bella di paksa ibu tirinya menikahi paktua kaya demi uang yang di janjikan pak tua itu. namun siapa sangka, saat di sebuah hotel, dia memberontak berusaha kabur dari paktua itu hingga bella bersembunyi di sebuah ruangan yang sedikit gelap bella kira di dalam ruangan itu tidak ada siapa siapa. ternyata seorang lelaki sedang sempoyongan karena pengaruh obat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yasbyhasbi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akan aku kubur dalam rasa cinta terhadapmu
"Mom,kenapa kau sampai segitunya membohongi Bella." kesal Richard, tangannya ia lipat di depan dada.
"Apa maksudmu membohongi Bella"
"Mom tidak usah pura pura lagi, aku tahu tadi kau sedang bersandiwara kan." tebak Richard, ibunya hampir membuat ia spot jantung karena sandiwaranya itu.
"Hehe... Mom hebat bukan." Nyonya berbangga diri dengan kemampuannya dalam mengelabui orang.
Ternyata, kejadian saat dirinya pingsan hingga di bawa kerumah sakit itu hanya sebuah sandiwara. Nyonya bekerja sama dengan pihak rumah sakit agar dirinya terlihat seperti orang yang terlihat penyakitan. Semua itu ia lakukan agar Bella merasa kasihan padanya dan mau mengikuti keinginannya.
"Ichad.... Mom melakukan ini juga karena demi kamu."
"Tapi mom, itu termasuk pemaksaan, aku tak ingin Bella mau menikah denganku karena beban darimu." jelas Richard.
"Terus maumu yang seperti apa? Mau Bella yang ngemis ngemis ingin kau nikahi begitu? Bella bukan cewek biasa yang sering kau temui, yang bahkan rela menyerahkan tubuhnya hanya untuk bisa tidur denganmu. Jika kita tidak gercep, mana bisa kau dapatkan perempuan hebat seperti dia, secara kau begitu angkuh."ucap nyonya mengejek Richard.
"Mom!" lagi lagi Richard dibuat kesal oleh ibunya itu.
"Kau jangan banyak protes, ikuti saja alur sandiwara mom."
Richard hanya pasrah dengan apa yang di lakukan ibunya itu. Dia tahu betul sifat ibunya yang selalu melakukan banyak cara demi mencapai tujuannya.
Di lain tempat, yakni apartemen yang di tempati seorang perempuan single tinggal bersama anaknya. Seorang lelaki sedang berbincang dengannya di sebuah balkon, tak lupa juga secangkir kopi yang menemani kehangatan mereka.
"Bell, kau memiliki foto ibumu?" Tanya Stefan tiba tiba.
"Aku tidak punya foto almarhumah ibu, jadi aku tidak tahu bagaimana wajah ibu yang sebenarnya." ungkap Bella, dirinya belum pernah memiliki foto mendiang ibu, bahkan ia juga tidak terlalu ingat dengan rupa wajahnya karena ibu meninggalkannya sejak ia masih sangat belia. "Kenapa kau tiba tiba menanyakan hal seperti itu." tambahnya.
"Tidak papa kok, aku hanya ingin bertanya saja." ucap Stefan. 'kenapa wajah bik Nimah itu mirip sekali dengan bu Hilda, aku masih ingat betul wajahnya.' Batinnya, ia tidak ingin mengungkapkan pada Bella apa yang ia lihat tentang bik Nimah. Pengasuh itu mirip seseorang yang sangat ia kenal sewaktu kecil dulu. Mungkin karena usia Stefan yang dua tahun lebih tua dari Bella, ia masih mengingat wajah wajah orang orang di masa kecilnya itu.
"Bell.... Aku tadi mendengar dari Garrel, katanya kau mau menikah?" Kini lelaki itu mengingat perkataan Garrel tentang pernikahan.
"Hm.... Aku ingin minta masukan persetujuan darimu."
"Kau mau menikah! Dengan siapa?" ucap Stefan dengan sedikit kekecewaannya.
Bella menjelaskan semua tentang kedekatannya juga Garrel dengan nyonya Kayle hingga nyonya meminta ia menikah dengan anaknya.
"Terus kamu menerimanya?" selidik Stefan
"Entahlah, aku juga bimbang... Entah langkah apa yang harus aku pilih."
"Dia itu orang yang baru kau kenal Bell.... Kau tidak usah peduli dengan penyakitnya."
"Tapi dia begitu baik padaku juga Garrel, aku tidak enak jika menolaknya." Gusar Bella.
"Aku juga begitu baik padamu, lebih mengerti dengan keadaanmu. Kau terimalah aku, aku tak bisa menyimpan perasaan ini lebih lama." Stefan segera berjongkok di hadapan Bella, ia mengeluarkan sebuah kotak kecil berisikan cincin berlian di hadapan perempuan itu.
"Stefan!" Bella terperanjat melihat Stefan yang dengan tiba tiba melamarnya. Kaget bukan main saat mendengar pernyataan yang berhasil keluar dari mulut sahabatnya itu.
"Bell.... Aku sudah mengangumimu begitu lama, perasaan cinta yang begitu besar terhadapmu tak bisa aku pendam lagi. Apalagi mendengar kau akan menikah, hatiku sungguh terbakar dengan api cemburu. Maukah kau menjadi kekasihku dan menikah denganku?"
"Tapi Stef..... Sungguh aku menganggapmu sebagai kakakku sendiri, tidak lebih. Maaf jika jawabanku membuat kau sedih, tapi perasaanku terhadapmu layaknya seorang adik dan kakak. Aku menganggap keluargamu sebagai keluargaku sendiri." Ungkap Bella, ia merasa tidak enak hati terhadap Stefan.
Stefan terdiam, kotak itu ia tutup kembali dan di masukkan lagi ke saku jas yang ia kenakan.
"Maaf Stefan...." ucap Bella.
"Ha...ha...ha.. Kau sungguh tertipu." sebuah tawa seorang lelaki begitu menggelegar di balkon itu,membuat Bella garuk garuk kepala karena bingung dengan tingkah laku aneh Stefan. "Kau masih sehat Stef....." Tangannya mendarat di dahi seorang lelaki yang terus tertawa. Takut sahabatnya itu sedang sakit.
"Kau ini.... Begitu mudah aku tipu."
"maksudmu?" Bella masih tidak mengerti dengan ucapan lelaki itu.
"Barusan aku mengerjaimu ha..ha...ha."
"Kau mengerjaiku... Ku kira kau benar benar naksir padaku." Bella memukul lengan Stefan sangat keras. "Kau buat aku hampir jantungan tau." cemberutnya.
"Ya ya... Maaf. Mana mungkin aku naksir sama adikku sendiri, tapi aku suka raut wajah terkejutmu itu hehe..." Stefan mengacak acak rambut Bella yang lurus terurai itu, ia merasa gemas dengan wajah cemberut wanita itu. 'aku tidak akan memaksamu untuk mencintaiku Bell, bagiku kebahagianmu itu adalah hal terpenting dalam hidupku. Biarlah aku kubur dalam rasa cinta ini terhadapmu, aku akan terus menjagamu dan menjadi pijakan untukmu.' Batinnya, memandang wajah manis seorang perempuan yang selalu menghias hatinya itu.
Sebenarnya, Stefan kembali ke negara A bukan hanya untuk mengelola kembali perusahaan ayahnya saja. Melainkan ia ingin mengungkapkan perasaan cintanya terhadap Bella dan berniat untuk langsung melamar pujaannya itu. Walau akhirnya dia di tolak mentah mentah oleh Bella, setidaknya dia menjadi merasa sedikit lega karena sudah mengutarakan apa yang ada di hatinya selama ini.
"Bagaimana, kau mau mengabulkan permintaan nyonya itu?" Tanya Stefan sembari menyeruput secangkir kopi.
"Mungkin aku akan menyetujuinya dulu. Masalah kedepannya nanti aku fikirkan lagi." Bella tak ingin buat kecewa nyonya Kayle karena menolak permintaanya, mengingat penyakit yang di idap ibu Richard itu, membuat ia tak tega harus menolak.
"Lakukanlah jika itu kemauanmu, jangan memaksakan diri Bell... Aku selalu mendukungmu."
"Mungkin cuma sebuah pernikahan, aku tidak terlalu memikirkan, toh setelah pernikahan pasti akan ada perceraian."
"Itu menurutmu Bell.... Penikahan bukan untuk permainan." Stefan mentoyor kening Bella dengan telunjuknya.
" ya itu pendapaku bukan pendapatmu " sungut Bella "Makasih Stef... Kau kakak paling the best deh... Selalu ada buat aku." Bella dengan bebasnya memeluk Stefan dan bergelayutan di pangkuan Stefan layaknya seorang adik yang manja. Ia bersyukur memiliki Stefan yang begitu peduli dan selalu mendukungnya.
'Ini yang selalu ingin kulihat darimu, engkau yang selalu ceria dan bahagia.' batin Stefan, menerima pelukan dari Bella. Ia tidak merasa risih dengan kelakuan Bella yang selalu bergelayutan di pangkuannya seperti seorang anak kecil.