Simon adalah remaja berusia 16 tahun yang mempunyai pacar bernama Maria.
mereka sudah pacaran selama 3 tahun. ya, sejak SMP sampai saat ini. seluruh murid sekolah Bina Bangsa sudah tidak asing lagi dengan pasangan ini. bukan pasangan yang romantis sebenarnya namun mereka berdua sama sama berprestasi.
Simon yang pandai dalam berorganisasi dan calon ketua osis, sedangkan Maria yang berprestasi di bidang olimpiade sains.
Mari kita ikuti kisah cinta mereka disini
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon 123123tesmenulis, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Setelah Insiden
"untungnya haya retak sedikit, tidak perlu di gips. Ini ada salep dan obat pereda nyeri " ujar dokter menjelaskan kondisi Maria.
Maria menyandarkan kepalanya ke bahu ayahnya.
"its okay, besok juga sembuh" ucap Brian mencoba menghibur sang putri.
"tolong jangan terlalu banyak bergerak dulu selama 3 hari ya.. Istirahat, supaya tulang tulangnya melakukan perbaikan dengan maksimal" kembali dokter itu menjelaskan. Maria mengondak dan menatap pada ayahnya seolah bertanya 'bagaimana ini?'
Ayahnya hanya mengelus puncak kepala Maria lembut, menenangkan.
"its okay, nanti kita cari solusinya.. apakah anak saya boleh pulang dok?" Brian berbalik menatap sang dokter.
Dokter itu kembali mengangguk.
"tapi sebaiknya menggunakan kursi Roda dulu.. "
Brian mengangguk mengerti.
"kita pulang ya?"
"tas dan barang barang aku?"
"nati biar kak Mon kamu yang bawain" jawab Brian sambil menirukan gaya bicara Maria ketika menyebutkan 'kak Mon' selalu terdengar khas dan menggelikan bagi Brian yang notabenenya adalah orang tua. Namun menggemaskan bagi para kaum muda.
Sesampainya di rumah, Maria disambut Sofia.
"Sayangg..." ucap Sofia ketika Mariadatang menggunakan kursi Roda dan menangis
"apa yang terjadi?"
Maria yang sedari tadi berusaha tegar akhirnya menangis juga dihadapan ibunya. Iq menceritakan semua yang terjadi selama seminggu ini dimana Cintia yang selalu menyiksanya dan ia yang tidak mau melawan karena Cintia punya potensi besar untuk meraih mendali di OSN ini.
Ibunya hanya mengelus lembut kepala anaknya. Mengatakan bahwa semuanya akan baik baik saja.
Sampai akhirnya Maria tertidur karena kelelahan menangis.
****************
"Pa apa ga sebaiknya kita pindahkan saja Maria ke sekolah yang lebih baik?" Sofia menyentuh bahu suaminya pelan.
Brian menghela nafas.
"ga usah Ma, biarkan saja.."
"tapi paa.. Kasian Maria"
"gapapa Ma, kita tau anak kita kuat kan? "
Sofia menggeleng,
"engga pah. Aku ga kuat liat anak aku menagis kaya tadi. Ini bukan pertama kalinya Maria di bully. Dulu awal sekolah dia juga sempat di bully kan?"
Brian merangkul istrinya.
"Mama wudhu, shalat sunah gihh.. Setelah itu kita ngobrol lagi." ucap Brian
Sofia hanya mengangguk dna melakukan apa yang di perintahkan suaminya.
Diatas saadah itu dia menumpahkan semua kesedihannya.
Tin nong!
Suara bel terdengar..
Brian bangkit dari duduknya dan membuka pintu rumah.
Ternyata Simon dn Raffi.
mereka membawakan tas dan barang barang Maria.
"assalamualaikum om.."
"waaikumsalam.. Masuklah.." Brian membuka pintunya lebar.
Mereka bertiga pun masuk dan duduk di tuang tamu.
"gimana keadaan Maria om? Kakinya? Apa parah?"
Simon memberondong Brian dengan pertanyaan bahkan sebelum dia duduk.
Brian tersenyum kecil.
"duduklah.."
"Om..?" kini Raffi yang bertanya.
"Maria baik baik saja. Hanya sedikit perlu beristirahat.."
"kakinya gimana om? hasil rogtennnya?" Simon duduk dan masih bertanya apakah ada yang serius dengan luka yang dialami Maria.
"hasilnya hanya sedikit retak. Tidak terlalu berbahaya hanya janga terlalu banyak bergerak saja" jawab Brian sekenanya.
"jadi, gimana kalian udah tau siapa pelakunya?"
Simon mengngguk seraya menyerahkan handphone nya dan memperlihatkan video Cintia yang sedang menyiksa Maria.
"selama ini kita kenal dia anaknya lemah lembut om,"
Raffi menjelaskan.
Brian hanya mengangkat alisnya.
"Sanksi apa yang akan diterima dia jika rekaman ini sampai kepada kepala sekolah?"
"tergantung, seberapa besar orang tuanya berpengaruh di sekolah om. Saat ini saya belum mendapatkan info itu"
"jika dia siswa biasa, mungkin akan langsung dikeluarkan dari sekolah"
"dia tim OSN?" tanya Brian,
Simon dan Raffi mengangguk.
"kalau begitu apakah video ini bisa membuat dia di coret dari tim?"
"bisa saja. Tapi..."
"masalah Maria biar Om yang urus. Kalian urus saja pencoretan nya"
Mereka berdua serempak mengangguk.
"besok umumkan kepada tim OSN bahwa Maria cedera dan kemungkinan tidak akan bisa mendampingi mereka"
"maksudnya om? Tapi tim kami Ga mungkin tanpa Maria om!"
"saya tidak akan mengizinkan Maria pergi apalagi dengan keadaannya yang seperti itu.."
Ucap Brian tegas dan baik Sikon maupun Raffi tidak akan bisa berkutik jika Brian sudah berkata dengan nada seperti itu.
Sofia menghampiri mereka dengan membawakan beberapa cemilan dan minuman hangat.
"Maaf ya adanya ini.. " ia berujar laku ikut duduk disamping suaminya.
"tante, maafkan kami. Kami lalau menjaga anak Tante"
Simon menatap Sofia dengan pandangan bersalah. Apalagi melihat mata Sofia yang sembab pasti habis menangisi anak gadisnya.
"tante memang sedih, tapi tante tau ini musibah. Tidak ada yang tau kalau kejadiannya akan seperti ini. Selama ini nak Simon dan Nak Raffi sudah sangat baik mau mengantar jemput Maria jika ayahnya keluar kota. Tante tidak apa apa. Walau Tante memang sedih"
Sofia menatap dua pemuda itu teduh.. Suaminya benar, setelah shalat dia bisa berfikir lebih jernih. Kini ia fokus terhadap solusi.
"Biar papa yang urus, mama istriahat aja ya.. " Brian mengusap lembut pundak sang istri.
"ini barang Maria tante" Simon memberikan tas dan beberapa buku.
Sofia menerimanya lalu pergi dari ruangan itu.
Jam memang baru menunjukkan pukul 3 sore, mereka masih banyak waktu untuk mengobrol.
...****************...
"ga, ga bisa gitu dong pak! Saya sudah mengeluarkan uang banyak untuk OSN ini. Mana mungkin Bapak seenaknya mencoret saya!" Cintia Tidak terima.
"maaf Cintia tapi perbuatan kamu sudah keterlaluan.." ucap pak Guntur pelan. Ia memijit kepalanya.
Bagaimana bisa?
"ta.. Tapi pak, saya ga mel..."
"Cintia, di video itu semuanya sudah jelas.. Jangan berkelit lagi."
"pak.. Tolong beri saya kesempatan. Sayajanji akan membawa mendali emas pak! " Cintia masih berusaha membujuk.
"prestasi akademik tidak penting disekolah ini. Yang terpenting adalah akhlak.."
"Pakk . Saya di jebak.. Tolong pak.."
"Maria sampai masuk rumahsakit dan kamu masih bilang itu jebakan?"
"ta.. Tapi. Pak!"
"silahkan kembali ke kelas unggulan dan belajar seperti biasa ."
Cintia hanya menunduk lalu pergi dari sana.
Dia kembali ke kelas akselerasi untuk membereskan beberapa barangnya.
"Kak Tia mau ikut nengok Maria ga?" ucap Tiara,
Dia sedang mendata siapa aaja yang ikut dan tidak ikut untuk menengok Maria. Mereka memang tidak dibertahu alasan sebenarnya Maria masuk ke ruma sakit. Mereka hanya tau jika Maria terjatuh di kamar mandi sampai cedera.
Cintia hanya menggeleng.
"semuanya ikut loh kak, kakak doang yang engga"
Tiara berusaha membujuk.
Cintia masih menggeleng.
"gue balik ke kelas gue dulu.."
Cintia hendak pergi dari kelas itu, namun baru dua langkah dia pergi dia berpapasan dengan Simon.
Simon hanya melirik sebentar lalu berlalu begitu saja menuju meja nya.
"kak Mon, tadi Maria chat, katanya selama dia sakit kak Mon yang gantiin dia mimpin kelas. Hari ini jadwal meditasi jam 8 kata Maria sih di gor Badminton. Tapi kalo kak Mon punya usulan tempat lain katanya gapapa ikut kak Mon aja.."
Jelas Clara panjang.
"bentar aku telpon Raffi dulu.."
Simon sedikit menjauh dari Clara dan menelpon Raffi.
setelah beberapa saat ia kembali.
"oke guys, kita jadi meditasi di gor Badminton. Sekarang kalian ganti baju dan siap siap.. saya tunggu di gor!"
"satu lagi, jagan ada yang bawa handphone selain saya.."
semuanya langsung bergegas,
Anak akselerasi memang terbiasa melakukan semuanya secara gercep. Itulah yang dari awal Maria terapkan kepada mereka.
setelah selesai meditasi semuanya kembali ke kelas. Mereka memilih tidak berganti pakaian karena kegiatan mereka sudah selesai.
"kak inj daftar yang mau ikut jenguk Maria.. Semuanya ikut kecuali kak Cintia.."
Tiara Menghampiri Simon dan memberika catatan kecil.
"oke. . Ini.. Beli lah beberapa buah atau makanan kesukaan Maria. Kita ga mungkin datang kesana tanpa membawa apapun" Simon menyerahkan beberapa lembar uang 100ribu.
"yang lain cuma iuran 50rb kak. Gapapa kaka iyuran sebanyak ini?" Simon tersenyum kecil.
"ambil saja .. "
"tapi kita ga tau Maria suka makanan apa" Tiasa menggaruk kepalanya
"buah Klengkeng, Semangka dan Melon. Jangan beli apel dan Jeruk. Maria ga suka. Terus kalau makanan ringannya dia paling suka Chitatos rasa BBQ, belikan juga susu Greenfield dan beberapa yogurt plain, terus...." Simon masih menyebutkan beberapa makanan yang disukai Maria.
Tiara melongo.
'kok dia bisa tau sedetail itu?'
"udah di catet?" tanya Simon ketika tidak mendengar jawaban dari Tiara.
"eh enggg... iya kak. . Kenapa ga sama kakak aja beli nya?" tawar Tiara.
"sama Raffi aja saya masih ada urusan OSIS. Nanti saya nyusul"
Ucapnya kemudian beranjak pergi.
"eh kak Mon.." Tiara mengejar Simon.
"nanti Raffi kesini. Saya buru buru.." jawab Simon bergegas.
Hari ini Reza mengajak dia bertemu secara pribadi.