Sabila. seorang menantu yang acap kali menerima kekerasan dan penghinaan dari keluarga suaminya.
Selalu dihina miskin dan kampungan. mereka tidak tau, selama ini Sabila menutupi jati dirinya.
Hingga Sabila menjadi korban pelecehan karena adik iparnya, bahkan suaminya pun menyalahkannya karena tidak bisa menjaga diri. Hingga keluar kara talak dari mulut Hendra suami sabila.
yuk,, simak lanjutan ceritanya.
dukungan kalian adalah pemacu semangat author dalam berkarya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deanpanca, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35.
"Pernikahan!"
Bu Wati dan Riska diminta untuk masuk terlebih dahulu. Risma akan menceritakan semuanya kalau semua sudah tenang.
"Mbak Wati! Katanya sebentar lagi kalian akan disidang, kenapa bisa bebas?" Kata Bude Ani, yang memperhatikan penampilan kakaknya seperti gembel dengan badan sedikit kurus.
"Kalau aku cepat bebas, memangnya kenapa? Apa kamu tidak suka?" Bu Wati kesal mendengar adiknya yang terkesan merendahkannya.
"Ibu ini baru juga sampai rumah, sudah marah-marah. Malu Bu di dengar tetangga, apalagi dengan kasus ibu dan Mbak Riska yang sudah tersebar luas." Kata Risma.
Bu Wati tidak percaya kalau kasusnya telah menyebar luas. Dia semakin benci pada Sabila. Tadi juga saat di kantor polisi, Sabila begitu sombong tidak menyapanya sama sekali.
"Hah! Ibu lapar, mau makan. Jangan lupa cerita ke Ibu, laki-laki mana yang akan menikahi mu. Kalau kere kayak Sabila, batalkan saja." Setelah berkata seperti itu, Bu Wati pergi ke dapur mencari makanan yang bisa dia makan.
Sedangkan Riska memilih masuk ke kamarnya, dia ingin segera mandi. Rambutnya sudah kusut, wajahnya juga kusam. Satu hal yang tidak diketahui Riska adalah pekerjaan suaminya.
Di ruang keluarga, Bu Wati dan keluarga besarnya berkumpul. Dia ingin mendengar cerita Risma yang akan segera menikah tanpa sepengetahuannya.
"Apa kamu mau jadi anak durhaka, Risma? Pernikahan mu seminggu lagi, tapi kamu tidak bilang apa-apa ke Ibu." Bu Wati kesal pada anak bungsunya, dia seperti dianggap tidak ada.
"Bukan begitu, Bu. Semuanya serba dadakan! Sepulang aku dan Mas Hendra besuk Ibu, pihak laki-laki menelpon akan datang melamar. Ibu bisa liat keluarga yang datang saja yang tinggalnya tidak jauh dari rumah kita." Risma mencoba menjelaskan pada ibunya, bahwa semua ini diluar prediksinya.
"Jadi mahar apa yang kamu minta?" Tanya Bu Wati.
Bukan Risma yang menjawab tapi Bude Ani, dengan sikap judesnya.
"Boro-boro minta mahar, anakmu cuma bilang terserah. Dibantu bicara minta mahar 100 juta, emas, aku malah kena semprot." Ucapnya.
"Bude! Bude gak usah kompor, aku bisa jelasin ke Ibu." Kata Risma, yang melihat budenya mulai memprovokasi.
"Tuh liat sendiri anak mu, Mbak! Kayak gitu tu bicaranya semalam." Bude Ani beranjak segera keluar rumah karena mendengar Kang Bakso lewat.
Bi Wati menatap tajam Risma, baru berapa hari anaknya ditinggal sudah tidak tau mengurus diri. Dia meyakini bahwa calon suami Risma adalah orang miskin yang tidak selevel dengan keluarganya.
"Mana nomor calon suami mu, Risma? Atau nomor kelurganya saja!"
"Ibu mau apa? Semuanya sudah diatur, Bu. Jadi ibu gak perlu repot-repot urus ini itu." Risma masih dengan sabar menjelaskan pada Ibunya.
Riska yang dari tadi menyimak, mulai angkat bicara. Lama-lama dia juga gedek melihat adiknya yang pasrah pasrah saja, menyerahkan keputusan pernikahan pada keluarga laki-laki. Dia satu pemikiran dengan Bu Wati, kalau calon Risma itu gak modal.
"Kasih saja ke Ibu, Risma. Ibu tau yang terbaik." Kata Riska.
Risma yang tidak berpikiran negatif pada ibunya, segera menyerahkan nomor Ervan. Karena selama ini Ervan lah yang bertanggungjawab atas pernikahannya dengan Edward.
Setelah menekan nomor, Bu Wati langsung menekan tombol panggil.
"Halo!" Panggilan langsung diterima oleh Ervan.
"Apa benar ini calon suami, Risma?" Tanya Bu Wati yang suaranya sudah naik 10 oktaf dengan kekesalan yang tumpah ruah.
Ervan menjauhkan handphone dari telinga nya, suara yang menggelegar bisa membuat gendang telinga pecah.
"Saya kakaknya! Ada yang bisa saya bantu?" Ervan tau wanita yang menelponnya adalah Bu Wati.
"Saya ingin membatalkan pernikahan Risma. Saya tidak mau anak perempuan saya menikah sama laki-laki kere seperti adik mu."
"Darimana anda tahu, adik saya miskin? Bisa saja dibatalkan, saya akan mengirim rincian yang harus anda bayar." Kata Ervan dan mematikan panggilan sepihak.
"Halo.. Halo..! Kurang ajar orang bicara baik-baik, handphone nya malah dimatikan." Ucap Bu Wati kesal.
"Sejak kapan ibu bicara baik-baik. Sedari awal menelpon ibu sudah ngegas duluan. Siapa yang tidak jengkel melihat kelakuan ibu, jangan orang lain, aku saja gak suka Bu." Ucap Risma, yang seketika Bu Wati merasa tersentil.
"Kamu...."
"Perlu ibu tahu, Calon suami ku anak orang terkaya ketiga di negeri ini. Belum lagi usaha keluarganya yang ada diluar negeri. Bahkan baju pernikahan ku, disiapkan langsung oleh Mamanya. Dia pemilik butik terkenal, artis-artis saja pesan baju di mamanya. Kalau pernikahan ini batal, ibu siap-siap saja bayar dendanya." Ancam Risma.
Bu Wati dan Riska melongo, sepertinya mereka salah besar. Apalagi Bu Wati yang sudah bicara tidak sopan kepada kakak dari calon suami Risma.
"I Ibu gak tau, Risma!"
"Salah ibu yang selalu mendahulukan ego! Aku belum selesai bicara, ibu sudah jauh dengan pikiran jelek ibu. Baju pengantin aku sedang disiapkan, Bu. Kalau ibu batalkan, Ibu harus bayar 200 juta." Risma gegas meninggalkan keluarganya dan masuk ke kamar.
"Riska, tadi Risma bilang berapa 200 juta! Ibu harus bayar ganti rugi 200 juta."
"Tringg!" Nada ponsel Bu Wati, menandakan menerima sebuah pesan.
Risma mengirimkan rincian denda yang harus dibayar Bu Wati, karena membatalkan pernikahan.
Totalnya hampir 1 milyar, termasuk sewa gedung yang harus dibatalkan. Sewa hotel untuk keluarga besar mempelai.
"Riska! Riska! Lihat ini, Bagaimana? Ibu salah lagi, dimana kita ambil uang sebanyak ini?" Bu Wati dibuat panik karena nominal yang tertera.
"Ibu sih, gegabah! Lebih baik minta Risma bicara kembali pada calon kakak iparnya." Saran dari Riska disetujui oleh Bu Wati.
Mereka mengetuk pintu Risma berulang kali tapi tidak ada respon. Sedangkan Risma sendiri, tertawa puas membaca pesan dari Ervan.
Ervan hanya ingin membuat Bu Wati jera, jadi dia mengerjai nya.
*** ***
Singkatnya Bu Wati telah meminta maaf pada keluarga dari calon suami Risma. Tapi Bu Wati belum tahu bahwa dibalik semua ini ada Ervan.
Hendra dan Burhan sepertinya tidak banyak bercerita tentang dirinya, sehingga rencana berjalan dengan lancar.
Hari H pun tiba. Di acara akad Ervan dan Sabila tidak muncul sama sekali. Di malam resepsi mereka berdua baru hadir bersama-sama.
Gedung yang disewa dihias begitu indah, tema yang dipilih benar benar sesuai dengan keinginan Risma. Entah bagaimana caranya keluarga Edward bisa tahu tentang wedding dream nya.
Bu Wati dan keluarganya sangat takjub melihat kemewahan acara Risma. Ini bisa dijadikan bahan pamer Bu Wati pada tetangganya yang sudah menghinanya karena pernah di penjara.
"Riska! Ibu bisa pamer sama tetangga kita yang syirik kalau begini. Mereka gak akan berani lagi nyinyir ke ibu." Kata Bu Wati dengan bangganya.
"Iya, Bu! Hampir saja kita menyesal gara-gara nolak pernikahan ini. Untung mereka mau menerima permintaan maaf kita." Kata Riska.
Tengah asik bercengkrama, Riska tidak sengaja melihat Sabila dan lelaki yang sudah menjebloskan dirinya ke penjara turut hadir di acara adiknya.
"Ibu, Lihat tu! Mantan menantu ibu hadir juga di acara Risma. Lihat juga siapa yang disampingnya, lelaki menyebalkan itu ikut hadir." Kata Riska.
Bu Wati menoleh ke arah pintu masuk tamu. "Siapa yang mengundang mereka? Riska, ibu gak mau wanita miskin itu hadir di acara ini. Ayo temani ibu, kita usir mereka!" Ucap Bu Wati, dengan wajah Semerah kepiting rebus.
/Proud/
makan mulu/Proud//Joyful//Facepalm/
saya mau nonton/Facepalm//Facepalm//Facepalm/
kemarin-kemarin kemana saja kamuu Hen/Hammer/
/Proud//Proud/
klo mereka memg berhati baik pasti akan kagum dgn pekerjaan itu.
menurutku sih/Facepalm//Facepalm/