Elina wanita terkuat di akhir zaman yang paling ditakuti baik manusia, zombie dan binatang mutan tiba-tiba kembali ke dunia tempat dia tinggal sebelum-nya!
Di kehidupan pertamanya, Elina hanyalah seorang gadis biasa yang hidupnya dihancurkan oleh obsesi cinta dan keputusan-keputusan keliru.
Sekarang, dengan kekuatan kayu legendaris dan ruang dimensi yang memberinya kendali atas kehidupan, Elina ingin memulai kembali hidupnya dengan membuat pertanian besar!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Si kecil pemimpi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mengapa kamu sangat mirip bapakmu
Setelah menunggu beberapa saat, suara mesin mobil akhirnya terdengar mendekat.
Sebuah pickup bekas berhenti tepat di depan rumah Elina. Dimas turun dari kursi pengemudi sambil melambaikan tangan dengan senyum di wajahnya. Elina terperangah melihatnya.
Dimas, sosoknya yang tampan, terlihat baru pulang dari kantor, mengenakan kemeja putih dengan lengan yang digulung hingga siku, memperlihatkan tangan yang indah dan berotot. Cahaya senja yang lembut menyorot pada lengan, menonjolkan otot-ototnya yang terbentuk sempurna akibat kebiasaan kerja keras atau mungkin olahraga rutin. Guratan pembuluh darahnya tampak samar di bawah kulit yang halus, menciptakan kesan kekuatan yang tenang namun penuh kontrol.
Dia turun dari mobil pickup bekas itu dengan elegan, membuat pemandangan jadi kontras. Sosoknya yang rapi dan berkarisma terlihat tidak selaras dengan pickup berwarna kusam, catnya mulai mengelupas di beberapa bagian, dan deru mesinnya terdengar berat. Meski mobil itu tampak lusuh, senyum Dimas tetap memancarkan kepercayaan diri seolah tak terpengaruh oleh penampilan kendaraannya.
"Ini dia mobil yang kamu minta," katanya sambil menunjuk pickup yang tampak kokoh meskipun usianya sudah tak muda lagi.
Elina mendekat dan memeriksa bagian-bagiannya. Mobil itu mungkin bekas, tapi terlihat masih dalam kondisi baik. Catnya memang memudar di beberapa tempat, tetapi mesinnya terdengar masih bertenaga. Elina mengangguk puas.
"Terima kasih banyak, Dim. Ini lebih dari cukup. Tapi, kenapa kamu...?" tanyanya heran.
"Ck, reaksimu seolah-olah aku tak diizinkan di sini," jawab Dimas malas sambil bersandar di mobil pickup, benar-benar kontras dengan penampilannya.
"Bukan begitu... ya sudah, masuk dulu."
Elina membukakan pintu, dan Dimas melangkah masuk, matanya memandang sekeliling dengan teliti.
"Anakmu mana?" tanyanya.
"Di dalam kamar, sedang tidur," jawab Elina, lega karena sudah mengeluarkan Alex dari ruang.
Rumah Elina sederhana, hanya ada tiga kamar: kamar nenek, kamar Elina, dan kamar bibi, dengan satu toilet. Dapurnya terletak di sebelah kamar nenek.
Elina menyuruh Dimas duduk di ruang tamu sementara dia pergi ke dapur untuk membuatkan teh. Teh ini hasil dari tanaman yang ditanamnya sendiri di dalam ruang.
Elina menuangkan air panas ke dalam cangkir yang berisi daun teh. Segera, aroma lembut dan menenangkan mulai menguar dari dalam cangkir, memenuhi ruangan. Harumnya begitu khas, perpaduan antara wangi segar daun teh dengan sentuhan bunga yang samar. Saat uapnya membumbung, semakin kuat tercium kehangatan alami dari teh yang sedang diseduh, membuat siapa pun ingin segera menyeruputnya.
Elina membawanya ke ruang tamu.
"Teh apa ini? Kenapa harum sekali?" tanyanya sambil memandang teh itu dengan kagum, seolah sedang menghargai sesuatu yang sangat berharga.
Elina hanya tersenyum dan meminum tehnya. Dimas tidak bertanya lebih lanjut dan segera menyeruput tehnya. Ekspresinya terkejut, lalu dia meminum lagi dengan tidak percaya.
"Ini... ini enak sekali. Aku belum pernah minum teh seenak ini!" katanya penuh semangat.
"Baiklah, teh ini aku tanam sendiri," jawab Elina.
Dia tampak terkejut sejenak, kemudian kembali tenang. "Jadi ini alasan kenapa kamu ingin bertani?" Elina mengangguk.
Dimas tak bertanya lagi. Setiap orang memang punya rahasianya masing-masing.
"Bisakah aku lewat pintu belakang?" tanyanya bercanda. Elina terkekeh. "Sebanyak yang kau mau."
Mereka melanjutkan obrolan, bernostalgia tentang masa kecil yang penuh kenangan.
Tiba-tiba, Elina mendengar tangisan Alex. Bergegas, dia masuk ke kamar dan menggendongnya.
"Sayang ibu, lapar ya?" tanyanya lembut.
"Ngeeeh," jawab Alex sambil melambaikan tangan kecilnya. Betapa lucu, membuat hati Elina meleleh.
Setelah menyusuinya, Elina membawanya keluar. Dimas berdiri, berjalan menghampiri mereka. Matanya menatap Alex lekat-lekat.
"Dia sangat mirip bapaknya," gumamnya tanpa sadar. Elina tertegun. Dia kembali menatapnya dengan tatapan yang penuh arti. "Dia tumbuh sangat sehat," pujinya lagi sambil memberikan amplop merah.
"Uang pertemuan buat Alex."
"Terima kasih, paman!" kata Elina sambil menirukan suara bayi, membuat Dimas tertawa kecil.
"Oh ya, sudah malam. Aku pamit dulu," katanya.
"Tidak makan dulu?"
"Lain kali, aku ada urusan."
"Oke, tapi bukankah kamu tidak membawa mobil?"
"Tenang saja, sopirku sudah menunggu di luar."
"Baiklah. Hati-hati, paman!" Elina melambaikan tangan kecil Alex, "Bye-bye."
Elina mengantarkannya sampai depan pintu. Sebelum pergi, Dimas sempat mengelus lembut rambut Alex dan rambut Elina dengan sayang. Elina tersenyum, melambaikan tangan kecil Alex "bye-bye" sekali lagi.
Dia menutup pintu dan kembali ke kamar. Dalam diam, Elina memandangi Alex. Mulut kecilnya mengerucut dan mengeluarkan air liur, sementara matanya yang besar menatap Elina penuh keingintahuan.
Elina menghela napas panjang. "Mengapa kamu sangat mirip bapakmu?"
di tunggu up nya thor, semangat slalu
dibalik kekurangan nya ada kelebihan yg terpendam juga.
bener² tulus menerima elina apa adanya, bener² tulus mencintai dan menyayangi elina serta Alex anaknya.
dan juga bener² tulus menjadi garda terdepan untuk membela elina dan alex dari rintangan apapun itu, tanpa nyelip pihak ketiga.
padahal, yo kekurangan 😅