Anyelir adalah salah satu nama apartemen mewah yang terletak di sudut kota metropolitan. Suatu hari terjadi pembunuhan pada seorang wanita muda yang tinggal di apartemen anyelir 01. Pembunuhnya hanya meninggalkan setangkai bunga anyelir putih di atas tubuh bersimbah darah itu.
Lisa Amelia Sitarus harus pergi kesana untuk menyelidiki tragedi yang terjadi karena sudah terlanjur terikat kontrak dengan wanita misterius yang ia ditemui di alun-alun kota. Tapi, pada kenyataan nya ia harus terjebak dalam permainan kematian yang diciptakan oleh sang dalang. Ia juga berkerjasama dengan pewaris kerajaan bisnis The farrow grup, Rafan syahdan Farrow.
Apa yang terjadi di apartemen tersebut? Dan permainan apakah yang harus mereka selesaikan? Yuk, ikutin kisahnya disini.
*
Cerita ini murni ide dari author mohon jangan melakukan plagiat. Yuk! sama-sama menghargai dalam berkarya.
follow juga ig aku : @aca_0325
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mapple_Aurora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33
Darah segar keluar dari paha Valdi membuat pria itu berteriak kesakitan, dia mundur sambil menyeret kakinya yang terluka.
"Aku takut,"Bisik Mizuki memegang erat ujung baju Irene. Keduanya berhenti dan berdiam diam ditempat dengan kaki gemetar. Dua sahabat itu tidak ingin mendekati sosok itu, mereka hanya ingin pulang dengan selamat dengan mengandalkan orang-orang yang lebih berani.
Ting ....ting.. tong
Suara bel aneh berbunyi keras mendominasi seluruh penjuru rumah, Lalu, setelah beberapa saat lampu suram bercahaya kuning pudar menyala di rumah itu. Tidak terang, tapi cukup untuk melihat dengan jelas.
Orang bertopeng itu sudah berdiri ditengah, dekat Lara yang masih mengatasi rasa pusingnya dengan memijat keningnya. Tidak ada terdengar pergerakannya, namun tiba-tiba saja dia sudah tidak duduk di sofa.
Melihat bahwa posisi mereka sekarang sedang mengelilinginya, Janied dengan tubuh gembrot nya maju, wajahnya merah padam dan dalam hati menegaskan akan menangkap orang bertopeng apapun yang terjadi.
Orang bertopeng bahkan tidak peduli, dia dengan santai membaringkan Lara di lantai, dari belakang dapat merasakan beberapa orang bergegas untuk meringkus.
Ketika, tangan Janied berhasil meraih bagian belakang jas yang ia pakai, saat itu pula kapak yang dia pegang di ayunkan ke dada Lara. Gadis yang sedang menahan pusing itu seketika terkejut dan ingin berdiri, namun naas kapak sudah bersarang di dadanya.
"Akh-ap,"Dari mulut lara menyembur darah segar, pun dari dadanya keluar lebih banyak. Wajahnya menjadi pucat pasi dan rona wajahnya mulai pudar. Kepalanya terlukai lemas ke samping, dia sedang diambang kematian.
"Jangan dilepaskan! Kapaknya sudah tidak ditangannya. Kita ikat dia,"Kata Janied, meski tangannya gemetaran melihat pembunuhan sadis yang baru pertama kali terjadi di depan matanya sendiri, ambisinya untuk bisa keluar lebih besar.
Tiara dan Hugo mengangguk, keduanya mengambil alih kedua tangan orang bertopeng dan meletakkannya di belakang punggungnya, seperti tawanan yang di borgol polisi. Sementara Valdi hanya bisa melihat dari jauh, sembari mengikat lukanya dengan bajunya.
Tapi, Valdi sudah tidak mempunyai keberanian untuk menjauh. Biarlah orang bertopeng itu menjadi urusan Janied dan yang lainnya.
"Sekarang dia tidak akan bisa melakukan apa-apa. Aku ingin melihat wajahnya, kurang ajar mana yang berani main-main denganku."Kata Janied mulai jumawa, melihat orang bertopeng diam saja, Janied tidak lagi takut.
Janied mengulurkan tangan dan menarik topeng dari wajah tersebut, cahaya lampu tidak terang, tapi wajah orang itu terpampang jelas di depan mereka.
Selain mata cokelat sayu nya yang indah, bagian lain di wajahnya tidak nampak bagus. Tulang pipi sebelah kanannya mencuat keluar, pipi kirinya penuh luka berdarah yang sudah setengah kering dan setengah bernanah. Ada bekas jahitan di dahinya, masih ada benang jahitnya yang terlihat dan tidak menutupi lukanya sama sekali.
"Ada apa?"Tanya Hugo, dia ada dibelakang orang bertopeng tentu tidak bisa melihat wajahnya.
"Itu-itu,"Janied menelan saliva nya takut, matanya melebar, seumur hidup baru kali ini dia melihat wajah yang demikian seramnya.
Sudut bibir orang itu terangkat, dia tersenyum lebar membuat wajahnya tambah seram.
"AAAA...."Mizuki lebih dulu berteriak. Gadis setengah jepang itu menarik tangan Irene dan berlari kencang menaiki tangga. Tidak peduli dengan orang-orang di lantai dasar, tidak peduli apakah orang itu tertangkap atau tidak, yang Mizuki inginkan adalah menjauhinya sejauh mungkin.
"Bawa aku ke polisi, Janied, katakan bahwa aku baru saja membunuh seseorang."Suaranya bergema seram, serak dan berat, mulutnya bergerak aneh saat berbicara. Janied merasa bahwa orang yang tadi duduk di sofa dengan orang yang berdiri di depannya sekarang berbeda.
Perlahan Janied melangkah mundur, keberanian nya yang tadi begitu menggebu-gebu lenyap entah kemana. Melihat hal itu membuat Tiara heran, dia melirik Hugo yang sama bingung nya. Merasa ada yang tidak beres, Tiara melepaskan tangan orang itu, lalu berpindah posisi ke depannya.
"Oh, Tuhan!"Pekik Tiara, "Lari, Hugo!"
Tiara hanya berteriak sebentar kemudian lari secepat yang dia bisa. Valdi sudah pergi entah kemana, dia sudah tidak ada di lantai dasar, mungkin saat wajah itu terlihat olehnya Valdi langsung pergi.
"Hahahaha.... " Wajah seram itu tertawa keras, perlahan berjalan mendekati Janied.
"Kita akan bermain kawan-kawan. Lari dan sembunyi! Jika aku menemukan kalian, aku harus menjadikan tubuh kalian sebagai karya seni."
Meski mempunyai sepuluh kali lipat keberanian saat bermain game, saat ini tidak ada secuil keberanian yang tersisa pada Hugo. Dia berlari kalang kabut keluar pintu utama. Malam ini tidak ada bulan ataupun bintang, langit kelabu dan diluar sangat gelap.
Hugo berlari mengelilingi rumah, mencari tempat persembunyian. Hingga kakinya berlari tanpa sadar ke arah halaman belakang, pelipis nya basah oleh keringat, nafasnya tersengal-sengal. Dia berhenti sejenak dibawah pohon yang berjejer hampir menempel pada dinding.
Kepalanya menoleh ke belakang, orang itu tidak mengikutinya, jadi dengan cepat Hugo memanjat pohon itu dan bersembunyi diantara daun lebatnya.