Apa reaksimu ketika tiba-tiba saja seorang gadis cantik dari planet lain masuk ke kamarmu?
Terkejut? Kaget? Ya, begitu juga dengan Nero. Hanya beberapa jam setelah ia ditolak dengan kejam oleh siswi sekelas yang disukainya, ia bertemu dengan seorang gadis mempesona yang masuk melalui lorong spasial di kamarnya.
Dari saat itulah Nero yang selama ini polos dan lemah perlahan berubah menjadi pribadi yang kuat dan menarik. Lalu membalikkan anggapan orang-orang yang selama ini telah menghina dan menyepelekannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon J.Kyora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25
Rizka memejamkan matanya, ia merasakan pelukan Nero, tangan Nero memeluk punggungnya erat.
...
Aku tidak akan mati disini, pikir Nero, perjalananku masih panjang, aku bahkan belum mengenal Eona lebih dekat, dan aku juga tidak ingin Nadia menangis.
...
Nero membalikan tubuhnya, memposisikan Rizka di atas, dan ia berada di bawah. Dalam luncuran cepat tubuh mereka menembus kabut di jurang, lalu jatuh dengan deras dengan punggung Nero tiba lebih dulu.
Bughhhhh!!
Namun alih-alih merasakan tabrakan yang keras, Nero merasakan sesuatu yang lembut menabrak punggungnya. Kemudian tubuhnya terasa terbenam, ada rasa sedikit dipantulkan, dan meluncur miring beberapa meter sebelum berhenti.
Nero membuka matanya, namun ia terkejut, sebuah benda besar datang dari atas dengan laju deras, itu akan menghantam mereka!
Dengan gerakan cepat Nero membalikan tubuhnya lagi dan memposisikan Rizka di bawah, Rizka yang tepat membuka matanya pada saat itu menjerit keras, ia melihat benda itu jatuh akan menimpa punggung Nero.
"Awaasss!!"
Tepat setelah ia memberi peringatan, suara benturan terdengar.
Brakkkkk!
Benda itu jatuh menimpa tepat di punggung Nero, lalu memantul kesamping dan meluncur diarea yang miring. Itu adalah dahan kayu tempat Rizka tersangkut sebelumnya.
Rizka terkejut, ia tidak menyangka Nero akan melakukan hal itu, ia bahkan menjadikan tubuhnya sendiri untuk melindunginya, seandainya Nero terlambat membalikkan posisi mereka, Rizka jadi ngeri membayangkan apa yang akan terjadi, tubuhnya pasti akan hancur di timpa kayu besar itu.
Ia benar-benar syok, ia bahkan lupa bahwa tubuhnya sedang ditindih tubuh Nero, bahkan pipi mereka bersentuhan, napas Rizka terengah. Air mata terus mengalir di pipinya.
"Nero ... kamu baik-baik saja?" ia berbisik, namun ia tahu berharap terlalu banyak jika Nero masih akan baik-baik saja setelah ditimpa dahan kayu itu. Kemungkinan ringan punggungnya akan patah.
Membayangkan kondisi lebih parah, ia memikirkan anak laki-laki ini mati karena menyelamatkannya, Rizka tidak mampu menahan tangis.
"Neroo..., banguun," isaknya, ia mencoba menggoyangkan tubuh Nero. Ia sangat takut dan cemas, dalam hati ia terus berdoa.
"Nero, bangun...," isaknya lagi, namun ketakutan itu semakin bertambah saat menyadari tubuh Nero tidak bergerak di atas tubuhnya.
...
Nero takjub, ia tidak merasakan apa-apa, hanya sedikit rasa sakit. Rasanya hanya seperti ia jatuh dari atap malam itu, efek kolam susu Eona benar-benar luar biasa membuat tubuhnya menjadi sangat kuat.
Namun tiba tiba Nero teringat kembali di mana ia berada. Mengangkat wajahnya, ia menjadi gugup melihat posisi dirinya menindih tubuh Rizka.
Rizka menatap Nero tak percaya, Nero masih bisa bergerak, ia tidak terluka? Rizka memperhatikan wajah Nero.
Namun tiba-tiba tubuhnya bergetar hebat.
Mata Nero!
Ia seperti mengalami dejavu, ketika malam itu pandangannya secara tidak sengaja menatap mata penolongnya, siluet itu seperti dua buah gambar yang menyatu dan saling mencocokan diri satu sama lain.
Menyadari keterkejutan Rizka, Nero spontan melepaskannya, dengan cepat ia berdiri dan menjauh.
Rizka terus memandangnya, tatapannya penuh keterkejutan.
Tidak hanya dia terkejut dengan Nero yang tidak apa-apa setelah ditimpa kayu, bahkan merasakan kejadian malam itu terulang kembali. Ekspresi gugup di mata penolongnya sama persis dengan ekspresi Nero.
Nero mengabaikan Rizka yang tertegun.
Melihat tempatnya terjatuh, itu adalah tumpukan daun pinus yang sangat tebal, yang telah terakumulasi selama entah telah berapa tahun.
Daun hutan pinus yang gugur di atas tebing, semuanya jatuh dan berakhir menjadi tumpukan ini.
"Hahaha ...!" Nero tertawa,
Ia merasa gila dengan nasib baik ini, ia menjatuhkan dirinya dan terlentang di atas tumpukan tebal itu, dan terus tertawa.
Rizka melihatnya tercengang, apakah ditimpa dahan kayu itu membuatnya jadi gila?
"Nero... kamu baik baik saja?" tanya Rizka cemas, pandangannya agak terhalang kabut.
"Entahlah, alu merasa baik dan buruk sekaligus ," jawab Nero.
Rizka akan mendekatinya, namun ia merasakan kakinya sakit sekali, bahkan ia tidak dapat mengambil satu langkah pun. Ia telah merasakan sakit ini sejak jatuhnya pertama kali tersangkut di pohon.
"Kakiku sakit," ia mengerang memegang pergelangan kakinya.
Nero mendekatinya, membuka sepatu Rizka, dan memeriksa.
"Kakimu terkilir," ucapnya pelan.
...
Rizka tidak percaya ia masih hidup, jatuh dari ketinggian seperti itu sangat mengerikan, membayangkannya saja ia sangat ketakutan, seandainya Nero tidak datang, ia tidak tahu apa yang akan terjadi.
Sebelum Nero tiba, ia ingat beberapa kali hampir terjatuh dari dahan itu.
Tapi, kenapa harus Nero? Ia tidak habis pikir, ia masih akan memahami jika itu Igor, tapi Nero, apa alasannya? Rizka memandang Nero yang sedang berdiri menatap ke atas tebing.
Apakah ia sebegitunya menyukaiku? pikir Rizka. Segera tatapan rumit berpendar di matanya.
"Nero ...,"
Nero menolehkan wajahnya mendengar suara Rizka, namun anak laki-laki itu tidak menjawab apa-apa, ia kembali mengamati dinding tebing.
"Apakah ... apakah kamu yang menolongku malam itu?"
Deg!
Jantung Nero berdetak, Rizka mencurigainya!.
"Aku tidak mengerti apa yang kamu katakan," elak Nero dingin.
Rizka menundukkan wajahnya, satu kakinya tertekuk, ia topangkan ujung dagunya yang lancip di atas lutut.
"Sial, kita hanya bisa kembali dengan menaiki tebing ini," kutuk Nero, "Di seberang sana juga tebing, menyelusuri celah ini kita tidak akan tahu sampainya di mana," lanjutnya frustasi.
"Aku minta maaf dengan sikapku waktu itu," Rizka tidak membalas topik Nero.
"Lupakanlah, aku sudah tidak memikirkannya," lagi-lagi suara datar Nero mengguyur hati Rizka, Nero tidak berusaha bersikap romantis dengannya.
"Aku benar-benar minta maaf," Rizka mengulangi pernyataannya.
Nero mengernyit, lalu menoleh ke arahnya, " Bisakah kamu tidak membahas itu? Kita baru saja lolos dari kematian, bahkan terjebak di tempat ini," nada suara Nero agak naik.
Rizka terkejut, entah kenapa ia menanyakan hal itu, kenapa ia memikirkan sesuatu tentang perasaan di saat seperti ini? Ia benar-benar terpengaruh dengan orang yang menolongnya malam itu, dan selalu memikirkannya, meski ia yakin orang itu adalah Nero, namun Nero menampiknya.
...
Diatas tebing beberapa orang anggota tim SAR telah datang, mereka membawa gulungan tali dan peralatan yang dibutuhkan, setelah mendengarkan informasi dari para siswa, mereka mengetahui ada dua orang di dalam jurang.
Anggota tim SAR itu melemparkan dua buah gulungan tali ke bawah, lalu dua orang menuruni masing-masing tali tersebut.
Di dasar jurang para petugas itu segera menemukan Nero dan Rizka, selain cedera terkilir di kaki Rizka, nampaknya kedua anak.itu baik-baik saja. Para petugas merasa lega.
Petugas SAR itu mengikatkan sebuah tandu di ujung tali dan menempatkan Rizka di situ, setelah memberikan isyarat lewat radio, tandu itu perlahan mulai terangkat naik. Petugas di atas tebing menarik tali itu bersama-sama.
Penyelamatan itu berlangsung cepat. Tidak sampai satu jam, Rizka dan Nero telah kembali ke hutan pinus.
Nadia dan Susan akhirnya bernapas lega, mereka sangat senang tidak terjadi apa-apa dengan Nero.
Susan memberikan sebotol air mineral kepada Nero, Nero mengambil dan meminumnya, lalu mengajak mereka berdua pergi.
"Nero!" suara Rizka terdengar memanggilnya,.
Nero menoleh, juga Nadia dan Susan, wajah Rizka terlihat tidak lagi angkuh seperti biasa, bahkan sekarang penuh kelembutan menatap Nero, namun Nero hanya melambaikan tangannya, ia bahkan tidak tersenyum, berbalik kemudian berjalan bersama kedua gadis itu.
Rizka menatap punggung Nero, Nero bahkan tidak menanyakan bagaimana keadaannya, ada rasa sedih di dalam hatinya. Ia menyesal, seharusnya tidak boleh bersikap buruk kepada siapa pun, karena mungkin saja, orang itu akan menyelamatkan nyawamu suatu hari nanti.
Stella dan Igor hanya menatapnya bingung.
...
"Jika aku yang terjatuh, apa kamu juga akan bergegas menolongku?" Nadia bertanya.
Nero berpikir sejenak, lalu menjawab,
"Tidak,"
"Tidak?," wajah Nadia memerah.
"Tidak..., karena aku tidak akan membiarkanmu terjatuh," lanjut Nero, ia memandang Nadia.
Alih-alih meledak, Nadia jadi tersenyum, tangannya refleks mencubit Nero.
"Aku percaya padamu," kata Nadia dengan hati berbunga-bunga.
Susan yang melihat, jadi senyum-senyum sendiri.
...