NovelToon NovelToon
Tempus Amoris

Tempus Amoris

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:7.3k
Nilai: 5
Nama Author: Uppa24

realita kehidupan seorang gadis yang dari kecil cacat akan kasih sayang yang sebenarnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uppa24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

kembalinya aluna

Elvanzo mengucapkan terima kasih kepada dosen tersebut dan berjalan keluar dengan pikiran yang semakin berat. Tidak ada informasi baru yang ia peroleh dari sana, hanya semakin banyak pertanyaan yang belum terjawab.

Ia mulai menyadari bahwa untuk mendapatkan jawaban yang sebenarnya, ia perlu bertanya langsung kepada Aluna, meskipun ia tahu itu tidak akan mudah. Sebuah tembok besar antara mereka masih sangat terasa, dan Aluna tampaknya belum siap untuk membuka masa lalunya sepenuhnya.

Di dalam hati Elvanzo, muncul tekad baru. Ia akan memberi ruang dan waktu untuk Aluna, namun ia tidak akan berhenti mencari tahu lebih banyak, demi pemahaman yang lebih baik tentang wanita yang ia hargai lebih dari sekedar teman.

~||~

Di tengah kebingungannya mencari jawab atas teka-teki antara Aluna dan Jeksen, Elvanzo merasa seperti dunia sekitarnya mulai menciut. Meskipun ia telah mendapatkan informasi yang sedikit mengenai Jeksen, masih ada banyak bagian dari cerita yang tidak ia mengerti. Sesuatu yang tertahan, seperti sebuah rahasia besar yang harus dibongkar, menggantung begitu kuat di antara mereka, dan itu menyiksa Elvanzo.

Saat itu, Mery datang mendekat, mengacaukan lamunannya. Gadis itu tampak lebih serius dari biasanya, namun ada sedikit kekhawatiran yang tertangkap di matanya. Setelah beberapa detik memperhatikan Elvanzo yang nampak kebingungan, Mery membuka mulutnya dengan hati-hati.

"Pak vanzo," suara Mery terdengar pelan. "Kau sedang mencari informasi tentang Jeksen dan Aluna, kan?"

Elvanzo hanya mengangguk pelan, menatap Mery dengan rasa ingin tahu yang mendalam. Mery menarik napas panjang dan melanjutkan dengan suara yang sedikit gemetar, seperti ada beban yang dipikul dalam dirinya.

"Beberapa minggu lalu, aku melihat sesuatu yang menggangguku," Mery mulai berbicara. "Aku memang selalu memperhatikan Aluna dari jauh. Kami cukup dekat, meskipun tak sering berbicara banyak. Saat itu, aku melihat mereka... Jeksen dan Aluna, berbicara di kampus. Tapi, entah mengapa, raut wajah Aluna terlihat seperti... seperti ketakutan. Ada kebencian juga di matanya. Dan Jeksen? Jeksen berkata sesuatu yang... membuat Aluna tiba-tiba terlihat sangat pucat."

Mendengar ini, hati Elvanzo berdegup kencang. Tiba-tiba, pikiran-pikirannya bergejolak. Selama ini ia hanya bisa menebak, tetapi mendengar pengakuan ini langsung dari Mery, sesuatu yang baru dan lebih nyata, membuat rasa penasaran Elvanzo semakin membuncah.

Mery melanjutkan, suara matanya meredup, seperti tengah menelan kepedihan yang dalam. "Aku tidak tahu apa yang terjadi di antara mereka. Tapi, aku rasa itu bukan percakapan biasa. Jeksen... Dia berkata sesuatu yang sangat menekan, bahkan Aluna terlihat sangat terkejut dan menderita, seperti ada kenangan lama yang mengganggunya. Itu membuatku yakin, bahwa ada lebih banyak hal antara mereka daripada yang kau pikirkan."

Elvanzo mendengus pelan, pikirannya berputar-putar mencoba merangkai potongan-potongan informasi yang telah ia dapatkan. Mengingat ekspresi Aluna yang selalu terjaga dan sikapnya yang sangat tertutup, mendengar bahwa Jeksen bisa membuatnya merasa begitu takut dan terkejut membuat Elvanzo semakin bingung. Apa sebenarnya yang terjadi antara mereka berdua?

Semuanya terasa gelap dan saling terkait, tetapi ia tak tahu bagaimana cara menerjemahkan semua potongan informasi ini menjadi pemahaman yang jelas. Satu hal yang pasti, Elvanzo tahu bahwa ada sesuatu yang sangat mendalam, dan mungkin sangat menyakitkan, yang telah disembunyikan Aluna.

Saat ia hendak berkata sesuatu, Mery menundukkan kepalanya. "Aku tidak tahu apa yang terjadi, pak vanzo. Aku hanya ingin kau tahu... mungkin kau bisa melakukan sesuatu untuk membantu Aluna. Tapi, hati-hati, karena jika itu benar-benar seburuk yang kupikirkan, kita mungkin akan melihat sisi lain dari diri Aluna yang selama ini ia sembunyikan."

Elvanzo menatap Mery dalam diam, meresapi kata-katanya. Sebuah ketegangan yang lebih dalam muncul, dan dalam hatinya ada dorongan untuk melindungi Aluna. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, namun kini ia tahu bahwa apapun yang terjadi, ia tidak bisa hanya diam dan membiarkannya berjalan begitu saja.

Segala perasaan itu, ketakutan Aluna terhadap Jeksen, kebenciannya, dan juga kenyataan bahwa ada lebih dari apa yang terlihat di permukaan, semakin memacu langkah Elvanzo untuk mencari jawaban. Dan ia tahu, dalam hatinya, bahwa jawaban itu hanya bisa datang jika Aluna sendiri yang siap untuk berbagi. Tapi itu juga berarti, Elvanzo harus sangat hati-hati, dan memberi ruang, agar ia tidak memaksa Aluna lebih jauh lagi.

Hari berlalu...

Setelah beberapa hari di kampung, Aluna akhirnya kembali ke kota, kembali menjalani rutinitasnya yang padat. Hari-hari berlalu seperti biasa—ia kembali ke klinik, melayani pasien dengan profesionalisme yang tak terbantahkan, dan mengisi jam kuliahnya tanpa ada yang berubah secara signifikan. Namun, ada satu hal yang sedikit berbeda, sesuatu yang bisa terasa meskipun tidak tampak begitu jelas oleh banyak orang.

Elvanzo, setelah beberapa lama menjaga jarak, mulai mendekatinya lagi. Dengan penuh perhatian, ia lebih sering mengawasi setiap langkah Aluna, berbicara dengan lembut namun terlihat lebih ingin dekat dari sebelumnya. Perhatiannya sangat jelas, seolah ingin mencoba membuka kembali pintu yang terkunci rapat antara mereka.

Namun, untuk Aluna, segala sikap Elvanzo yang semakin terbuka justru membuatnya merasa canggung. Ia berusaha mempertahankan tembok yang sudah ia bangun, menjaga jarak, meski tak jarang hati kecilnya meronta. Setiap kali Elvanzo mengajukan pertanyaan ringan atau sekadar memberikan senyum hangat, Aluna hanya menanggapinya dengan kebekuan. Ia tidak bisa melupakan kejadian-kejadian yang membuatnya menjaga jarak begitu jauh. Bahkan sikap Elvanzo yang semakin perhatian seakan hanya memperjelas betapa sulitnya ia untuk membuka diri.

Suatu pagi, saat mereka berada di ruang klinik yang sedang sibuk, Elvanzo mendekati Aluna di tengah kesibukan melayani pasien.

"Aluna," suara Elvanzo terdengar pelan, namun cukup untuk menarik perhatian gadis itu.

Aluna menoleh ke arahnya, dan meski usahanya untuk tetap terlihat tenang, tampaknya ia tidak bisa sepenuhnya menutup raut wajah yang keras.

"Ada yang bisa aku bantu?" tanya Aluna, suara dan sikapnya masih penuh dengan ketegangan.

Elvanzo mengangguk, tidak terpengaruh oleh sikap dinginnya. "Aku hanya ingin tahu bagaimana kabarmu setelah kemarin. Tak ada yang aneh, kan?"

Aluna memberikan senyuman tipis yang bisa dibilang lebih kepada kebiasaan, daripada kebahagiaan. "Aku baik-baik saja, vanzo. Jangan terlalu khawatir."

Tetap, Elvanzo bisa merasakan ada ketegangan yang jelas antara mereka. Meskipun ia mencoba mendekatkan diri, Aluna tampaknya tidak ingin membuka diri sedikit pun. Ia kembali teringat pada semua momen yang telah terjadi antara mereka sebelumnya, tentang rasa takut dan kebencian yang masih membebani Aluna, terutama terkait dengan masa lalunya. Namun, Elvanzo tetap tidak bisa berhenti peduli, meski tahu ini bukanlah hal yang mudah bagi Aluna.

"Jika ada yang bisa aku lakukan untuk membantumu, Aluna," kata Elvanzo dengan nada serius, meski tetap tenang, "kamu bisa memberitahuku kapan saja. Aku tidak akan memaksa, tapi aku ingin kau tahu, aku akan selalu ada."

Tapi untuk Aluna, kata-kata itu hanyalah angin lalu. Sebuah pengingat bahwa meskipun mereka tampaknya berada di bawah atap yang sama dan bekerja bersama-sama, kedekatan yang dulu ada kini tak lebih dari sebuah bayangan samar.

"Terima kasih," jawab Aluna, suara datar, "tapi aku baik-baik saja."

Elvanzo menghela napas dalam hati. Setiap kata dan sikap yang Aluna tunjukkan seolah menjauhkan mereka lebih jauh. Meski hatinya ingin melangkah lebih dekat, ia tahu bahwa tidak ada cara instan untuk mengembalikan apa yang pernah mereka miliki. Harapan bahwa suatu hari nanti, Aluna akan berbicara tentang masa lalunya, masih ada dalam dirinya, namun ia tidak tahu kapan itu akan terjadi.

Hari berlalu, dan meskipun banyak pertanyaan yang menggantung di benak Elvanzo, ia memilih untuk tetap bersabar. Tidak ada jalan pintas untuk memahami dan membantu Aluna.

Namun, dalam hati kecilnya, Elvanzo merasa bahwa keheningan dan ketegangan ini akan segera berakhir, mungkin bukan hari ini atau besok, tetapi suatu saat nanti, jika ia tetap memberi waktu dan ruang yang dibutuhkan oleh Aluna. Dan meskipun jarak antara mereka tetap ada, ia tahu bahwa jika ia terus mendekatkan diri dengan sabar, suatu saat nanti—di saat yang tepat—segala hal akan terungkap.

1
Lilovely
Mangat thor/Applaud/
Anonymous
semangat
Anonymous
aku suka banget ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!