Kisah ini menggambarkan perjalanan cinta Alan Hamdalah, seorang pria sederhana dari Cilacap, dengan Salma, gadis yang telah menjadi bagian penting dalam hidupnya sejak masa SMA. Hubungan mereka yang penuh kenangan manis harus diuji oleh jarak, waktu, dan perbedaan latar belakang keluarga.
Setelah bertahun-tahun berjuang demi masa depan, Alan kembali ke Cilacap dengan harapan melamar Salma di hari wisudanya. Namun, takdir berkata lain. Alan mendapati Salma menerima lamaran pria lain, pilihan keluarganya, di momen yang seharusnya menjadi hari bahagia mereka. Cerita ini menyelami perasaan kehilangan, pengorbanan, dan penerimaan. Meski hatinya hancur, Alan belajar merelakan cinta yang telah lama diperjuangkan. Dengan hati yang penuh luka, ia mendoakan kebahagiaan Salma, meskipun ia sendiri harus menghadapi kenyataan pahit. Sebuah narasi tentang cinta yang tak selalu berakhir bahagia, namun sarat makna kehidupan.
Setelah pertemuannya dengan Salma berakhir tragis, Alan mencoba untuk melanju
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibnu Hanifan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Makan Malam Romantis
Hari kedua di Dieng, aku dan Monika sepakat mengunjungi Candi Arjuna sebagai destinasi pertama kami. Candi Arjuna terkenal dengan keindahan arsitekturnya yang klasik dan suasana yang menenangkan. Udara pagi yang sejuk membuat perjalanan kami ke sana terasa begitu menyegarkan.
Begitu tiba di Candi Arjuna, kami langsung dibuat terpesona dengan keindahan pemandangan yang ada di Candi Arjuna. Deretan candi yang berdiri megah di tengah hamparan rumput hijau terlihat begitu luar biasa seperti sebuah sihir saja. Kami berjalan menyusuri area candi sambil sesekali berhenti untuk berfoto.
“Mas, lihat, bagus banget kan?” Monika menunjuk ke salah satu candi yang berdiri kokoh di tengah.
“Coba Kamu berdiri disana, Mas foto yah, Cantik” candaku sambil mengambil foto Monika.
"Gimana mas hasilnya bagus ngga, tolong foto lagi dong ,” ucap Monika sambil tersenyum manis dan beberapa kali bergaya di depan candi.
Tak hanya jalan-jalan sambil berfoto. Kami juga melakukan beberapa aktivitas sederhana seperti duduk di rerumputan sambil menikmati camilan yang kami beli sebelumnya. Rasanya seperti kembali ke masa pacaran, tapi kali ini kami sadar bahwa hubungan kami sudah menjadi jauh lebih dalam dan serius.
Waktu berjalan begitu cepat, dan tanpa sadar sore pun tiba. Matahari perlahan mulai terbenam, pantulan cahayanya membuat langit sore menjadi berwarna oranye yang terlihat begitu indah dan menakjubkan. LAku dan Monika memutuskan untuk kembali ke penginapan sebelum malam tiba.
Di penginapan, aku ingin membuat malam ini menjadi malam yang istimewa. Aku memesan sebuah ruangan dinner romantis yang disediakan oleh penginapan. Disana terlihat sebuah meja makan yang dihias dengan beberapa lilin-lilin kecil yang membuat suasana disana terlihat lebih hangat dan intim.
“Wah, Mas ini beneran Mas yang nyiapin ini semua,” ujar Monika dengan senyuman lebar.
“Ya dong. Kan Aku juga ingin diner romantis bareng sama istriku tercinta,” jawabku sambil menggoda.
Koki mulai menyajikan berbagai hidangan mewah, mulai dari sup, salad, hingga hidangan utama berupa steak daging sapi yang terlihat begitu menggoda. Namun, aku menghadapi tantangan besar. Karena aku belum pernah makan steak sebelumnya.
Aku melihat Monika yang dengan santainya memotong daging steak menggunakan pisau dan garpu yang tersedia. Aku mencoba menirunya, tapi ternyata itu tidak semudah yang terlihat. Beberapa kali aku mencoba memotongnya, tapi daging itu justru melompat dan akhirnya jatuh ke lantai.
Monika yang kaget langsung melihat ke arahku, kemudian tertawa terbahak-bahak. “Mas! Apa-apaan sih? Kok dagingnya malah loncat!”
Aku merasa malu, tapi ikut tersenyum bodoh. “Maaf... Jujur Mas belum pernah makan makanan ini sebelumnya.”
Monika menahan tawanya. “Jadi Mas belum pernah makan steak sama sekali? Kenapa ngga bilang?”
“Malu lah. Kan Mas juga pengen dinner romantis kaya di film-film,” jawabku sambil menggaruk kepala.
Monika tertawa kecil. “Ya udah, mau ganti menu apa gimana?”
“Engga, Mas mau makan ini aja. Tapi tolong ajarin cara makannya” pintaku.
Monika mengambil piringku dan mulai memotong steak menjadi potongan kecil-kecil. “Nih, Mas tinggal makan aja. Gampang kan, nanti deh, aku ajarin pelan-pelan.”
Diner kami berjalan lancar meskipun ada beberapa momen memalukan yang aku lakukan. Tapi semua itu justru bumbu-bumbu dalam dinner romantis yang membuat malam itu terasa lebih hangat dan penuh tawa.
Setelah makan malam, aku memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Monika bilang dia ingin menghapus beberapa riasannya terlebih dahulu sebelum mandi. Ketika aku selesai mandi dan keluar dari kamar mandi, Monika gantian masuk. Aku duduk di tempat tidur sambil membaca buku yang ada di meja kecil di sampingku.
Tak lama kemudian, Monika keluar dari kamar mandi dengan mengenakan sebuah handuk yang membalut tubuhnya. Rambutnya yang basah dan wangi dari sabun mandi membuatnya terlihat begitu menggoda.
Monika berjalan menuju koper untuk mencari baju tidur. Aku yang tidak tahan melihatnya langsung berdiri dan memeluknya dari belakang.
“Mas, ngapain?” tanyanya bingung.
“Mas pengen... kaya kemarin malam,” jawabku dengan suara pelan tapi penuh arti.
Monika berbalik, menatapku dengan senyuman yang menggoda. “Mas mau?”
Aku mengangguk. Monika menarikku ke arah tempat tidur, dan malam itu pun menjadi malam yang penuh kehangatan dan cinta.
Keesokan paginya, aku terbangun lebih awal. Cahaya matahari yang masuk melalui celah jendela membuat kamar terasa hangat. Aku melihat Monika masih tertidur pulas di sampingku. Wajahnya terlihat begitu damai, dan aku merasa bersyukur memiliki dirinya.
Aku bangkit perlahan, berjalan menuju jendela. Dari sana, aku bisa melihat pemandangan luar yang begitu indah—kabut tipis menyelimuti bukit, dan sinar matahari pagi mulai menerobos dengan lembut.
Tak lama kemudian, Monika terbangun. Dia berjalan menghampiriku dan memelukku dari belakang. “Pemandangannya indah, ya, Mas,” bisiknya.
“Indah banget. Tapi masih kalah sama istri Mas,” jawabku sambil tersenyum.
Monika tertawa kecil. “Mas bisa aja.”
Dia kemudian menatapku dengan tatapan menggoda. “Mas... aku mau lagi. Hari ini kita ngga usah kemana-mana, ya? Aku pengen habisin waktu di kamar aja, bareng kamu.”
Aku tertawa pelan, merasa semakin jatuh cinta pada Monika. “Oke, kalau itu yang kamu mau. Hari ini kita nikmati waktu kita berdua"
Hari itu menjadi hari penuh kebahagiaan dan kehangatan. Sepanjang Hari aku dan Monika hanya dikamar memadu cinta hingga kami tidak sanggup melakukannya lagi. Kami seperti para pengantin baru yang sedang dimabuk rasa indahnya bercinta