DALAM TAHAP REVISI TANDA BACA
Jangan lupa follow IG Author : tiwie_sizo08
Karena insiden yang tak diinginkan, Zaya terpaksa harus mengandung benih dari seorang Aaron Brylee, pewaris tunggal Brylee Group.
Tak ingin darah dagingnya lahir sebagai anak haram, Aaron pun memutuskan untuk menikahi Zaya yang notabenenya hanyalah seorang gadis yatim piatu biasa.
Setelah hampir tujuh tahun menikah, rupanya Aaron dan Zaya tak kunjung mejadi dekat satu sama lain. perasaan yang Zaya pendam terhadap Aaron sejak Aaron menikahinya, tetap menjadi perasaan sepihak yang tak pernah terbalaskan, hingga akhirnya Aaron pun memilih untuk menceraikan Zaya.
Tapi siapa sangka setelah berpisah dari Zaya, Aaron justru merasakan perasaan asing yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Jatuh cintakah ia pada Zaya?
Akankah akhirnya Aaron menyadari perasaannya dan kembali bersama Zaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiwie Sizo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keputusan
6 tahun kemudian....
Zaya melangkahkan kakinya memasuki sebuah kafe yang terlihat sedang ramai. Tampak para pegawai yang berpapasan dengannya menyapa sambil membungkuk hormat. Zaya tersenyum dan membalas sapaan mereka satu persatu dengan ramah.
Zaya menaiki lantai atas bangunan kafe tersebut, lalu masuk kedalam sebuah ruangan yang tak lain adalah ruang kerjanya sendiri. Dan mulailah Zaya berkutat pada rutinitasnya, memeriksa laporan harian oprasional kafe.
Ya. Itu adalah kafe milik Zaya yang telah dirintisnya sejak lima tahun lalu. Tepat setahun setelah Aaron membuka sekolah gratis untuknya.
Setelah percakapannya dengan Aaron dipuncak bukit waktu itu. Zaya benar-benar menjalani harinya dengan berpura-pura tidak mencintai Aaron. Ia mulai menyibukkan diri dengan berbagai hal selain mengelola sekolah miliknya.
Zaya mulai belajar tentang bisnis dan banyak mengikuti seminar yang diisi pengusaha-pengusaha sukses. Ia mempelajari bagaimana cara membaca peluang dan cara memulai sebuah usaha. Hingga akhirnya, bermodalkan uang bulanan dari Aaron yang ia kumpulkan selama setahun, Zaya pun membuka sebuah kafe dipusat kota.
Usahanya benar-benar ia rintis dari nol. Mulai dari hanya mempekerjakan tiga orang karyawan saja, dengan Zaya sendiri yang menjadi kasir. Hingga usahanya perlahan mengalami kemajuan dan kini sudah membuka beberapa cabang ditempat lain dan sudah memiliki lebih banyak pegawai.
Zaya berhasil. Dia kini menjadi pribadi yang lebih mandiri dan dewasa. Tak hanya dirumah Aaron ia disapa Nyonya, ditempat kerjanya pun ia dihormati dan menjadi bosnya. Pencapaian yang sangat Zaya syukuri diusianya yang baru menginjak 27 tahun.
Tapi ada hal yang tidak Zaya sadari, semua keberhasilannya itu tidak lepas dari campur tangan Aaron. Diam-diam Aaron memperhatikan setiap hal yang dikerjakannya. Dan Aaron juga mengatur orang kepercayaannya untuk membantu secara diam-diam jika Zaya mengalami kesulitan.
Aaron terus memantau perkembangan usaha Zaya hingga dirasa stabil dan tidak mengalami masalah lagi, barulah dia melepas Zaya untuk berjalan sendiri. Aaron bangga Zaya bekerja keras membangun usaha tanpa mengambil keuntungan dari nama besarnya.
Diam-diam terbesit rasa kagum dihatinya pada wanita yang telah melahirkan putranya itu. Aaron menyadari jika Zaya telah menjelma menjadi sosok yang membanggakan. Meskipun, saat ini tetap tak ada kedekatan emosi diantara mereka.
Zaya dan Aaron, keduanya tetap saja terpisah meskipun terlihat bersama. Aaron tetap dengan dinding pembatas yang dibangunnya untuk Zaya. Dan Zaya sendiri tak berdaya untuk menembus pertahan Aaron sehingga ia hanya bisa menekan perasaannya agar terlihat tak mempunyai perasaan apa-apa terhadap Aaron.
"Bu Bos." suara salah satu karyawan Zaya mengejutkannya.
Zaya mendelik pada gadis muda itu. Sudah berulang kali Zaya mengatakan untuk tidak memanggilnya dengan sebutan 'Bu Bos', tapi gadis muda itu membandel, malah membuat teman-teman kerjanya yang lain memanggil Zaya dengan sebutan yang sama.
"Panggil Kak Zaya saja, Fina." Zaya kembali menegaskan pada gadis bernama Fina itu.
Fina hanya tersenyum meringis.
"Kalau saya panggil Kakak, serasa kerja dengan kakak sendiri, jadi suka malas-malasan." kilahnya.
"Nanti kan Bu Bos juga yang rugi." tambahnya lagi sambil nyengir kuda.
Zaya hanya bisa mendesah sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Ya, sudah. Terserah kamu saja." pasrahnya.
"Eh, iya. Saya mau memberikan ini, Bu. Laporan dari cabang kafe kita yang baru dibuka." Fina kembali teringat tujuannya dan meletakkan berkas yang dibawanya sedari tadi ke meja Zaya.
Zaya melihatnya sekilas lalu mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Respon pelanggan lebih bagus dari yang kita kira. Sepertinya promosi kita kemarin benar-benar berhasil." Zaya tersenyum cerah.
"Benar, Bu."
Fina mengiyakan sambil ikut tersenyum.
"Kalau begitu saya permisi dulu." pamitnya kemudian.
Zaya mengangguk. Lalu Fina pun keluar dari ruang kerja Zaya.
Sepeninggalan Fina, Zaya merebahkan punggung disandaran kursinya. Matanya menerawang dengan pikiran yang melalang buana.
Sudah banyak yang ia capai selama beberapa tahun terakhir. Bahkan diam-diam ia sudah bisa membeli sebuah rumah mungil dari hasil jerih payahnya. Rumah yang ia cicil selama dua tahun tanpa sepengetahuan Aaron. Meski dia tidak yakin apa Aaron benar-benar tidak mengetahuinya, mengingat kemampuan Aaron yang diluar nalarnya.
Zaya merasa perlu mempersiapkan diri dengan masa depannya yang sangat tidak pasti. Entah sampai kapan ia akan menjadi istri Aaron, ia tak bisa memastikan.
Zaya tak ingin terpuruk jika suatu saat nanti Aaron meninggalkannya. Meski ia lebih berharap jika Aaron akan terus bersamanya sampai akhir. Tapi takdir siapa yang tahu. Seperti yang dulu pernah Aaron katakan, apapun bisa saja terjadi.
Zaya memandang foto Albern dimeja kerjanya. Putranya itu kini telah tumbuh menjadi anak lelaki yang tampan dan cerdas. Wajah dan sikapnya banyak memiliki kemiripan dengan sang papa. Hanya matanya saja yang terlihat seperti Zaya.
Albern seringkali disebut sebagai duplikat Aaron. Like father like son. Dari mulai gestur, cara bicara dan caranya berinteraksi dengan orang lain, benar-benar mirip dengan Aaron. Sampai-sampai Zaya bingung mesti merasa senang atau sedih, lantaran ayah dan anak itu sama-sama punya sikap dingin dan sulit didekati.
Meski begitu, sejauh ini Zaya cukup senang bisa tetap bersama kedua orang paling dicintainya itu. Biarpun harus tetap menahan perasaannya untuk tidak menunjukkannya, Zaya bersyukur masih bisa melihat mereka setiap harinya. Dan Zaya tidak keberatan jika harus tetap mencintai dalam diam seumur hidupnya.
Tak terasa hari sudah mulai sore. Meski kafe masih belum tutup, Zaya sudah harus pulang kerumah karena Albern juga telah menyelesaikan pelajaran tambahannya.
Zaya memang berusaha untuk lebih dulu berada dirumah sebelum Albern pulang. Baginya momen menyambut kedatangan Albern dan mengantarkan bocah itu kekamarnya adalah sesuatu yang lebih berharga dari apapun. Dan Zaya tak ingin seharipun melewatkannya. Untuk itulah ia berusaha untuk selalu pulang cepat setiap harinya.
Setibanya dirumah, Zaya lega karena Albern belum kembali. Tapi kemudian ia sedikit menautkan alisnya saat melihat seseorang yang turun dari arah ruang kerja Aaron.
"Asisten Dean?" panggilnya setengah bergumam.
"Nyonya." Asisten Dean membungkuk hormat pada Zaya.
"Kenapa kamu disini? Apa Aaron sudah pulang?" tanya Zaya bingung.
"Iya, Nyonya. Tuan sudah pulang. Sekarang Tuan sedang menunggu Nyonya diruang kerjanya." jawab Asisten Dean.
"Saya permisi, Nyonya." tambah Asisten Dean lagi sambil kembali membungkuk hormat pada Zaya, kemudian dia pun berlalu meninggalkan Zaya yang masih diselimuti tanda tanya.
"Aaron menungguku? Kenapa?
Sambil bertanya-tanya Zaya melangkahkan kakinya menuju ke ruang kerja Aaron. Setelah sempat mengetuk pintu, Zaya pun masuk kesana dengan perasaan yang mulai terasa tidak enak.
Tampak Aaron sedang duduk disofa sambil memeriksa beberapa berkas.
"Apa kamu menungguku?" tanya Zaya.
Aaron mendongak dan meletakkan berkas ditangannya.
"Duduklah. Aku mau bicara." pinta Aaron. Suaranya terdengar sangat dalam dan serius.
Zaya patuh dan duduk dihadapan Aaron. Kemudian Aaron mengeluarkan selembar berkas dan menyerahkannya pada Zaya. Zaya pun menerimanya dengan penuh tanda tanya.
"Baca dan segeralah tanda tangani." ujar Aaron dengan nada tidak ingin dibantah.
Zaya menautkan kedua alisnya, lalu melihat sekilas berkas ditangannya. Matanya seketika membelalak dan langsung mendongak kearah Aaron.
"A-apa ini..?" tanyanya tercekat.
Tiba-tiba dadanya bergemuruh dan sekujur badannya bergetar hebat.
Zaya belum membaca keseluruhan isi berkas itu, tapi tulisan dengan huruf kapital yang cukup besar dibagian atasnya membuat benar-benar syok.
SURAT PENGAJUAN PERCERAIAN
Aaron, apa kamu sedang mengajakku bercanda?
Bersambung.....
jangan sedikit-sedikit marah, menangis 😭 dan Mengabaikan suami.
bisa-bisanya mamanya dikasi. zombie
baru merasa kehilangan ya Aaron
waktu zaya kau menghina dan menyeretnya seperti sampah di rumah mu menyakiti nya di tempat tidur dia tetap memaafkan dan bertahan padamu.
dia tidak meminta hartamu Aaron hanya kasih sayang perhatian atau lebih tepatnya CINTA.
tapi setelah berpisah baru kau merasa kehilangan
masih waras kah Aaron?
karena zaya patut di perjuangkan
seganti g apapun laki-laki kalau tak bisa menghargai ya percuma