NovelToon NovelToon
Waiting For You 2

Waiting For You 2

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Hamil di luar nikah / Percintaan Konglomerat / Crazy Rich/Konglomerat / Keluarga
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: Uppa24

novel ini adlaah adaptasi dari kelanjutan novel waiting for you 1

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uppa24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

waktu untuk berpikir part 3

"Aku harus menghadapinya," katanya pelan pada dirinya sendiri, berbicara kepada bayang-bayang ruang kerjanya yang sunyi. Ia tak bisa melarikan diri, dan meski begitu banyak hal yang mengganggunya, ia tahu, saatnya telah tiba untuk membuat pilihan yang lebih baik, yang tidak hanya untuk dirinya tetapi untuk masa depan anaknya, dan seluruh keluarga El Bara.

"Sekarang aku bukan hanya seorang wanita dengan banyak harapan," bisiknya, "tapi aku adalah ibu dan pewaris yang memimpin. Tidak ada yang bisa menghentikanku."

Dan dengan keteguhan itu, Elena tahu bahwa jalan ke depan akan penuh dengan tantangan—tetapi ia tidak lagi berjalan sendirian. Bahkan di malam yang paling gelap, ia tahu bahwa keluarga, terutama Alvio, selalu berada di sisinya.

...~||~...

Hari-hari yang berlalu seakan membawa kesendirian baru bagi Elena. Meski kesibukan di kantor dan urusan bisnis mengalihkan perhatiannya, sesekali perasaan kekosongan itu datang. Namun, bukan waktu untuk terjatuh, dan ia tahu betul bahwa ini adalah keputusan yang telah ia buat—keputusan untuk mengarungi semua tanggung jawab ini, apapun yang terjadi. Di balik wajahnya yang sering tampak tenang, ada beban yang terus menekan. Menjaga rumah tangga, mewariskan kerajaan keluarga El Bara, sekaligus menjadi ibu bagi Alvio, semuanya menuntut lebih dari sekadar tekad.

Namun, ada satu hal yang tak bisa disangkal: meskipun keputusannya terasa benar, Elena tetap bertanya-tanya—"apakah ini yang benar-benar ia inginkan?" Bahkan dalam kedamaian yang nampaknya mulai hadir, sedikit keraguan terus mengganggu.

Dalam kesendirian itu, Elena sering kali berjalan ke balkon apartemennya, memandang kota yang begitu besar dan sibuk, begitu penuh dengan peluang dan tantangan, seraya merenung tentang keputusan yang harus ia ambil. Tak jauh dari sana, Alvio sering kali melihat ibunya dengan tatapan penuh perhatian. Meskipun muda, Alvio mulai menunjukkan kedewasaan yang luar biasa. Dan untuk Elena, melihat putranya begitu menguatkan dirinya di tengah kebimbangan yang ada.

Suatu sore, saat Elena sedang memeriksa beberapa laporan untuk perusahaan, sebuah notifikasi masuk ke layar handphonenya. Itu adalah pesan singkat dari seorang yang tak ia harapkan: Aidan.

"Elena, aku tahu ini mungkin tidak tepat, tetapi aku ingin kamu tahu, aku tidak pernah berniat meninggalkanmu. Aku ingin berbicara denganmu—apapun yang terjadi, aku ingin kamu tahu bahwa aku peduli."

Pesan singkat itu langsung menghentakkan hati Elena. Kata-kata itu—meskipun menggetarkan—memunculkan perasaan yang semakin mengaburkan batas antara kewajiban dan keinginan. Elena menghela napas panjang, memutar pesan itu beberapa kali, kemudian meletakkan ponsel di meja kerjanya.

Ia tidak bisa begitu saja mengabaikan perasaan itu. Aidan, pria yang selama ini ia hindari karena kenangan pahit di masa lalu, kini muncul dengan segala kegundahan di hatinya. Pasti ada alasan mengapa ia menghubungi Elena, namun apakah ini saat yang tepat? Melihat putranya yang sedang bermain dengan mobil mainan di ruang keluarga mengingatkan Elena bahwa apapun keputusan yang ia buat, tidak ada tempat kembali lagi.

Pada akhirnya, keputusan itu terasa begitu berat, tapi Elena memutuskan untuk bertemu dengan Aidan, tidak untuk merangkai kembali masa lalu mereka, tetapi untuk memberi titik terang—untuk memberikan penutupan, seperti yang selalu ia rindukan.

Beberapa hari kemudian, Elena menemui Aidan di sebuah kafe yang terletak di sudut kota, tempat yang sering mereka kunjungi saat masa muda mereka. Seiring langkahnya memasuki kafe, Elena merasakan setiap detil di ruangan itu begitu familier, namun dengan banyak kenangan yang kini terasa sangat asing.

Aidan sudah berada di salah satu meja sudut, menunggu dengan tatapan yang terasa kosong dan penuh penyesalan. Seolah menunggu Elena untuk memberinya jawaban yang sudah lama ia cari, selama bertahun-tahun ini.

"Elena," suara Aidan menggema rendah, mengingatkan Elena betapa besar dampak dari pertemuan ini. "Aku tak tahu harus mulai dari mana, atau bagaimana harus menjelaskannya... aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku menyesal atas segala yang telah terjadi." Wajah Aidan terlihat lelah, penuh kecemasan—sebuah rasa penyesalan yang dalam mengalir di wajahnya.

Elena menatap Aidan. Rasa campur aduk tak bisa disembunyikan. Namun, di dalam dirinya, sebuah jawaban yang rasional mengemuka. Ia tidak bisa kembali ke masa lalu. Masa lalu adalah masa yang telah meninggalkan banyak luka, tak hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk Alvio yang masih terlalu kecil untuk memahami sepenuhnya.

"Aidan," suara Elena terlepas, lebih tenang daripada yang ia rasakan. "Aku tidak mencari alasan atau jawaban dari apa yang terjadi dulu. Ini bukan tentang kita... ini tentang masa depan. Masa depan yang harus aku bangun untuk anakku, dan untuk keluargaku. Aku... aku tak ingin terjebak lagi di dalam kebingungannya."

Aidan terdiam, rasa sakit terlihat di matanya, meski ia mencoba untuk menyembunyikannya. "Aku paham, Elena... dan aku tak berharap kita kembali seperti dulu. Aku hanya ingin ada untukmu, jika kamu ingin berbicara. Aku ingin kamu tahu, apapun yang kamu butuhkan, aku di sini."

Namun, Elena menatapnya dengan pasti. "Ini bukan hanya soal kita berdua, Aidan. Ini tentang keluarga kami, dan apa yang aku tanggung saat ini. Aku tahu keputusan ini berat, tetapi ini adalah cara terbaik agar kita semua bisa melanjutkan hidup." Perasaan berat itu mulai mereda saat ia berkata, "Aku tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan, tapi saat ini, aku hanya perlu fokus pada hal-hal yang benar-benar penting untuk kita."

Aidan menundukkan kepala, menerima kenyataan itu dengan penuh pengertian, meski hati kecilnya merasa terluka. "Elena... aku hanya ingin yang terbaik untukmu. Tak peduli apa pun yang terjadi, aku akan selalu mendukungmu dari jauh. Terima kasih telah memberiku kesempatan ini untuk berbicara."

Sejak pertemuan itu, Elena merasa ada ketenangan yang datang, meskipun tidak bisa dibilang tanpa pengorbanan. Ia tahu, meskipun Aidan memberikan penutupan yang seharusnya datang lebih dulu, kini ia harus fokus pada peran yang lebih besar—perannya sebagai ibu dan pemimpin keluarga El Bara.

Dengan keputusan itu, ada sebuah babak baru yang terbuka. Seiring berjalannya waktu, Alexander memberikan lebih banyak kebebasan kepada Elena untuk membuat keputusan besar terkait perusahaan dan warisan keluarga. Ia tak lagi ragu memberikan seluruh kepercayaan padanya, meski berat hati. Segalanya kini lebih stabil, lebih terarah, meskipun kerinduan terhadap masa lalu masih terus terasa, tetapi ia tahu bahwa hanya dengan melangkah maju mereka dapat memulihkan masa depan.

Sekarang, setiap langkah yang Elena ambil, baik itu di dunia bisnis atau kehidupan pribadi, dia lakukan dengan keyakinan dan keteguhan yang baru. Dia sudah menemukan kedamaian—bukan hanya untuk dirinya sendiri, tetapi juga untuk keluarganya. Dan bersama putranya, Alvio, mereka akan menghadapi segala tantangan yang datang, meskipun jalan itu akan selalu penuh dengan ujian, selama ada keyakinan dalam hati, semuanya akan berjalan sesuai rencana.

Waktu terus berjalan, dan meskipun beban kehidupan kerap datang, Elena merasa kehidupannya mulai menemukan iramanya yang lebih tenang. Ketika akhirnya ayahnya, Alexander El Bara, semakin memberikan kebebasan padanya untuk memimpin perusahaannya, Elena mulai merasakan tanggung jawab yang lebih besar dari sebelumnya. Ia sadar bahwa peran yang ia pikul bukan hanya sebagai ibu dari Alvio dan pemimpin keluarga El Bara, tetapi juga sebagai penjaga dari segala sesuatu yang pernah hilang. Di setiap keputusan yang ia ambil, ia mencoba menyeimbangkan antara kenyataan dan harapan. Ini bukan hanya tentang menjaga kehormatan keluarga, tetapi juga menjaga hati yang rapuh—hati yang sudah cukup menderita.

Sementara itu, Alvio, meski masih sangat muda, tumbuh menjadi sosok yang semakin cerdas. Sering kali ia duduk berdampingan dengan ibunya, mendengarkan percakapan tentang dunia bisnis, tanpa sekalipun merasa kesulitan. Anak kecil ini mulai mengerti banyak hal, bahkan sebelum orang dewasa menyadarinya. Elena merasa bangga, namun sekaligus sedikit takut dengan masa depan yang akan datang, masa depan yang lebih menantang bagi Alvio sebagai penerus utama keluarga El Bara.

Pagi itu, di ruang makan keluarga El Bara yang megah, Elena berdiri di jendela, memandang ke arah taman yang indah yang tersembunyi di balik rumah besar mereka. Di meja makan, Alvio sedang sibuk dengan buku gambar dan pensil warnanya. Dia terus menggambar tanpa henti, seolah-olah berusaha mengekspresikan semua pemikirannya yang mengalir begitu cepat.

Elena tidak bisa menahan diri untuk memandangnya, dan dia menyadari, betapa banyak yang perlu ia siapkan untuk Alvio. Meski selama ini mereka berusaha menjaga jarak dari masalah keluarga dan bisnis, di baliknya tetap ada ketegangan yang merongrong ketenangan. Alexander, meski perlahan menerima keputusan Elena untuk memimpin keluarga El Bara dengan penuh otonomi, tetaplah orang yang keras kepala. Selalu ada pandangan berbeda tentang cara mengelola warisan, dan meskipun Elena sudah banyak beradaptasi, rasa cemas terkadang tetap menghantuinya.

"Bu," suara Alvio menarik Elena dari pikirannya. Matanya berbinar saat menggambar, dan tubuh kecilnya menggeliat seiring penyerahan penuh dirinya pada imajinasi. "Kapan kita bisa pergi ke pantai lagi? Aku suka bermain air!"

Elena tersenyum lembut mendengar pertanyaan polos itu. "Nanti, sayang. Kita akan pergi saat waktu memungkinkan." Meski hatinya ingin segera merasakan udara pantai, Elena tahu bahwa hari-hari kedepan akan penuh dengan berbagai pertemuan dan keputusan sulit yang harus diambil. Bukan untuk dirinya sendiri saja, tetapi demi Alvio dan untuk semua yang akan menjadi bagian dari masa depan keluarga mereka.

Pekerjaan yang tidak pernah berujung ini mulai menyita sebagian besar waktunya. Tetapi di saat-saat seperti ini, ketika ia bisa melihat wajah anaknya yang penuh kepolosan, Elena merasakan kedamaian. Setiap kali ia memikirkan masa depan, ia melihat Alvio di depannya, menjadi motivasi terbesar dalam kehidupannya. Seperti halnya malam-malam sepi yang kemudian datang untuk menyapa, ketenangan kecil ini memberi Elena kekuatan untuk tetap maju.

Namun, saat pertemuan-pertemuan bisnis penting datang ke permukaan, Alexander, sebagai sosok yang mengawasi begitu ketat, memutuskan untuk berkunjung ke kantor. Meskipun Elena sudah jauh lebih menguasai perusahaan ini, kehadiran sang ayah memberi nuansa yang berbeda. Sebuah pertemuan yang menegangkan, tapi dibutuhkan untuk mengetahui arah keluarga mereka ke depan.

Setibanya Alexander di ruang rapat, Elena menatapnya dengan pandangan yang tidak sepenuhnya menunjukkan ketegangan. Meski hatinya berpadu antara kesabaran dan rasa frustrasi, ia mencoba untuk tidak membiarkan itu terlihat.

"Elena," suara Alexander tegas, masih menggema di ruangan itu. "Aku mengerti keputusanmu untuk mengambil kendali, tetapi ingat... ada banyak hal yang masih harus kau pertimbangkan. Ini bukan sekadar soal kekuasaan; ini tentang menjaga keseimbangan keluarga El Bara. Tanggung jawab ini lebih besar daripada yang kau bayangkan."

Elena menyadari bahwa kata-kata ayahnya datang bukan untuk menghalangi jalannya, melainkan untuk mengingatkan dirinya akan besarnya beban yang ada di pundaknya. Ini adalah permainan catur yang rumit, di mana setiap langkah harus dipertimbangkan dengan matang.

"Aku tahu, Ayah," jawab Elena tenang. "Tapi aku juga sudah cukup lama berada dalam bayang-bayang masa lalu keluarga ini. Aku harus melangkah dan membuat keputusan untuk keluarga El Bara di masa depan. Aku tidak bisa lagi terjebak dengan hal-hal yang menghalangi kita."

Alexander diam sejenak. Ada pengakuan di wajahnya bahwa apa yang Elena katakan memiliki kebenarannya sendiri, walau tetap sulit diterima. Meski ia tidak sepenuhnya setuju dengan keputusan-keputusan yang diambil oleh putrinya, perlahan ia merasa bahwa tugasnya memang sudah selesai, memberikan semua yang dia bisa. Sekarang, Elena-lah yang memegang kendali, bukan lagi hanya tentang mewarisi nama besar keluarga, tetapi juga memimpin sebuah warisan yang mempengaruhi banyak hal di luar perusahaannya.

Saat pertemuan itu selesai, Elena melangkah keluar dengan rasa lega, meski bayang-bayang tantangan masih menghantui. Ia tahu bahwa meski hari-harinya tidak selalu mudah, ia berada di jalan yang harus ia jalani. Setiap langkah, setiap pilihan, akan mengarahkan dirinya kepada tujuan yang lebih jelas—memastikan masa depan Alvio, memimpin keluarga El Bara dengan bijaksana, dan meraih kedamaian yang sekian lama hilang.

Sesampainya di rumah, Elena mendekati Alvio yang sedang asyik dengan gambarnya. Begitu melihat ibunya, Alvio tersenyum lebar.

"Aku sudah selesai menggambar rumah kita, Bu. Nanti aku akan buatkan gambar baru untuk pantai!" kata Alvio dengan penuh semangat. Senyum Elena merekah, matanya bersinar dengan cinta, dan sesaat rasa cemas itu menghilang. Alvio masih anak-anak yang tak mengetahui banyak hal yang terjadi di dunia dewasa.

"Aku pasti suka, sayang," jawab Elena lembut, memeluk Alvio erat. "Jangan lupa kalau kita harus tetap terus maju. Dunia ini akan lebih indah jika kita menjalaninya bersama."

Dan di saat itulah, Elena tahu: walaupun jalannya penuh liku dan kadang begitu gelap, ada secercah cahaya yang datang dari ketulusan cinta, yang bisa mengalahkan semua keraguan yang ada.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!