Satu demi satu kematian terjadi di sekolah.
Jika di waktu biasa, orang tua mereka akan langsung menuntut balas. Tapi bahkan sebelum mereka cukup berduka, perusahaan mereka telah hancur. Seluruh keluarga dipenjara.
Mantan anak yang di bully mengatakan, "Jelas ini adalah karma yang Tuhan berikan, atas perbuatan jahat yang mereka lakukan."
Siswa lainnya yang juga pelaku pembully ketakutan, khawatir mereka menjadi yang selanjutnya. Untuk pertama kalinya selama seratus tahun, sekolah elit Nusantara, terjadi keributan.
Ketua Dewan Kedisiplinan sekaligus putra pemilik yayasan, Evan Theon Rodiargo, diam-diam menyelidiki masalah ini.
Semua kebetulan mengarahkan pada siswi baru di sekolah mereka. Tapi, sebelum Evan menemukan bukti. Seseorang lebih dulu mengambil tindakan.
PERINGATAN MENGANDUNG ADEGAN KEKERASAN!!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cerryblosoom, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33 PESTA SEBELUM BADAI.
Di lantai tiga, tempat khusus milik Dewan Kedisiplinan. Ruangannya sangat besar meski hanya ada 8 anggota saja. Fasilitas yang ada sangat lengkap. Dari ruang komputer, ruang tamu, dapur, toilet, dan kamar tidur. Sudah seperti sebuah apartemen yang di bangun di sekolahan.
Seorang pemuda berdiri di dekat pintu kaca. Dari sudut pandangnya dia bisa melihat gedung olahraga. Bahkan meski melihat dari luar, bisa terlihat kemeriahan di dalamnya. Malam itu bulan bersinar tanpa tertutupi awan. Cahayanya bisa tembus di sela-sela kegelapan. Hingga sampai pada pemuda itu. Membuat parasnya bahkan lebih memukau dari biasanya.
Evan dengan santai menoleh, untuk melihat-lihat, sebelum beranjak dari sana, tapi tatapannya tiba-tiba berhenti di satu objek.
Di jalan setapak, saat orang lainnya berjalan masuk menuju gedung olahraga, satu orang terlihat sangat mencolok, dengan keluar melawan arus. Sisinya mencoba menghindari sentuhan dengan manusia lain sangat terlihat jelas.
Kelopak mata Evan berkedut, gadis itu jelas Aria, bahkan meski dia melihatnya dari lantai tiga, tak akan ada kesalahan.
Semakin dia menatapnya, semakin dia merasakan aneh. Kesan pertemuan pertama mereka sangat kuat dalam benaknya. Setelahnya banyak kebetulan yang menarik.
Evan sudah bertemu banyak gadis, dari yang polos, pura-pura polos, hingga paling manipulatif. Tapi Aria, gadis itu berbeda dengan gadis lain.
Gadis itu cantik, sangat cantik malah, mata berair yang bisa sangat tajam, wajah putih mulus selembut awan. Pembawaannya yang kecil dan rapuh, seolah bisa jatuh tertiup angin, tapi sebenarnya menyembunyikan tekad yang kuat.
Evan melihat bagaimana gadis itu tak gentar dihadapan Dewan Kedisiplinan. Dia sedikit menebak, jika gadis itu diberi kekuasaan, lalu seseorang menyinggung perasaannya, pembalasannya pasti akan sangat kejam.
Dalam sekejap sosok Aria menghilang dari pandangan. Gadis itu baru saja berbelok ke sisi gedung yang lain.
Evan seketika tersadar, dia menggelengkan kepala tak percaya, apa yang baru saja dia lakukan. Dia benar-benar baru saja berhenti untuk diam-diam mengamati seorang gadis. Sudah seperti orang yang mesum saja.
"Gadis ini benar-benar berbahaya," ucapnya. lalu segera pergi keluar, melanjutkan tujuan awalnya.
...----------------...
Di gudang tak terpakai.
Alok sedang menikmati obatnya sendirian. Dia berhasil kabur dari teman-temannya setelah banyak usaha. Perasaan setiap kali menikmati obat ini sangat dahsyat. Dia merasa melayang, seluruh bebannya hilang. Dia sudah benar-benar kecanduan.
Tapi tiba-tiba dia merasa mengantuk, matanya terasa sangat berat.
"Hehe, aku hanya akan tidur sebentar."
Dalam hitungan detik dia tertidur, tidur yang sangat lelap, karena dia mulai bermimpi.
Dalam mimpinya dia sedang mengenakan seragam. Seorang gadis terbaring di pelukannya. Dia ingin membuka mata untuk melihat wajahnya, tapi seperti ada beban yang menimpa kelopak matanya, hingga tak bisa dibuka.
"Alok," gadis itu memanggil dengan suara lembut.
Dia samar-samar merasa suara ini sangat familiar. Seperti dia pernah mendengarnya di suatu tempat. Namun, dia tak bisa mengingat dimana itu. Satu hal yang dia sangat yakin pemilik suara ini pastilah sangat cantik. Menilai dari suaranya sangat lembut dan merdu. Tapi lagi-lagi, dia ingin membuka mata, itu selalu gagal.
"Ini, Adelia, apa kamu tak merindukanku, Alok," suara itu terdengar lagi.
Dia menggumamkan nama itu, "Adelia? Apa aku mengenalnya," mulutnya terkunci rapat tak bisa menjawab. Tapi kemudian sebuah ingatan tentang gadis bernama Adelia masuk ke dalam otaknya.
Semakin dia berfikir, wajah gadis itu semakin jelas. Wajah gadis cantik dan jelita, tersenyum lembut kepadanya. Tapi sesaat wajah cantik itu berubah, menjadi pucat seolah kehilangan banyak darah. Tubuhnya mengambang dengan kaku di kolam renang. Wanita itu tiba-tiba membuka mata, sambil berkata, "Apa kamu mengingat ku."
Alok menjerit dan tiba-tiba dia membuka mata. Dia menoleh ke sekeliling dengan panik. Nafasnya terengah-engah seperti baru saja lari maraton.
Dia masih berada di gudang, tidak ada siapapun disini, sepertinya dia baru saja bermimpi.
Alok menghelas nafas lega, dia lalu mengumpat, "Si-al, kenapa aku memimpikan gadis itu."
Dia memegangi jantungnya yang berdetak dengan kencang. Mimpi itu sangatlah mengerikan.
Hembusan angin dingin tiba-tiba menerpa lehernya. Membuat bulu kuduknya merinding. Dia segera membereskan barang-barang nya. Dan pergi dari tempat itu. Dia tiba-tiba saja bermimpi tanpa alasan. Itu pasti karena gudang itu sudah kosong terlalu lama. Hingga dihuni hal-hal gaib. Untuk beberapa alasan Alok yang tak percaya adanya hantu, tiba-tiba menyalahkan mimpinya pada sosok ghaib itu.
...----------------...
Aria kembali memasuki tempat pesta. Dia melihat sekeliling mencoba mencari keberadaan Keira. Namun, gadis itu tidak terlihat dimanapun. Dia malah menemukan gadis bernama Wina. Yang kini juga sedang melihat ke arahnya.
Mungkin karena terpergok, Wina langsung memalingkan muka.
Aria pun mengalihkan pandangan, mencoba mencari Keira lagi. Kali ini dia menemukan gadis itu, Keira terlihat baru saja keluar dari kamar ganti. Dengan perlahan dia menghampirinya.
Keira yang juga menemukan keberadaan Aria, langsung lari mendekat, dia berkata, "Aria, kamu sudah kembali."
"Hemm," gumam Aria menanggapi.
"Kamu tidak akan pergi lagi kan?" tanya Keira menyelidik.
"Mungkin."
Keira memajukan bibir, "Kamu selalu meninggalkan ku sendiri."
Aria menghelas nafas, mau bagaimana lagi jika dia sudah terbiasa sendiri.
"Malam ini kita harus bersama-sama, untuk menikmati pesta ini sampai puas. Sebelum melihat hasil pengumuman yang mengerikan," kata Keira dengan wajah dibuat aneh. Dia lalu mengambil tangan Aria dan membawanya ke area makanan.
"Dia benar-benar melupakan kita ya?" tanya seseorang.
"Haha, sepertinya begitu," balas yang lainnya.
Di area makanan.
Keira langsung menuju ke area desert, dia memang paling menyukai makanan manis. Matanya berbinar melihat banyaknya makanan. Saat Aria meninggalkannya tadi, dia dia hanya melihat-lihat, dan belum sempat menyicipinya. Sekarang saatnya dia makan dengan puas.
"Kamu ingin makan apa, Aria, biar aku ambilkan," tawar Keira dengan mata tidak lepas dari makanan di depannya.
Aria menggeleng, dia menolak, "Tidak perlu, aku akan mengambilnya sendiri," makanan manis kurang cocok di suasana bahagia. Karena bisa membuat hormon kebahagiaan berlebih. Dan saat ini dia sedang senang. Jadi lebih baik dia menghindarinya.
"Baiklah, kalau begitu," ucap Keira ceria.
Dengan penuh semangat gadis itu mengambil nampan, lalu mulai mengambil makanan satu-satu. Sepertinya dia berniat menyicipi setiap macam nya.
Saat itu tiga orang gadis berjalan ke arah Aria.
Aria hanya meliriknya dalam diam, dia ingat tiga gadis ini berada di belakang Keira tadi. Awalnya dia fikir mereka hanya kebetulan keluar bersama. Namun, sepertinya keberadaan mereka bukan kebetulan, melainkan mereka memang pergi bersama.
"Aria, ya!?" tanya salah seorang gadis.
Aria mengangguk sebagai jawaban.
"Kita belum sempat berkenalan, aku Gladis, ini Siena, dan Oca.... Ehem, kami teman sekelasmu, jika kamu bingung."
"Aku tahu," balas Aria.
"Baguslah, kukira kamu tak tahu," Gladis menganggukkan kepala, dia lalu kembali bicara, "Aku selalu ingin bicara padamu. Tapi entah kamu pergi, atau sibuk dengan sesuatu. Kami jadi tak enak untuk mengganggu."
"Iya."
"Seperti kata Keira, kamu tak banyak bicara," kata Oca berkomentar tanpa niat jahat.
Aria tak membantah, dia menyetujui dalam diam, adalah sebuah fakta bahwa dia tak banyak bicara.
"Hey, kalian sejak kapan ada disini," seru Keira yang baru menyadari kehadiran tiga gadis di sekitar Aria. Di tangannya, nampan yang semula sudah terisi penuh, hingga hampir tidak ada tempat untuk semut lewat.
Mendengar itu ketiganya menggelengkan kepala.
"Kamu, Kei, kita baru saja bersama, ya. Dan kamu meninggalkan kita," kata Gladis mengingatkan.
Keira mengerjab, akhirnya dia ingat, "Maaf, aku lupa, hehe."
"Kamu gadis yang tidak berperasaan."