+Cinta satu malam】Terjebak Cinta Tuan Presdir
Deskripsi Cerita:
Alana, seorang perempuan cantik yang tumbuh dalam lingkungan keras, tidak pernah menyangka bahwa hidupnya akan berubah dalam satu malam yang tragis. Sejak kecil, ia telah kehilangan kedua orang tuanya dan terpaksa tinggal bersama bibi serta sepupunya yang memperlakukannya dengan buruk. Meskipun hidup dalam tekanan, Alana selalu menjaga kehormatan dan kesuciannya.
Namun, segalanya berubah ketika Clara, sepupunya yang licik, bersama ibunya, Sandra, menjebaknya dalam sebuah rencana busuk demi uang. Dengan tipu daya dan obat bius, mereka menyerahkan Alana kepada seorang lelaki kaya yang haus nafsu. Namun, keberuntungan tampaknya masih berpihak pada Alana—lelaki yang seharusnya menjadi pemilik tubuhnya justru mengembalikan uangnya dan pergi.
Sayangnya, Alana tetap tidak bisa lepas dari jeratan takdir. Dalam keadaan setengah sadar akibat pengaruh obat, ia terbangun di kamar hotel bersama seorang pria asing.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @Asila27, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
aku ingin Deddy dan mommy bersama
Alana yang melihat Ronal sedang duduk bersama Andra dan dira. Ia pergi ke dapur untuk membuatkan minuman Ronal. Ia sadar, ia tidak bisa membenci Ronal. Biar bagai mana pun dulu bukan kesalahan Ronal. Dirinya waktu itu sama-sama tidak sadar.
Alana menghela napas panjang saat menuangkan teh ke dalam cangkir. Pikirannya melayang ke masa lalu—ke saat-saat di mana semuanya berubah begitu cepat. Ia ingin membenci Ronal, tapi pada akhirnya, kebencian itu hanya melelahkan.
Saat ia kembali ke ruang tamu, Alana melihat pemandangan yang jarang terjadi. Ronal sedang duduk di lantai bersama Andra dan Dira, mencoba mengajak mereka bicara. Walaupun kedua anaknya masih terlihat canggung, ada sedikit rasa penasaran di mata mereka.
"Ini tehnya," ujar Alana sambil meletakkan cangkir di depan Ronal.
Ronal mengangkat wajah dan menatapnya sekilas. "Terima kasih."
Alana duduk di salah satu sofa, memperhatikan interaksi mereka bertiga. Andra yang biasanya sinis kini mulai lebih banyak bertanya. Dira, meski masih malu-malu, tampak tertarik dengan kehadiran Ronal.
"Kamu suka main bola?" tanya Ronal kepada Andra.
Andra mengangguk, meski masih menjaga ekspresinya tetap datar. "Iya. Aku juga ikut klub sepak bola di sekolah."
Ronal tersenyum. "Wah, hebat. Posisi apa yang kamu mainkan?"
"Striker." Jawaban Andra singkat, tapi ada sedikit kebanggaan dalam suaranya.
Ronal mengangguk antusias. "Dulu Deddy juga suka main bola waktu sekolah. Mungkin kita bisa main bersama suatu hari nanti."
Andra hanya mengangkat bahu, tapi Alana bisa melihat kalau anaknya mulai terbuka sedikit demi sedikit.
Dira yang sejak tadi diam akhirnya bersuara, suaranya pelan. "Kamu bisa buat boneka dari kain?"
Ronal terkejut dengan pertanyaan itu, tapi ia segera mengangguk. "Aku bisa mencoba. Dira suka boneka?"
Dira mengangguk cepat. "Aku suka yang buatan sendiri. Tante Melinda pernah buatkan satu untukku."
Ronal tersenyum hangat. "Kalau begitu, Deddy akan coba buatkan satu untuk Dira."
Alana memperhatikan semua ini dengan perasaan campur aduk. Mungkin ini awal yang baik, tapi ia tahu tidak akan semudah itu. Ronal harus benar-benar membuktikan bahwa ia pantas menjadi bagian dari hidup mereka.
Tapi untuk saat ini, Alana membiarkan momen ini terjadi momen di mana ayah dan anak mulai mengenal satu sama lain.
Alana menatap Ronal dalam diam. Ia masih sulit mempercayai bahwa pria yang dikenal sebagai pebisnis dingin dan angkuh bisa bersikap begitu lembut kepada Andra dan Dira. Biasanya, Ronal selalu terlihat tegas, penuh perhitungan, dan tak pernah menunjukkan sisi rapuhnya kepada siapa pun. Namun, saat ini—di hadapannya—ia melihat sosok yang berbeda.
Ronal menatap Dira dengan penuh perhatian saat gadis kecil itu mulai bercerita tentang boneka-bonekanya. Ia bahkan mengangguk dengan sabar, mendengarkan setiap detail kecil yang disampaikan Dira seolah itu adalah hal terpenting di dunia.
"Lalu, boneka ini aku beri nama Bubu karena dia paling lembut," ujar Dira sambil menunjukkan boneka kesayangannya.
Ronal tersenyum, lalu mengulurkan tangannya untuk menyentuh boneka itu dengan lembut. "Bubu, ya? Nama yang bagus. Sepertinya Dira memang punya selera yang bagus untuk nama boneka."
Dira tersipu, sementara Andra yang dari tadi hanya diam, akhirnya angkat bicara. "Jangan kira dengan bersikap manis seperti ini, kamu bisa dengan mudah jadi bagian dari hidup kami."
Alana menghela napas. Andra memang lebih keras dibanding Dira.
Ronal menatap anak laki-lakinya itu dengan tenang. "Aku tidak mengharapkan itu, Andra. Aku hanya ingin mengenal kalian lebih baik. Aku tahu aku tidak ada di sisi kalian sejak awal, tapi aku ingin memperbaiki semuanya—jika kalian mengizinkan."
Andra mendengus kecil, lalu menoleh ke Alana. "Mom, kamu yakin ingin dia ada di sini?"
Alana terdiam sejenak, lalu menatap Ronal. "Aku tidak ingin memaksakan apa pun. Aku hanya ingin kalian tahu bahwa kalian berhak mengenal ayah kalian."
Andra tidak menjawab, tapi ada sesuatu di matanya yang menunjukkan bahwa ia sedang mempertimbangkan kata-kata ibunya.
Ronal tersenyum kecil. "Aku tidak akan memaksa kalian untuk menerima aku. Aku hanya ingin kalian tahu bahwa aku akan selalu ada di sini kalau kalian butuh aku."
Alana yang mendengar itu merasa hatinya sedikit bergetar. Mungkin ia masih menyimpan luka, tapi melihat Ronal yang berusaha keras untuk anak-anak mereka membuatnya berpikir bahwa mungkin, hanya mungkin, Ronal benar-benar ingin berubah.
"lalu jika aku meminta kamu dan mommy bersama apakah kamu sanggup.!" Tanya Andra tiba-tiba yang membuat Alana langsung berdiri Karen terkejut, begitu pula Ronal.
Ruangan tiba-tiba menjadi hening setelah Andra melontarkan pertanyaan itu.
Alana yang tengah duduk langsung berdiri, menatap putranya dengan terkejut.
Ronal sendiri tidak langsung menjawab, terlihat jelas dari sorot matanya bahwa ia tidak menyangka akan mendapat pertanyaan seperti itu dari Andra.
Dira yang duduk di sebelah Andra hanya menatap kakaknya dengan bingung. "Kak, kenapa tanya seperti itu?" tanyanya polos.
Andra tetap menatap Ronal tajam. "Aku ingin tahu, kalau Deddy benar-benar ingin ada di hidup kami, apakah Deddy juga ingin ada di hidup Mommy? Atau Deddy hanya datang untuk kami?"
Alana menggigit bibirnya, mencoba mengendalikan perasaannya. Ia tahu cepat atau lambat anak-anak mereka akan menanyakan hal ini, tapi ia tidak menyangka akan secepat ini.
Sementara itu, Ronal menatap mata Andra dengan serius. Ia bisa melihat keteguhan hati putranya, sesuatu yang mengingatkannya pada dirinya sendiri saat masih kecil. Ia menarik napas pelan sebelum akhirnya berbicara.
"Andra… ini bukan sesuatu yang bisa Deddy jawab dengan mudah," katanya dengan suara dalam.
"Yang pasti, Deddy ingin ada dalam hidup kalian, dan Deddy ingin memperbaiki semua yang sudah terjadi." ucap Ronal sambil melirik Alana. Jujur ia ingin sekali di terima Alana. Tapi ia sadar ini terlalu cepat.
"Tapi aku bertanya tentang Mommy," potong Andra cepat. "Kalau aku bilang aku ingin kita jadi keluarga, apa Deddy sanggup?"
Alana semakin gelisah. Ia ingin menghentikan percakapan ini, tapi ia juga tahu bahwa Andra butuh jawaban.
Ronal menoleh ke arah Alana, lalu kembali menatap putranya. Ada banyak hal yang ingin ia katakan, tapi yang paling penting, ia tidak ingin memberi harapan kosong.
"Deddy ingin melakukan yang terbaik untuk kalian," jawab Ronal akhirnya. "Tapi ini bukan keputusan yang bisa Deddy buat sendiri. Mommy kalian juga harus merasa nyaman dengan itu."
Andra menatap Alana, seolah menunggu respons ibunya.
Alana menarik napas dalam, lalu melangkah mendekat. Ia berlutut di depan anak-anaknya, lalu menggenggam tangan Andra dan Dira.
"Sayang, mommy tahu kalian ingin kita menjadi keluarga yang utuh," katanya dengan lembut. "Tapi Mommy dan Deddy butuh waktu. Kita tidak bisa terburu-buru."
Andra masih terlihat tidak puas, tapi akhirnya ia mengangguk kecil. "Baiklah… tapi aku ingin Deddy janji kalau Deddy nggak akan pergi lagi."
Ronal tersenyum kecil, lalu mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala putranya. "Deddy janji Andra. Deddy akan selalu ada untuk kalian."
Alana hanya bisa menatap keduanya dalam diam. Hatinya masih penuh dengan kebimbangan, tapi satu hal yang past anak-anaknya benar-benar menginginkan kehadiran Ronal dalam hidup mereka. Dan untuk itu, mungkin ia harus mulai membuka hatinya untuk ronal… meski hanya sedikit.
1. Awal kalimat gunakan huruf kapital.
2. Penggunaan tanda baca yang tidak pada tempatnya contohnya di kalimat ini coba perhatikan lagi letak tanda bacanya.
3. Setelah ku baca chapter satu ini aku koreksi untuk penggunaan huruf kapital dan huruf kecilnya masih ada salah tempat
4. Saran aku sih banyak mampir dan baca karya-karya lainnya amati dan perhatikan penulis mereka
Sekian terimakasih🤗