Istri yang dimanfaatkan olehnya telah tiada, meninggal dalam pelukannya. Wanita berwajah rusak yang tidak pernah lelah menunggunya.
"Bangun Foline..." gumamnya, tidak pernah mengijinkan pemakaman sang istri. Memeluk jenazah yang berada dalam peti mati dalam kamarnya.
Pemuda keji, yang menampik rasa kasih dari istrinya. Menghancurkan keluarganya, hanya demi ambisinya untuk memiliki segalanya.
"Sayang...jika aku dapat mengulangi waktu, aku tidak akan membiarkanmu menangis, tidak akan membiarkan jarimu tergores..." gumamnya hendak mengakhiri hidupnya. Kala bahkan tidak ada lagi rasa kasih dari keluarganya.
*
Namun, ada yang aneh. Otto Celdric tidak meninggal. Matanya terbuka mengamati ruangan, dirinya kembali ke masa 12 tahun lalu.
Mencari keberadaan istrinya, melindungi keluarganya, itulah yang akan dilakukan psikopat itu kali ini.
Menginjak tubuh orang-orang yang akan menghancurkan keluarganya.
"Kalian tidak ingin bermain lagi denganku?"
"Aaggh!"
"Adios!"
Dor!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KOHAPU, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ramalan
Takut? Tentu saja, tapi ini satu-satunya kesempatan untuk lepas dari ayah angkatnya. Uang tunjangan dari pemerintah juga akan dapat dikelola dengan baik oleh ibunya.
Perjudian? Bahkan kecanduan berat terhadap alkohol, benar-benar membuat hampir tidak ada bahan makanan untuk musim dingin. Jika terus seperti ini, mungkin satu persatu adik-adiknya...
"Tapi." Rose terlihat ragu.
"Rose br*ngsek! Cepat hubungi polisi!" Teriak Gilberto murka.
"Ibu, jika ibu menghubungi polisi, maka aku akan mati. Ayah sudah pasti akan menghajarku lagi." Luna tertunduk menitikkan air matanya."Apa cinta ibu pada ayah itu penting!? Ayah yang ibu cintai bahkan diam-diam melecehkanku!" Suara bentakan dari putrinya membuat pupil mata sang ibu bergetar.
Apa yang diharapkannya lagi dari suaminya? Air matanya mengalir menjatuhkan gagang telepon.
"Rose! Anak itu berbohong! Aku tidak pernah---" Kalimat Gilberto terhenti.
Brak!
Brak!
Brak!
Sekitar 3 kali kepala pria itu dipukulkan ke lantai. Tangan Eric gemetar, setetes air matanya mengalir. Buku harian mendiang istrinya sebelum waktu terulang, bagaimana istrinya hancur kala pelayan dan tukang kebun melecehkannya.
Bagaimana istrinya hidup dalam ketakutan. Bagaimana mata semua orang melihat pada Foline.
"Lebih baik kamu menyusul Popo." Ucap Eric mengambil keputusan. Jeritan Rose dan Luna yang ketakutan terdengar.
Hingga Eric perlahan menghentikan tangannya, yang mencengkram rambut Gilberto, hendak memukulkannya ke lantai lagi.
Tapi. Benar! Dirinya tidak boleh membunuh kali ini. Foline... kakaknya...akan tetap hidup di kesempatan kali ini.
"Tanda tangan, maka kita hentikan permainan ini. Paman..." Eric kembali tersenyum seperti biasanya. Begitu mengerikan tapi tidak semengerikan sebelumnya.
"Br*ngsek..." Gumam Gilberto dengan nada lemah. Perlahan menada tangani dua lembar surat yang dibawa oleh Eric.
"Bagus!" Eric tersenyum, kemudian mengeluarkan jarum suntik dari sakunya. Menyuntikkan obat bius, menbuat pria itu tidak sadarkan diri.
"Apa yang kamu suntikkan?" Tanya Rose berhati-hati.
"Paman tidak mati, hanya tidur. Bisa kita bicara dengan lebih nyaman sekarang?" Tanya Eric tersenyum, memberikan dua lembar surat yang sudah ditandatangani. Surat perceraian dan perjanjian hak asuh anak.
*
Menghancurkan tiang penyangga teras, kemudian mengoleskan darah Gilberto, pada bagian kayu yang roboh, serta lantai teras.
Kesan yang ingin dibuat Eric, Gilberto terluka tidak sadarkan diri akibat runtuhnya tiang penyangga teras. Darah di lantai bagian dalam rumah, dibersihkan olehnya menggunakan hidrogen peroksida.
Dengan tujuan, jika setelah sadar Gilberto melaporkan pada pihak kepolisian, tidak akan ada satupun bukti yang tersisa. Bahkan dengan cairan luminol (cairan yang digunakan untuk mendeksi jejak darah), pihak kepolisian tidak akan menemukan apapun. Kasus yang akan ditutup dengan kecelakaan.
Tanpa adanya bukti keterlibatan Eric sedikitpun. Benar-benar pembunuh berantai profesional kan? Sungguh beruntung orang ini tidak akan membunuh di kesempatan kali ini.
*
Eric meminum segelas air hangat. Gilberto kini telah dilarikan ke rumah sakit, menggunakan ambulance setelah semua persiapan usai. Mereka tinggal pura-pura iba dan sedih saat Gilberto dimasukkan ke dalam ambulance. Agar tidak ada yang curiga.
Begitu cermat, tenang, berhati-hati dan licik. Itulah yang terlihat dari pemuda yang duduk tenang di hadapannya.
Membuat Rose dan Luna menelan ludah kasar.
"Apa yang kamu inginkan?" Tanya Luna, mencoba untuk tenang.
"Kita menjadi teman. Begini, aku ingin mendirikan bisnis dari uang yang dikirimkan ayahku. Rencananya bisnis di bidang kuliner untuk awal. Lalu akan berkembang ke produk Frozen food." Eric berucap penuh keseriusan, menunjukkan beberapa lembar kertas.
Salah satunya memang berisi rencana bisnis yang begitu jelas. Tapi pada lembaran berikutnya, bagan yang diwarnai dengan krayon terlihat. Bagaikan anak kecil.
Bagaimana Luna dapat mempercayai orang seperti ini?
"Gaji yang ditawarkan?" Tanya Luna mengingat sebentar lagi dirinya akan lulus."Boleh aku minta gaji beberapa bulan dimuka? Kami harus pindah. Ibuku juga harus mengurus perceraian."
"Aku sudah bilang, aku adalah jin Aladin. Lihat ini..." Eric mengeluarkan kartu as dari sakunya. Membuat atraksi sulap, dengan kecepatan tangan mengeluarkan api bagaikan membakar kartu as diamond, hingga tiba-tiba berubah menjadi black card American Express.
Pemuda yang terlihat ramah.
"Tunjangan makanan dan tempat tinggal. Selama kamu bersedia menjadi karyawanku." Lanjut Eric tersenyum, black card yang dikirimkan orang kepercayaan ayahnya. Akan dipergunakan sebaik-baiknya olehnya.
Ayah yang disangkanya orang paling baik, dan tulus, ternyata iblis sebenarnya. Mengirimkan black card pada putranya untuk balas dendam dan membuka bisnis.
*
Bukan mobil mewah, mereka segera pergi dari rumah malam itu juga, menggunakan mobil milik Eric.
Mata Luna menelisik, orang ini hanya bernyanyi penuh keceriaan sembari menyetir. Aneh! Kekanak-kanakan dan... begitu tampan...
"Kamu menikah di usia yang begitu muda." Ucap Luna membuka pembicaraan, mengingat Eric mengatakan tidak pernah memukul istrinya, kala mengancam Gilberto.
"Aku memang sudah menikah. Tapi belum pernah bertemu dengan istriku." Eric masih konsentrasi menyetir sembari bersenandung.
Tidak mengerti dengan orang ini. Begitu kejam, begitu aneh, tapi... begitu baik?
Apartemen menjadi tempat mobil mereka berhenti. Menaiki lift, menuju lantai 12. Bukan tipikal apartemen mewah, tapi seperti lingkungan yang nyaman untuk tinggal.
Membuka kode akses."Disini tempat tinggal kalian sementara. Sampai usaha yang aku buat berkembang, dan gaji Luna bisa naik."
Anak berusia tiga tahun yang beraliran. Sedangkan dua remaja lain yang merupakan adik Luna berkeliling, terlihat begitu bahagia. Tempat yang memiliki penghangat ruangan, bahkan keran air hangat dalam kamar mandi tidak rusak, begitu baik. Tempat yang begitu hangat untuk musim dingin.
"Mana kontrak kerjanya?" Luna pada akhirnya menadahkan tangannya. Mulai duduk di sofa bersebelahan dengan Eric.
"Ini, baca baik-baik jika ada yang tidak sesuai, kita bisa mendiskusikan untuk revisi." Ucap Eric, menyodorkan kontrak yang sebelumnya ditolak oleh Luna.
"Ini!" Luna mendatanganinya tanpa membacanya. Menghela napas kemudian mengucapkan."Terimakasih..."
Eric kembali menatap ke arah kontrak. Kemudian ke arah Luna. Kenapa tanda tangan begitu mudah? Benarkah orang ini ratu penipu, ratu judi di masa depan? Apa dirinya salah orang? Tidak! Nama dan wajah sudah pasti orang yang sama.
Adik-adik Luna yang begitu bahagia. Rose mungkin juga dapat belajar beradaptasi hidup tanpa Gilberto. Dirinya tidak perlu bertemu dengan monster yang pernah melecehkannya lagi. Segalanya karena orang ini...Eric.
Matanya melirik ke arah Eric yang tengah mencoba menghubungi seseorang. Perlahan tersenyum, memendam kekagumannya.
Tapi, suara percakapan didengar olehnya.
"Halo paman! Iya! Aku sudah hampir sampai." Gerutu Ryu Dean di seberang sana terdengar mengunyah sesuatu.
"Kamu berani makan malam-malam begini..." Eric tersenyum bagaikan orang sembelit menahan kekesalannya.
"Hanya makan sandwich dan pasta. Aku ngemil, bukan makan. Paman melupakan pepatah orang Asia tenggara? Belum makan nasi, berarti belum makan." Celoteh seseorang di seberang sana.
Membuat Luna yang duduk dekat dengan Eric mengangkat salah satu alisnya.
"Jika kamu bukan anak kakakku. Aku akan membedah lemak jahatmu..." Gumam Eric dengan suara kecil, menjauhkan handphonenya. Kalimat yang tidak didengar oleh Ryu.
"Paman? Aku sedang ada di lift. Nanti bukaan pintu ya?" Ucap Ryu mematikan panggilan.
Tidak lama kemudian suara bel apartemen terdengar. Eric menghela napas, segera membukakan pintu.
Seorang pemuda gemuk terlihat disana. Membawa beberapa kantong berisikan bahan makanan.
"Keponakanku tersayang..." Eric menyambutnya. Sama sekali tidak terlihat mengerikan, benar-benar sosok yang berbeda.
"Apa ini apartemen pacar baru paman? Fo... Foline ya namanya?" Tanya Ryu menelan sisa sandwichnya, menatap ke arah Luna.
"Aku bahkan belum bertemu dengan Foline." Jawaban yang benar-benar tidak masuk akal dari orang aneh (Eric).
"Jadi bagaimana rencana bisnisnya?" Tanya Luna berusaha lebih serius.
"Kita akan mulai dari bisnis kuliner. Baru merambah ke Frozen food, tapi sebelum itu akan ada chief kelas dunia yang akan bergabung." Jelas Otto Celdric mulai duduk.
Sebuah rencana yang belum matang. Berbagai gagasan dipertimbangkan, mencatat beberapa rencana.
Mungkin wajah Eric yang penuh keseriusan membuat Luna tertegun."Secret Prince (pangeran rahasia), mungkin itu konsep yang bagus untuk menarik konsumen wanita."
Sebuah ide pertama yang dicatat oleh Eric."Lumayan..." ucap sang bos.
"Foline...dimana dia?" Tanya Luna sedikit penasaran.
"Mungkin sedang memikirkanku. Itulah yang dulu dilakukannya seharian." Jawab Eric berfikir sejenak, mengingat isi buku harian mendiang istrinya.
*
Sementara itu, di negara lain_
Seorang wanita tengah memasuki tenda peramal di taman hiburan yang dikunjungi olehnya.
"I...ini." Wanita yang dengan ragu memberikan uang 50 ribu pada sang peramal."Dimana jodohku?" tanyanya pelan.
Sang peramal meraih uang, kemudian mulai menyentuh bola kristal. Komat-kamit mengucapkan mantra.
"Suami masa depanmu, adalah orang yang bangkit dari kematian..." Ucap sang peramal membaca masa depan.
"Zombie?" Tanya Foline ketakutan.
"Sebentar, biar aku periksa lagi. Dia memakai pakaian bermotif Teddy bear..."
"Apa badut di taman hiburan?" Kembali Foline bertanya. Ingin mengetahui mengapa dirinya tidak pernah dapat memiliki kekasih.
Sejenak tangan sang peramal yang memegang bola kristal gemetar. Menghela napas kasar menelan ludahnya."Dia memborong semua sifat buruk seperti sisi iblis dan malaikat, posesif, obsessive, jangan pernah dekat dengan pria lain. Jika tidak, pria itu akan mati."
"Intinya zombie yang berprofesi sebagai badut taman hiburan, itulah jodohku . Seharusnya aku tidak mengikuti saran temanku untuk datang kemari..." Gumam Foline menghela napas.
"Namanya juga ramalan." Sang peramal terkekeh menyimpan uang dalam sakunya.
semangat kak, ditunggu terus kelanjutannya 😍😍😍😍
semangat semangat semangat
jadi ga sabar menunggu up selanjutnya.
semangat kak
tinggal iblis yang bertindak
walaupun kamu iblis tapi hatimu malaikat 👍
setelahnya kmu akn pnya tmn yg sgt berterima kasih seumur hidupnya