Virginia menjual keperawanan yang berharga pada Vincent demi menyelamatkan nyawa adiknya yang saat ini sedang koma. Namun, Vincent yang sedang mengalami prahara dalam hubungannya dengan sang mantan istri, menggunakan Virginia untuk membalas dendam pada sang mantan istri.
Vincent dengan licik terus menambah hutang Virginia padanya sehingga anak itu patuh padanya. Namun Vincent punya alasan lain kenapa dia tetap mengungkung Virginia dalam pelukannya. Kehidupan keras Virginia dan rasa iba Vincent membuatnya melakukan itu.
Bahkan tanpa Vincent sadari, dia begitu terobsesi dengan Virginia padahal dia bertekat akan melepaskan Virginia begitu kehidupan Virgi membaik.
Melihat bagaimana Vincent bersikap begitu baik pada Virgi, Lana si mantan istri meradang, membuatnya melakukan apa saja agar keduanya berpisah. Vincent hanya milik Lana seorang. Dia bahkan rela melakukan apa saja demi Vincent.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon misshel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Anak Kesayangan Mama
"Sudah cerai?" Arfa seperti ditampar di wajah saat mendengar cerita dari Arifin. Dia barusan ke rumah Lana dan di sana kosong.
"Benar, Mas Arfa." Arifin melihat gelagat aneh di wajah Arfa. "Tetapi itu tidak berarti Mas Arfa bisa dekat dengan Bu Lana lagi."
Sejenak Arfa menatap Arifin dengan alis terangkat. "Apa karena aku cari Lana itu karena ingin sama Lana lagi?"
Arfa mencibir ketidaktahuan Arifin. "Dengar, Pak Arifin, tidak ada yang tersisa dalam diriku untuk Lana selain kebencian! Jika bisa, Lana harus mati di tanganku sendiri!"
Arifin merasa lega meski ngeri juga atas tekat Arfa. "Cara terbaik membalas orang seperti Bu Lana adalah dengan hidup dengan baik dan menjadi lebih baik. Mas Arfa tau kan, kalau rumah Bu Lana sudah kosong, artinya setelah tahu Mas Arfa bebas, dia segera kabur untuk sembunyi. Kita semua tau pasti kalau Bu Lana ketakutan."
Arfa mendengus kasar. Hampir dibunuh itu tidak semudah itu membalas dendamnya. Minimal, Lana harus dicekik juga dari belakang sama seperti dirinya kemarin.
"Mas, kali ini, tolong dengar Ayahmu. Kasihan beliau sudah berkorban banyak untuk kamu."
Mata Arfa mendadak berkilat penuh amarah. "Pak Arifin tahu tidak kalau Ayah yang nyuruh saya kabur? Kalau saya nggak kabur, saya justru bisa diberi keringanan, karena anak itu belum cukup umur untuk mengendarai kendaraan bermotor! Jika diusut, aku bahkan bisa ambil ganti rugi dari kakaknya!"
Arifin memejamkan mata. Itu adalah salah satu kesalahan Setya Nugraha yang sangat ia sesali. Sebelum mengambil keputusan itu seharusnya dia menghubungi dirinya lebih dulu untuk berkonsultasi, tetapi karena panik dan terlanjur menyebar beritanya, Setya pikir kabur adalah solusi.
Arfa yang diopnamepun terpaksa dibawa pulang dan diinapkan di sebuah resort sewa di kota yang cukup terpencil.
"Jadi uang Ayah, selain sia-sia tidak ada kata yang lebih baik untuk aku ucapkan." Arfa berdiri. Ke sini pun dia mendapat jalan buntu dan nasehat tidak berguna.
Arifin memikirkan sesuatu, kemudian berkata tepat saat Arfa mencapai pintu. "Kita tuntut balik pihak korban, Mas ... kurasa polisi terlalu takut pada Vincent yang membantu Elvano saat itu."
Arfa berhenti. "Virginia bahkan kini akan didukung mati-matian oleh Dokter Vincent, Pak Arifin! Mereka sudah menikah. Yakin Pak Arifin ingin nambah beban pekerjaan lagi? Hasilnya bahkan sudah bisa ditebak. Lagi pula, Ayah dan Pak Arifin berdamai dengan mereka, akan terlihat Ayah saya sangat licik jika sampai tuntutan kita terpenuhi."
Benar. Pencabutan laporan itu terlihat seperti kebaikan Virginia.
"Pencabutan laporan itu terlihat seperti Ayah dan aku sangat tidak berdaya!"
Arifin menghela napas. Sebenarnya anak ini mengincar apa?
...
"Sara, Sara!" Nungki tergopoh masuk ke dalam rumah usai dari toko emas. Ia memanggil anak pertamanya yang bernama Sarafina.
"Apa sih, Ma?" Sejak Lana kabur, mamanya itu jadi sibuk jual barang-barang berharganya. Sara kesal melihat itu. Harusnya, diusia senja mamanya menikmati waktu dengan baik, bukan malah pusing begini.
Nungki mengulurkan ponsel begitu melihat Sara muncul.
"Tadi ada yang ngirim foto Brie! Kayaknya mau diculik ini!"
Sara membaca isi pesan tersebut dan mendesah pelan. "Brie kan sama Papanya, Ma! Ini cuma gertak sambel doang!"
Nungki mendelik. "Sara! Kamu baca nggak sih! Ini Brie sendirian loh, Papanya pasti sibuk sama istri barunya, Brie pasti dilupakan!"
Sara menarik napas dan memandang mamanya. "Ya udah, turutin aja perintah WA itu. Suruh Lana balik dan temuin itu si Arfa brengsek! Urusan selesai, Mama nggak perlu pusing lagi mikirin anak mama yang itu!"
"Sara!" bentak Nungki. "Enak banget kamu ngomongnya! Kalau Lana balik ke Arfa, pasti Lana akan disiksa atau bahkan bisa di bunuh sama dia!"
"Ya, udah, kalau nggak mau Lana—putri kesayangan Mama, kenapa-napa, abaikan saja pesan itu! Beres kan?"
Sara sudah lelah dengan kerempongan yang disebabkan oleh anak kesayangan Mamanya yang Sara sebut sebagai beban keluarga. Ia heran kenapa anak yang menyusahkan justru lebih disayang daripada anak yang mandiri?
Nungki tertohok oleh ucapan Sara. "Sara, dia itu adik kamu! Coba bantu Mama cari solusi, bukan malah kasih Mama pilihan yang membingungkan! Kasih tahu Vincent sana, nanti biar dia urus anaknya dengan baik!"
Sara memutar bola matanya saking kesal. "Ma, Mama nggak lupa, kan, kalau Brie itu bukan anak Vincent?!"
Wajah Nungki memucat. "Kamu sudah tahu?"
"Dari dulu aku tau! Harusnya Mama kasih tahu anak Mama itu agar tidak banyak tingkah! Bagus Vincent tidak membuang Lana dan Brie ke jalan pas tahu Lana selingkuh!"
Sara menatap Mamanya sinis sebelum berlalu dari sana. Sara tahu semuanya, hanya saja setiap peringatan darinya dianggap angin lalu oleh Mama dan adiknya.
Mereka pasti berpikir selama ada Oma Vincent, Vincent tidak akan berbuat apa-apa.
Ama anak anaknya ga adil. padahal sama sama anak kandung.
Itulah.. sebenarnya ikatan darah ga selamanya kuat. Buktinya banyak kasus emak ninggal anaknya dengan tega.
Suami tua asal baik, bertanggung jawab , setia . udah jaman sekarang mah itu harus di syukuri.