"Mengemislah!"
Awalnya hubungan mereka hanya sebatas transaksional diatas ranjang, namun Kirana tak pernah menyangka akan terjerat dalam genggaman laki-laki pemaksa bernama Ailard, seorang duda beranak satu yang menjerat segala kehidupannya sejak ia mendapati dirinya dalam panggung pelelangan.
Kiran berusaha mencari cara untuk mendapatkan kembali kebebasannya dan berjuang untuk tetap teguh di tengah lingkungan yang menekan dan penuh intrik. Sementara itu, Ailard, dengan segala sifat dominannya terus mengikat Kiran untuk tetap berada dibawah kendalinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lifahli, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Menahan Hasrat Gila
...Tolong bantu dengan like dan komentar kalian agar saya semangat update bab selanjutnya, terimakasih🙏...
...Happy reading!...
...•••...
Sejak bersitegang, Ailard tak pernah mendekati lagi Kiran, pun sebaliknya. Kiran lebih banyak berinteraksi dengan Rosemary, si gadis kecil yang sebentar lagi masuk sekolah TK.
"Mama, ini roti nya enak banget Rose suka." Rose menggeleng-gelengkan kepalanya begitu roti dengan rasa luar biasa itu masuk kedalam mulutnya.
Kiran tersenyum melihat tingkah lucu Rosemary, si gadis kecil yang selalu berhasil membuat harinya lebih berwarna. "Kalau suka, besok Mama buat lagi ya?" katanya sambil mengusap kepala Rose dengan penuh sayang.
Rose mengangguk semangat. "Iya, Mama! Tapi besok boleh ngga kalau rotinya ditambah keju?"
"Tentu boleh. Mama akan buat yang spesial buat Rose," jawab Kiran lembut.
"Ma, Papa belum pulang?" tanya Rose menyadari Ailard absen tak ada dirumah sudah tiga hari.
"Mungkin Papa sedang banyak kerjaan, nanti Papa pulang kok Nak."
Rose manggut-manggut pelan, ia kembali menatap Kirana dengan mata berbinar. "Rose senang sekali Mama bisa jadi Mama Rose, akhirnya Rose punya Ibu!"
Kira tersenyum lembut dan menarik Rose ke dalam pelukannya.
"Mama juga senang bisa jadi Mama Rose," bisik Kiran, membalas tatapan penuh kasih sayang dari gadis kecil itu.
•••
Waktu jalannya cepat sekali sampai malam kembali menjemput, setelah memastikan Rose tertidur pulas hendaknya Kiran ingin kembali ke kamarnya, namun suara langkah kaki seseorang dilantai bawah menarik perhatiannya. Ia tahu milik siapa langkah itu dan ia harus menyiapkan diri dengan segala yang terjadi.
Ailard muncul dari balik sudut tangga, pandangan dinginnya langsung tertuju padanya. Tatapannya tajam, menunjukkan ketegasan tanpa kompromi. Tanpa berkata apa pun, ia melangkah mendekat, membuat jarak di antara mereka kian mengecil.
"Mas..."
"Three days, are you having fun with your solitude? hmm?" Suaranya yang berat menusuk indera pendengaran Kiran.
Begitu Kiran sudah terjebak diantara dinding tembok, ia akhirnya menjawab. "Ya, aku menikmatinya. Lalu kamu kemana Mas? Rose bertanya terus padaku."
Wajahnya kian dekat dan yang ia lakukan pertama kali adalah mengintimidasi perempuan yang berada tepat didepan wajahnya. "Fuck, apa pedulimu huh?"
"Aku peduli sama kamu Mas, aku tunggu kamu tapi kamu ngga ada kabar."
Ailard terkekeh pelan, lebih kepada meremehkan. "nothing, satu pesan atau telepon yang masuk ke ponsel saya. Jangan main-main dengan saya, Kirana!" sindirnya dongkol.
"Aku pikir kamu memang sibuk, jadi aku ngga mau ganggu."
"Fuck!"
Setelah mengatakan umpatan itu, Ailard gegas pergi masuk kedalam kamarnya. Untuk pertama kalinya, ia tak menyentuh fisik Kiran untuk melampiaskannya padahal begitu emosinya terpancing dan egonya tergores oleh perempuan itu.
Kiran mengedikan bahunya lalu juga masuk kedalam kamarnya tenang sekali, tak peduli bahwa jantan yang didalam sangkarnya tengah menahan diri mati-matian untuk tidak menyentuh Kiran. Ego Ailard begitu tinggi, ia tak mau harga dirinya direndahkan perempuan yang statusnya sudah jadi istrinya itu.
"Sialan! I want Fucking you sluty Kirana!"
"Ughh..."
Ia tak mampu menahan godaan untuk tidak menyentuh dirinya sendiri begitu ledakan inginnya yang sudah ia tahan selama tiga hari tak kunjung dapat pelepasannya. Sialannya, ia biarkan saja perempuan tadi, padahal ia bisa menyeret paksa masuk kedalam kamarnya dan melucuti segala pakaian Kirana untuk ia hukum sampai ia meringis linu tak bisa jalan dengan benar esok pagi.
"Fuck!"
Tangannya bergerak keatas—kebawah begitu miliknya makin terasa di pijat. Ia bayangkan yang melakukan adalah Kiran dengan penampilan paling berantakan perempuan itu.
Terhitung dua kali Dewan sentuh dirinya sendiri, dan ia bersumpah akan membalas penghinaan ini pada Kiran dengan kerasnya sampai ia tak akan pernah bisa lupakan hukuman yang Ailard berikan.
Ailard klimaks beberapa kali dan dia kembali melakukannya untuk yang terakhir kali. Begitu gairahnya sudah tersalurkan walaupun harus dengan menyentuh dirinya sendiri, akhirnya ia lega.
"Shit!"
Dewan segera membersihkan diri, ia perlu bersihkan keringatnya selepas menyentuh diri sendiri.
•••
Tak hanya sampai situ saja, mereka lagi-lagi berpapasan begitu Kiran ingin membuat cokelat panas di dapur, Ailard yang tengah membuat kopi melirik tajam kehadiran sang istri.
"Mas, kamu lagi buat apa?"
Lihatlah betapa tidak tahu malunya perempuan ini, pikir Ailard begitu Kiran dengan mudah bertanya demikian tanpa ada rasa bersalahnya pada suaminya sendiri.
Ailard mendengus pelan, menatap Kiran dengan ekspresi datar. Ia melanjutkan membuat kopi tanpa menghiraukan pertanyaan istrinya.
"Mas?" Kiran kembali bertanya, mencoba memecah keheningan yang tegang. "Aku bantu buatkan kopi nya ya? Kamu duduk aja."
Kali ini Ailard merespons. "Sudah seharusnya, lakukan tugasmu!"
Ailard berjalan menuju kursi meja makan dan ia duduk disana, matanya tetap pandangi istrinya dari belakang. Sialan, ia suka sekali memperhatikan Kiran dari belakang gini. Otak mesumnya seketika berjalan lancar. Ia membayangkan tangannya ini menyentuh Kiran dari belakang dan menghentakkan miliknya kuat sampai Kiran merintih kewalahan.
Fuck. Kepalanya semakin tak waras membayangkan adegan panas mereka.
Kiran sendiri peka bahwa ia tengah dipandangi Ailard, tetapi ia tak begitu peduli dan begitu kopi nya sudah siap, ia segera membawa kopi itu ke meja dan meletakkannya di depan Ailard. “Silakan, Mas,” ucapnya lembut.
Ailard menatapnya sejenak, lalu mengambil cangkir tersebut. “duduk,” perintahnya, meski nada sinisnya masih terasa. Ia menyeruput kopinya perlahan, matanya tetap tertuju pada Kiran yang masih berdiri di sana.
"Aku mau buat cokelat panas dulu Mas,"
"Duduk Kirana!" Ia tak mau dibantah lagi, kali ini sungguhah jika Kiran kembali menolak akan ia pastikan akan segera menghukum perempuan itu.
Kiran duduk disampingnya sedangkan Ailard tanpa bicara lagi menyeruput kopi dengan tenang.
Tak ada percakapan diantara mereka sebelum akhirnya Kiran lebih dulu membuka suara. Atmosfer pria ini benar-benar terasa berbahaya dan untuk itu ia perlu bertindak sesuatu, Ailard sudah dibatas ambang kesabarannya karena dibeginikan istrinya.
"Mas," tangannya menyentuh lengan sang suami begitu lembut, sontak Ailard melirik Kiran dengan tajam.
"Apa besok kamu ada waktu? Rose ingin pergi jalan-jalan dengan ayahnya."
"Don't touch me!" Seketika itu tangan Kiran lepas dari lengannya.
“Maaf, Mas,” ucapnya pelan, suaranya nyaris berbisik. “Rose hanya rindu sama ayahnya, dia ingin menghabiskan waktu denganmu.”
Ailard mendengus pelan, menatap cangkir kopinya sejenak sebelum menoleh kembali pada Kiran. “Bukan tentang Rose Kirana. Dia anak saya, tapi saya mau kamu bicara tentang dirimu."
"Aku? Aku kenapa Mas?"
Ailard mengeratkan rahangnya, "Fuck!" Ailard berdiri, tubuhnya yang tinggi besar menjulang begitu menakutkan. Ia dekati Kiran dan merunduk, membuat wajahnya hanya beberapa inci dari wajah istrinya. Tatapan matanya tajam, penuh emosi yang tertahan.
“Kirana,” desisnya, suaranya rendah namun penuh ketegasan. “Saya sudah cukup lama menahan diri. Kamu terus saja menjauh, terus menghindar, seolah kamu punya kuasa setelah menyandang status istri saya. Kamu harus tahu diri, bagaimanapun juga kamu tetaplah perempuan peliharaan saya! So, jangan buat amarah saya meledak hari ini, jangan buat saya sampai menghancurkan kamar mu Kiran!"
Kiran merasakan jantungnya berdetak kencang, tenggelam dalam tatapan Ailard yang begitu intens. Ia terdiam, begitu aura dominan pria ini menghipnotis tubuhnya menjadi kaku. Ah, ia kembali merasakan aura intimidasi ini.
Sialan. Kali ini Kiran harus sentuh dulu hatinya agar ia tak lepas kontrol, karena sungguhan Kirana sudah menurunkan harga diri Ailard sampai batas hingga membuatnya se-emosional itu.
"Tidur dikamar saya malam ini, saya tak mau mendengar bantahan!" Kalimat terakhir itu menutup bicaranya, ia kembali menegakkan tubuhnya dan pergi dari sisi Kiran tanpa mendengar jawabannya. Suaranya barusan masih menggema di udara, meninggalkan Kiran yang termangu di tempatnya.