Ruby Lauren dan Dominic Larsen terjebak dalam pernikahan yang tidak mereka inginkan.
Apakah mereka akan berakhir dengan perpisahan? Atau sebaliknya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaBintang , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Orang Asing
"Bukan siapa-siapa, Ruby. Kau tidak perlu tahu," ucap Dominic akhirnya. Dia tidak akan memberitahukan kepada Ruby apa yang telah dia lihat di rumah wanita itu.
Dominic yakin, jika Ruby mengetahui tentang bercak-bercak darah di rumah itu, Ruby pasti akan panik dan sangat sedih.
Ruby mengangguk. "Baiklah, aku pikir seseorang yang aku kenal."
Dominic tidak menjawab lagi. Dia hanya menatap Ruby dengan tatapan yang sulit diartikan.
Setelah menatap Ruby beberapa detik, Dominic melangkah pergi begitu saja. Pria itu masuk ke dalam kamar mandi, membersihkan tubuhnya yang tampak kotor.
**
"Kau akan tidur di ranjang lagi?" tanya Ruby.
"Tentu saja, ranjang ini milikku. Aku memiliki hak untuk tidur di sini," jawab Dominic.
"Baiklah, jangan melewati batasmu," balas Ruby, sambil menyusun bantal sebagai pembatas.
Dominic merasa geram dengan batas-batas yang dibuat Ruby. Dia merasa wanita itu terlalu berlebihan membatasi mereka yang merupakan sepasang suami istri.
Dengan cepat, Dominic menarik tangan Ruby, sehingga wanita itu terjatuh di atas tubuhnya. Kedua mata mereka bertemu, sejenak nafas mereka tertahan, jarak begitu dekat, bahkan jika Ruby tidak mampu menopang tubuhnya, sudah dipastikan bibir wanita itu akan mendarat di bibir Dominic.
"Kenapa kau memberi batas? Apa yang kau takutkan dariku?" bisik Dominic bertanya.
Ruby menelan ludah kasar, lidahnya terasa keluh untuk menjawab. Dia hanya diam, sementara Dominic tampak menunggu jawaban.
"Kau hanya diam saja?" Dominic kembali berbisik.
"Aku......... tidak, aku hanya tidak tahu harus bagaimana menjawab," ucap Ruby akhirnya.
Dominic menghela nafasnya. "Kembali ke tempatmu, jika kau begini terus, aku yakin akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan."
Ruby mengangguk, dia segera kembali ke tempatnya, tanpa melanjutkan memberi batasan-batasan di antaran mereka.
"Aku tidak memberikan batas lagi, kau tidak boleh memelukku sembarang!" ucap Ruby dengan tegas.
"Siapa juga yang memelukmu. Kau sendiri yang ingin memelukku! Jangan-jangan kau berharap dipeluk olehku," balas Dominic dengan ketus.
Ruby menatap malas Dominic, kemudian dia berkata dengan nada jengkel. "Berharap dipeluk olehmu? Memangnya kau siapa?"
Entah mengapa Dominic merasa panas mendengar balasan Ruby. Dia mendekat dan menatap tajam Ruby. "Menurutmu aku siapa?"
"Orang asing!" jawab Ruby ketus.
Dominic semakin kesal, tanpa mengatakan apa pun, dia segera turun dari ranjang dan berjalan keluar dari kamar.
"Kenapa dengannya? Apa dia marah saat aku menyebutnya orang asing? Aku juga hanya bercanda saja," gumam Ruby, menatap pintu kamar yang sudah tertutup.
**
Dominic duduk termenung di sudut mini bar. Matanya menatap tak berkedip pada gelas wine di hadapannya, tapi pikirannya jauh melayang.
Raut wajahnya berubah-ubah, dari kesal menjadi sedih. Tiba-tiba dia menghela napas berat, seolah-olah membuang semua kekecewaan. "Jadi, aku hanya orang asing baginya?" gumamnya dengan nada yang bergetar. "Setelah semua yang kami lalui, dia seolah tidak punya hati?" Saat itu, suara latar musik di bar seperti menggema kesepian hatinya. "Sungguh dia tidak memiliki perasaan padaku?"
"Tuan, kau di sini rupanya. Aku pikir kau sedang menikmati malam-malam yang indah bersama istrimu." Suara Robin sedikit mengejutkan Dominic.
Dominic langsung menoleh ke sebelah kiri, menatap Robin yang baru saja duduk di sana. "Menikmati malam yang indah?" Dominic tiba-tiba tertawa. "Dia bahkan selalu memberikan batasan di atas tempat tidur kami."
Robin mengerutkan keningnya. "Memberi batas bagaimana, Tuan?"
Dominic menghela nafasnya, kemudian dia menjelaskan tentang Ruby yang selalu meletakkan bantal-bantal di antara mereka.
"Sesekali kau perlu mengerjainya, Tuan. Lagipula dia istrimu," ujar Robin.
"Mengerjainya? Seperti apa?" tanya Dominic penasaran.
"Mencium bibirnya," jawab Robin.
Dominic langusng mengalihkan pandangannya. Dia merasa malu jika harus melakukan hal seperti itu.
"Ruby istrimu, Tuan. Kau jangan terlalu sering mengabaikannya, dan tidak ada salahnya jika kau memberikan perhatian padanya," ucap Robin.
"Bagaimana caranya memberikan perhatian kepada Ruby?" tanya Dominic.
Robin terkekeh pelan. "Membawanya jalan-jalan, memberikannya bunga, mengajaknya makan siang di restoran."
"Kami sudah jalan-jalan di pusat perbelanjaan, makan di restoran pizza, bahkan berakhir dikejar sekumpulan anggota geng motor," sahut Dominic, Robin langsung menatap malas pria itu.
"Sudahlah, kau pikirkan sendiri saja caranya, Tuan," balas Robin dengan nada malas.
Dominic mengangguk, lalu berkata. "Dulu aku tidak pernah melakukan hal seperti ini dengan Elisa."
Robin menghela nafasnya. "Itu karena Elisa adalah pelayan di sini. Kalian juga bertemu tiap hari, Elisa juga yang selalu menyajikan makan malammu," ucapnya dengan nada yang meninggi. "Dan malamnya...kalian tidur bersama bukan?!" Nada suara Robin kini penuh dengan rasa frustasi karena sikap Dominic.
"Ya, kau benar. Kami selalu menghabiskan waktu bersama," jawab Dominic.
"Itulah bedanya Elisa dan Ruby," ucap Robin dengan penuh penekanan.
Dominic mengerutkan keningnya. "Bagaimana bedanya?" tanyanya kemudian. Robin memilih diam dan langsung meneguk Cocktail hingga habis.
"Selamat malam, Tuan. Aku akan kembali ke kamar dan tidur lebih awal malam ini," ucap Robin. Tanpa menunggu jawaban Dominic, Robin langsung melangkah pergi begitu saja.
"Kenapa dengannya? Dia terlihat kesal denganku," gumam Dominic, menatap heran Robin.
...----------------...