Virginia menjual keperawanan yang berharga pada Vincent demi menyelamatkan nyawa adiknya yang saat ini sedang koma. Namun, Vincent yang sedang mengalami prahara dalam hubungannya dengan sang mantan istri, menggunakan Virginia untuk membalas dendam pada sang mantan istri.
Vincent dengan licik terus menambah hutang Virginia padanya sehingga anak itu patuh padanya. Namun Vincent punya alasan lain kenapa dia tetap mengungkung Virginia dalam pelukannya. Kehidupan keras Virginia dan rasa iba Vincent membuatnya melakukan itu.
Bahkan tanpa Vincent sadari, dia begitu terobsesi dengan Virginia padahal dia bertekat akan melepaskan Virginia begitu kehidupan Virgi membaik.
Melihat bagaimana Vincent bersikap begitu baik pada Virgi, Lana si mantan istri meradang, membuatnya melakukan apa saja agar keduanya berpisah. Vincent hanya milik Lana seorang. Dia bahkan rela melakukan apa saja demi Vincent.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon misshel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan Terlalu Sering
"Jalan?" Egi mendongak dari buku yang ia baca, kaget melihat Vincent mengulurkan tangan padanya. "nggak capek, kan?"
Pandangan Egi turun ke tangan Vincent, lalu ia berdiri, mengemasi bukunya dan menyambut tangan Vincent.
"Andrea nggak bisa dateng hari ini."
Egi menoleh ke arah Vincent, mengangguk dan tersenyum. Sebenarnya, dia ingin bertanya banyak hal, tetapi raut wajah Vincent yang terlihat lelah, membuat Egi terdiam.
"Dokter ingin kopi?"
Vincent menggeleng. "Tadi udah habis 2 cangkir."
Vincent diam-diam tersenyum melihat Egi berusaha sekali untuk menghiburnya. Bahkan ketika Vincent menutup satu topik pembicaraan yang Egi bangun, Egi hanya mampu mengangguk lalu menunduk lagi.
"Tapi kalau makan steak kayaknya aku mau, deh." Vincent menarik Egi lebih dekat dengannya. Meraih pundak Egi dan mencium kepalanya, yah, meski itu membuat Egi semakin dalam menunduk.
"Kamu selalu salah tingkah kalau dicium," komentar Vincent keras-keras. "padahal cuma di kepala, pantas kalau di bibir, kamu kaya pengen ngilang."
Egi memejamkan mata kuat-kuat. Padahal dia sudah ingin melupakan kegiatan panas yang mereka lalui selama ini.
Fokus Egi hanya bisa kembali utuh jika dia bersama El atau Andrea, selain itu jujur saja ia kacau balau.
"Dokter," ujar Egi tepat ketika mereka masuk ke area parkir.
Vincent yang sudah siap membuka pintu mobil menoleh. Ia melihat Egi ragu-ragu. "Katakan saja!"
"Tolong jangan sering-sering melakukan itu." Egi menolak membalas tatapan Vincent.
Vincent kaget. "Kamu bosan padaku?"
Egi menggeleng cepat.
"Lalu?!" Vincent lebih heran lagi sekarang.
"Saya ...." Egi menyusun kata-katanya. "Saya susah untuk fokus karena terlalu sering."
Vincent tersenyum mendengarnya. "Itu hanya karena belum terbiasa. Nanti lama-lama juga biasa saja."
Egi akhirnya mendongak, memandang Vincent yang terlihat santai menanggapi ucapannya, padahal dia sudah serius bicara. Dia ingin fokus, selain saat belajar bersama Andrea, seluruh pelajaran dari Andrea harus dipelajari lagi. Namanya dia sekolah kan? Ada prestasi yang harus dia bayar mahal atas fasilitas mewah dari Vincent.
Egi tidak ingin terlalu sering karena takut Vincent masih membagi hatinya untuk Lana. Sedangkan dia mulai merasakan sesuatu yang aneh, yang dia pikir namanya cinta.
Vincent melihat Egi kebingungan, tetapi dia hanya mengusap kepala Egi sebagai jawaban.
"Kita makan dulu, baru bicara lagi." Vincent tidak mau menerima keberatan Egi. Terserah dia mau sering, mau tidak sering, mau siang, mau malam, yang jelas, dia hanya ingin Egi memikirkannya saja. Yang lain bisa belakangan dipikirkan. Usia Egi masih muda, sementara Vincent sebentar lagi tua.
Kata Jefry, bagus cari pasangan yang masih muda, kalau bisa yang belum sibuk dengan urusan rumah tangga, yang masih hanya memikirkan sekolah saja, dan kebetulan, dia bertemu satu yang seperti itu, jadi manfaatkan saja.
Vincent kembali tersenyum tipis mengingat semua obrolan dirinya dengan Jefry yang kadang-kadang mendekam terlalu lama di kepalanya.
Panjang umur ketika memikirkan Jefry, anak itu mengiriminya sebuah pesan.
"Tuan, meski anda jatuh cinta, dunia masih milik 8 milyar manusia. Tolong jangan anggap dunia hanya milik anda! Ingat, membuat kegaduhan di rumah sakit karena tindakan mesra anda dengan istri anda, membuat sebagian besar karyawan sibuk bergosip adalah tindakan yang merugikan rumah sakit!"
Vincent menoleh ke belakang, kemudian kembali tersenyum. Tertawa malah, meski kecil sekali.
Sejak kapan ada orang yang membicarakan dirinya? Orang itu jelas hanya Jefry dan Hana.
Tapi Vincent tidak membalas Jefry, malas sekali menanggapi bualan anak itu. Justru ia segera memilih pergi dan makan malam bersama Egi, lalu menghabiskan malam bersamanya.
Kecuali ada panggilan darurat dari rumah sakit.
Ah, itu kadang menyebalkan sekali.
Vincent kepikiran resign sejak ia menikah.
Siapa sangka sejak tadi ada yang mengawasi Vincent dan Egi. Arfa merekam Vincent sebagai bukti. Jaga-jaga kalau sesuatu yang buruk terjadi.
"Benar kan, aku bilang kalau mereka udah memeras ayahku?" Arfa menggeram. "Dokter itu pasti bisa membuat seolah-olah anak itu terluka parah agar bisa membuat kami bayar lebih mahal pada anak itu!"
Arfa memikirkan sesuatu, tetapi sebelum itu, dia harus memastikan Lana lebih dulu. Wanita licik itu terlalu enak duduk santai di rumah.
"Apa dia tidak tahu kalau suaminya punya pacar lagi?" Arfa terkekeh. "Lana-Lana, kamu bilang, kita itu tidak bakal ketahuan karena suami kamu sibuk di rumah sakit, tapi kamu nggak tahu kalau suamimu sibuk bukan karena bekerja, tapi karena ada wanita lain."
Arfa kembali terkekeh, sebelum kembali ke mobilnya dan menuju rumah Lana. Dia baru saja mulai sesuatu yang akan disebutnya sebagai teror.