan.” Tetap dijawab ramah.
“Pergi ke mana?”
“Putranya sedang sakit. Jadi, dia hanya datang sebentar untuk mengecek, lalu pergi lagi.”
Arsen langsung tercengang mendengar informasi itu. Pantas saja akhir-akhir ini gelisah sekali saat tidak bertemu si arogan Colvert. “Kau tahu dirawat rumah sakit mana?”
“Kurang tahu. Mungkin bisa dicari saja ke OLVG. Nona Baldwig kalau sakit biasa berobat ke sana.”
Arsen mengerutkan kening. “OLVG?” tanyanya bingung dan tidak paham istilah apa itu. Bahkan tidak terdengar seperti nama sebuah rumah sakit.
“Ya. Onze Lieve Vrouwe Gasthuis.” Dia menyebutkan kepanjangan dari singkatan nama rumah sakit itu.
“Oke.” Namanya juga si pria arogan, sudah diberi informasi, main pergi saja tanpa terima kasih.
Arsen langsung menuju tempat yang dimaksud. Dia tidak tahu anaknya benar dirawat di sana atau tidak. Jadi, bertanya ke resepsionis.
“Halo, aku ingin menjenguk pasien bernama Colvert, ada di ruangan mana?” tanya Arsen.
“Nama belakangnya?” tanya seorang wanita yang diajak bicara oleh Arsen.
Bibir duda itu bungkam. Dia tidak tahu kepanjangan dari nama anaknya. Sebatas Colvert saja yang ia tahu selama ini.
Daddy macam apa aku ini. Arsen sampai mengumpat dalam hati.
“Memangnya ada berapa Colvert yang dirawat di sini?” Arsen justru balas bertanya. Itu adalah salah satu metode yang ia gunakan supaya lawan bicaranya memberi tahu.
“Satu.”
“Nah, ya sudah, untuk apa bertanya. Sudah pasti itu orangnya.” Masih sempat-sempatnya Arsen ketus di sana.
“Pasien atas nama Colvert Alka, VIP tiga.”
Arsen tertegun saat mendengar nama panjang anaknya. “Bisa kau ulangi?” Dia sampai ingin memastikan sekali lagi, siapa tahu telinga salah menangkap informasi.
“Colvert Alka berada di ruang VIP tiga.”
Arsen masih tidak menyangka, melangkah pun dengan sorot mata kosong. Bellinda memberikan Colvert nama belakangnya. Dia pikir, mantan istri akan menghilangkan identitasnya karena sudah tidak memiliki ikatan pernikahan. “Ternyata penilaianku selama ini ... salah.”
🤣🤣🤣🤣🤣🤣