✍🏻 Spin-off Dearest Mr Vallian 👇🏻
Cinta itu buta, tapi bagaimana jika kau menemukan cinta saat kau memang benar-benar buta? Itulah yang di alami Claire, gadis berusia 25 tahun itu menemukan tambatan hatinya meskipun dengan kekurangannya.
Jalinan cinta Claire berjalan dengan baik, Grey adalah pria pertama yang mampu menyentuh hati Claire. Namun kenyataan pahit datang ketika Claire kembali mendapatkan penglihatannya. Karena di saat itu juga, Claire kehilangan cintanya.
"Aku gagal melupakanmu, aku gagal menghapus bayang-bayangmu, aku tidak bisa berhenti merindukanmu. Datanglah padaku, temuinaku sekali saja dan katakan jika kau tidak menginginkanku lagi." Claire memejamkan matanya mencoba merasakan kembali kehadiran kekasih hatinya yang tiba-tiba menghilang entah kemana.
📝Novel ini alurnya maju mundur ya, harap perhatikan setiap tanda baca yang author sematkan disetiap paragraf 🙂
Bantu support dengan cara like, subscribe, vote, dan komen.
Follow FB author : Maria U Mudjiono
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 32
"Grey! Cepatlah!" seru Ben sambil mengancingkan kemejanya.
"Grey! Astaga." kesal Ben, sebab Grey sama sekali tidak bergerak dari tempat tidurnya.
"Jangan menggangguku, Ben. Pergilah jika kau ingin pergi," usir Grey tidak berminat datang ke acara pesta itu.
"Hei, kita belum pernah datang ke acara pesta rakyat biasa seperti ini. Bukankah ini akan menjadi pengalaman yang menarik?" bujuk Ben tidak ingin datang seorang diri.
"Aku tahu apa yang ada dalam otak kotormu. Ingat, jangan sekali-kali kau membawa teman kencanmu kerumah ini!" Grey memperingatkan Ben.
"Ckk, aku tidak seperti itu. Aku sudah menjadi Ben yang baru," elak Ben. "Cepatlah bersiap, sebagai tetangga baru kita harus beramah taman dengan mereka," kata Ben antusias masuk ke kamar Grey, rambut pria itu terlihat berantakan dan hanya mengenakan celana pendek terbaring diatas ranjang.
"Tidak, lagi pula aku tidak selamanya tinggal disini." Grey masih tetap dengan pendirian nya yang tidak ingin pergi ke pesta.
"Aku dengar pesta ini untuk menyambut kedatangan anggota keluarga Chevalier. Yang artinya kita bertetangga dengan penguasa pasar Eropa itu, kau yakin tidak ingin datang?" Ben mencoba mempengaruhi pikiran Grey.
"Bukankah peluang bisnis akan terbuka lebar jika kita tahu pintu masuknya," sambung Ben sambil melirik Grey.
"Keluarlah, aku akan bersiap." kata Grey membuat Ben bersorak dalam hati. Tidak sia-sia Ben beramah tamah dengan masyarakat sekitar mencari informasi tentang perubahan anggur yang luas itu.
Grey keluar kamar dengan pakaian rapih dan stylish mengenakan turtle neck hitam, celana, serta sepatu hitam senada. Meski terbalut pakaian serba hitam, namun sama sekali tidak mengurangi kadar ketampanan Grey. Pria itu malah terlihat gagah dan mempesona.
"Ayo," kata Grey mengagetkan Ben yang terpaku melihat penampilan temannya.
Kali ini Ben benar-benar merasa iri pada Grey, sebab Ben sudah memilih outfit sejak tadi siang, namun hasil penampilan nya biasa saja. Lalu kenapa Grey yang tidak melakukan persiapan apapun malah terlihat sempurna dengan pakaian serba hitamnya?.
"Ben!" bariton suara Grey kembali terdengar karena Ben tak kunjung mengikutinya.
"Tuhan, jika kehidupan selanjutnya benar-benar ada. Aku ingin terlahir sebagai orang kaya, tampan dan keren." gumam Ben berjalan menghampiri Grey dengan wajah kesal. Padahal tadi saat Grey setuju pergi ke pesta, wajah Ben berseri-seri, tapi sekarang tidak lagi.
"Ada apa denganmu?" Grey heran melihat wajah masam Ben.
"Lupakan, ayo kita berangkat." sahut Ben terdengar ketus. Grey mengangkat bahunya dan tidak perduli dengan apa yang terjadi pada Ben. Niatnya pergi ke pesta adalah membuka jalan selebar-lebarnya untuk mengembangkan bisnis di negara Prancis jika informasi yang dikatakan Ben adalah benar.
Grey ingin membangun hubungan baik dengan keluarga Chevalier, akan ada banyak keuntungan jika Grey bisa berteman baik dengan penguasa pasar Eropa itu. Bahkan bukan tidak mungkin jika nanti Grey akan meminta bantuan Chevalier untuk mencari tahu keberadaan Claire mengingat seberapa kuasa dan pengaruhnya nama besar itu.
Alunan musik folk yang santai dan klasik mulai terdengar saat Grey dan Ben menginjakkan kakinya di pelataran rumah itu. Suasana tidak begitu ramai, namun terkesan hangat dan penuh canda tawa. Tua, muda, pria dan wanita mereka menyatu dan terlihat bahagia menikmati pesta sederhana ini.
Hati Grey menghangat melihat orang-orang menari dan bernyanyi bersama-sama sambil mengitari api unggun kecil. Sepertinya mereka tidak punya beban dan benar-benar menikmati hidup dalam kesederhanaan, tidak seperti dirinya yang hidup penuh tekanan meskipun bergelimang kemewahan.
"Dulu aku juga sangat bahagia hidup sederhana," gumam Grey pelan. "Bersamanya," Grey kembali melangkahkan kakinya mengikuti Ben yang sudah menyapa para tamu lainnya. Ben terlihat akrab dan mengobrol dengan orang-orang itu, sedangkan Grey memilih mendekati meja yang penuh berbagai jenis anggur.
"Dia tetap casanova," cibir Grey melihat Ben tertawa bersama seorang wanita. Grey menyesap wine, pandangannya menyapu halaman pesta itu mencari tahu siapakah keluarga Chevalier yang dimaksud Ben.
"Claire," gumam Grey saat matanya melihat seorang wanita cantik yang selama ini dicarinya.
Grey meletakkan gelas itu dimeja dan berjalan cepat kearah Claire. Jantungnya berdetak kencang melihat wanita yang sangat dicintainya kini ada di depan mata. Padahal Grey sudah bekerja keras mencari Claire, namun hasilnya nihil. Kini saat Grey tidak berniat mencarinya, Claire malah muncul di depan matanya.
Grepppp.....
"Jangan pergi lagi, aku mohon jangan tinggalkan aku." Grey langsung memeluk Claire dari belakang.
Claire yang terkejut karena tiba-tiba ada yang memeluknya kini mematung. Claire belum melihat wajah orang yang memeluknya, tapi Claire sangat hafal suara dan aromanya.
"Grey," ucap Claire pelan. Tangannya menyentuh tangan yang melingkar diperutnya dengan kuat.
"Grey," ulang Claire. Grey mengangguk tanpa mengubah posisinya, namun dengan jelas Claire merasakan anggukan Grey. Mata indahnya mulai berkaca-kaca, Claire masih tidak percaya jika ditempat seperti ini, Grey mampu menemukan nya.
Claire membalik tubuhnya, wajahnya terangkat ingin melihat seperti apa pria yang mencuri hatinya dan membuat hidupnya terasa hampa tiga tahun ini. Tangan Claire meraba wajah tampan Grey, air matanya mengalir deras. Kini Claire bisa melihat dengan jelas wajah tampan Grey yang selama ini hanya bisa di bayangkan nya saja.
Cup...cup...cup...
Grey meraih tangan mungil Claire dan menciuminya seperti dulu. Tangan itu masih sama hangatnya seperti dulu, lalu Grey menatap dalam-dalam wajah cantik Claire yang kini berurai air mata. Wajah tenang itu nyatanya mampu memporak porandakan hidup Grey beberapa tahun belakangan ini.
"I miss you," ucap Grey pelan. Claire langsung memeluknya erat Grey dan menenggelamkan wajahnya di dada bidang Grey.
Grey memejamkan matanya dan membalas pelukan hangat Claire. Rasa rindu yang selama ini terpendam kini membuncah, tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Grey sangat bahagia karena akhirnya bisa bertemu dengan Claire, wanitanya, cinta pertamanya.
Dari tempat keramaian, di tengah-tengah orang menari riang, sepasang mata menatap tajam kearah Claire dan Grey. Dia adalah Rys, sejak pertama kali melihat Claire, pria itu memang menyukai Claire.
Claire adalah wanita pertama yang bersikap baik padanya, selain itu pembawaan Claire yang ramah dan humble semakin membuat Rys tertarik pada putri majikannya itu. Rys sama sekali tidak masalah meskipun Claire sudah memiliki Silver, apalagi Silver juga langsung dekat dengannya.
Namun, Rys melupakan sesuatu. Meskipun Claire ramah baik dan tidak memandang status sosialnya, tapi kenyataannya ada jurang pemisah antara dirinya dan Claire. Selain status sosialnya yang berbeda, Rys lupa jika sudah ada pria lain yang memiliki hati Nona nya itu.
Rys tersenyum getir menyadari kesalahannya. Tentu saja Rys salah karena jatuh hati pada Claire, hanya karena Claire ramah dan baik padanya, bukan berarti Claire juga menyukai nya. Faktanya Claire juga bersikap baik pada semua pekerja yang ada di perkebunan, Claire bahkan menganggap Daxter dan Hannah seperti orang tuanya sendiri.
*
*
*
*
*
TBC
Harry merasa tak bisa menempatkan diri, padahal Nick sudah menganggap Harry seperti sahabatnya. Gua rasa Sara Dan Nick bs menerima nya..