Cerita ini kelanjutan dari novel "Mencari kasih sayang"
Pernikahan adalah ibadah terpanjang karena dilakukan seumur hidup. Pernikahan juga disebut sebagai penyempurnaan separuh agama.
Dua insan yang telah di satukan dalam ikatan pernikahan, tapi kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Hari memiliki rahasia yang dapat menghancurkan kepercayaan Resa. Apakah dia dapat bertahan?
Resa menemukan kebenaran tentang Hari yang telah menyembunyikan kebenaran tentang status nya. Resa merasa dikhianati dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Apakah dia harus memaafkan Hari atau meninggalkannya?
Apakah cinta Resa dan Hari dapat bertahan di tengah konflik dan kebohongan? Apakah Resa dapat memaafkan Hari dan melanjutkan pernikahan mereka?
Apakah mereka akan menemukan kebahagiaan atau akan terpisah oleh kebohongan dan konfliknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ry, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30 perjuangan Hati
Pagi ini, Resa merengek minta diantar kembali ke rumah bapaknya. Sekarang mereka itu sedang di kamar, Umai sudah dibawa oleh neneknya, hanya tinggal mereka berdua di rumah. Sedangkan Haji Surya sedang pergi keluar karena ada urusan sepagi ini.
"A, aku mau menginap?" pinta Resa pelan, kemudian mengulang lagi kata-katanya. "Boleh tidak kalau nginep? Kalau A tidak mengizinkan, aku tidak akan menginap. Tapi tetep mau pergi kesana nanti balik lagi."
Hari masih sibuk memakai baju, sedangkan Resa juga sudah bersiap untuk pergi ke rumah orang tuanya. Siang ini akan mengadakan syukuran untuk pernikahan adik sambungnya. Resa sudah berganti baju dengan mengenakan gamis berwarna navy.
"A, aku nginap di rumah bapak, boleh ya? Besok kan resepsi pernikahan Wati, biar aku gak bulak-balik juga," kata Resa lagi.
Hari berpikir sejenak, "Enggak, Ai, kita akan pergi ke sana saat acara resepsi nya aja."
Resa memprotes, "Gak bisa, A. Aku pengen bantu-bantu untuk persiapan acaranya dari sekarang!"
Hari berpikir lagi, dirumah dia bikin ulah mulu sama ngidamnya yang bikin dia pusing, tapi sepi juga kalau tidak ada istri kecilnya.
"Enggak, Ai, kamu lagi hamil," tolak Hari yang merasa gamang menentukan keputusan.
Namun Resa tiba-tiba bersandar ke bahunya, dia menghela nafas panjang, kedua tangannya memeluk Hari dari samping.
"Manja sekali, Ai!" seru Hari sambil mengelus keningnya.
"Memangnya tidak boleh? Ayo, mending mana coba. Lihat aku marah atau lihat aku manja gini," ucap Resa pada sang suami.
Hari tersenyum, "Hmmm, kalau lagi marah kamu gemesin. Kalau lagi begini, makin gemesin. Tentu saja boleh, seneng malah, AA ini. Karena maunya begitu. Sekarang AA anterin kamu kalau pengen standby di resepsi nikahan Wati. Apa yang mau kamu lakukan disana? Ingat ya, kamu lagi hamil, gak boleh capek-capek."
Hari menatap kesamping pada sang istri, dengan mata yang penuh kasih sayang.
Mereka berjalan keluar rumah, Hari segera menyalakan motor sport yang sudah terparkir di halaman rumah. Setelah kedua nya naik di atas kuda besi tersebut, namun saat Hari ingin menjalankan motornya, ponsel yang berada di saku jaket kulitnya berdering.
Dia mengulurkan tangan untuk mengambil ponsel di sakunya. Resa hanya mengamati dari belakang.
(Halo, mah, iya masih di rumah ini, mau berangkat)kata Hari menjawab panggilan.
(Oh, gitu? Bentar aku bilang dulu sama Resa nya,)jawab suara di seberang telpon.
Hari melirik ke belakang, Resa menautkan alis menandakan pertanyaan.
"Mamah mau titip Umai, katanya sebentar ko gak lama. Kamu gak apa-apa kan kerumah bapaknya nanti siang," jelas Hari.
Resa tak menjawab, hanya memandang suaminya dengan ekspresi tak terbaca.
"Tolong ya, mamah mau takziah sama temen pengajian nya, ada yang meninggal," jelas Hari lagi.
"AA janji nanti setelah istirahat, AA ke pulang dulu untuk anterin kamu ke rumah bapak, ya?" kata Hari.
Resa mengangguk kecil, turun dari motor, dia menundukkan kepala, enggan menatap suaminya yang menatap Resa dengan raut wajah merasa bersalah.
Ibu Tika yang menunggu di seberang telpon menyahut, (Gimana, Har, bisa kan?)
(Iya, mah, anterin aja, aku mau berangkat kerja dulu,bentar lagi udah masuk jam kerja,) jawab Hari.
(Ya udah, mamah anterin Umai sekarang ke sana, hati-hati kamu bawa motor nya,)kata Ibu Tika.
(Iya, mah,) kata Hari mengakhiri panggilan nya.
Kemudian pamit pada Resa yang masih mematung di samping motor yang sudah menyala.
"AA berangkat kerja dulu ya, kamu baik-baik di rumah, kalau ada apa-apa telpon aja AA," kata Hari.
Resa berbalik badan dengan langkah gontai, masuk lagi ke dalam rumah. Wajahnya berubah murung, mata yang biasanya bersinar cerah kini terlihat lesu dan sedih. Tapi dia tak bisa berbuat apa-apa, meski hatinya menolak dan merasa tidak nyaman dengan keputusan suaminya.
Dia berjalan pelan menuju kamar, melepaskan sandalnya dan duduk di atas tempat tidur. Resa memandang ke lantai, pikirannya melayang jauh, memikirkan apa yang baru saja terjadi.
Dia merasa seperti tidak memiliki pilihan, seperti harus menerima keputusan suaminya tanpa bisa berdebat atau memprotes. Perasaan itu membuatnya merasa tidak nyaman dan sedih.
Resa mengambil napas dalam-dalam, mencoba untuk menenangkan dirinya. Dia tahu bahwa dia harus kuat dan tidak bisa membiarkan perasaan sedihnya menguasai dirinya. Tapi, bagaimana caranya untuk melupakan perasaan itu?
Dia berdiri dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela. Resa membuka jendela dan memandang ke luar, melihat cahaya matahari yang cerah namun tak secerah perasaannya saat ini.
Dia merasa sedikit lebih baik, tapi masih ada perasaan sedih yang menggantung di hatinya. Resa tahu bahwa dia harus melakukan sesuatu untuk mengalihkan perhatiannya dari perasaan sedih itu.
Dia berpikir sejenak, lalu memutuskan untuk melakukan sesuatu yang dia sukai. Resa berjalan menuju ruang tamu dan mengambil buku favoritnya.
Dia duduk di sofa dan mulai membaca, mencoba untuk mengalihkan perhatiannya dari perasaan sedihnya. Tapi, meskipun dia mencoba untuk fokus pada buku, pikirannya masih terganggu oleh perasaan sedih dan kecewa.
Resa merasa seperti tidak bisa menghindari perasaannya yang sensitif akhir akhir ini, seperti tidak bisa melupakan apa yang baru saja terjadi. Dia merasa seperti terjebak dalam perasaan sedih yang tidak bisa dihilangkan.
Tak lama kemudian, ibu mertuanya datang dengan menuntun Umai di tangannya. Ibu Tika masuk dan menyapa Resa dengan senyum hangat.
"Assalamualaikum, Resa.Mamah titipkan Umai dulu ya, Mamah mau ke rumah teman pengajian untuk takziah," kata ibu Tika sambil menitipkan Umai kepada Resa.
Resa tersenyum dan mengangguk, "Waalaikumsalam,Mah. Tentu saja, aku akan menjaga Umai dengan baik."
Ibu Tika memandang Resa dengan mata yang penuh kasih sayang, "Terima kasih, Mamah percaya kamu akan menjaga Umai dengan baik. Mamah tidak akan lama, hanya untuk takziah saja."
Setelah itu, ibu Tika langsung pergi, meninggalkan Resa dan Umai sendirian di rumah.Resa memandang Umai dengan senyum yang dipaksakan, mencoba untuk menyembunyikan perasaan gundah yang sering ia rasakan saat keberadaan Umai di dekatnya.
"Hai, Umai. Kamu bawa apa?" tanya Resa, mencoba untuk mengalihkan perhatiannya dari perasaan sedih yang menghantui hatinya.
Umai tersenyum dan duduk di kursi samping Resa, "Aku bawa mainan!"
"Ya udah, main gih," kata Resa, mencoba untuk memaksakan senyum di wajahnya.
Anak itu mengangguk dan meraih tas yang ia gendong di belakang punggungnya, mengeluarkan mainan yang ia bawa. Resa hanya mengamati dengan tangan yang mengelus dadanya, mencoba untuk menghilangkan perasaan gundah yang sering ia rasakan.
"Berikan kesabaran dan rasa ikhlas yang luas ya Robb. Ini memang gak mudah, tapi aku akan tetap mencoba ikhlas menerima kehadiran Umai dan demi anak yang telah Engkau titipkan di rahim ini," doa Resa dalam hatinya, mencoba untuk meminta kekuatan dan kesabaran dari Allah SWT.
Tangan yang gemetar itu mengusap air mata yang menetes di pipinya, sekuat apapun dia mencoba tetap juga air mata nya tak bisa ia tahan. Resa tidak bisa menghindari perasaan sedihnya, seperti tidak bisa melupakan apa yang baru saja terjadi.
dan hari JD suami harus peka
apalgi resa LG hamil
moodnya it sprti bunglon
g bs berpaling aq Thor😅