Davina Himawan tidak pernah menyangka pernikahannya dengan Jodie kandas di tengah jalan. Pernikahan yang awalnya begitu bahagia, dalam sekejap hancur berkeping-keping setelah Vina mengetahui suaminya berkhianat dengan wanita lain. Wanita itu tak lain sekertaris suaminya sendiri. Lolita.
Davina memilih pergi meninggalkan istana yang telah ia bangun bersama Jodie, laki-laki yang amat di cintainya. Bagi Vina yang menjunjung tinggi kesetiaan, pengkhianatan Jodie tak termaafkan dan meninggalkan luka teramat dalam baginya.
Bagaimana kisah ini?
Apakah Davina mampu bangkit dari keterpurukan atau kah ia akan merasakan sakit selamanya? Ikuti kelanjutannya 🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Emily, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MENDAPAT DUKUNGAN
"Davina... ternyata kamu istri pak Jodie ya?", tanya Nathan ketika di dalam lift.
"Lebih tepatnya mantan. Karena seminggu yang lalu ia menalak ku", jawab Vina dengan gamblang. Baginya hubungan dengan Jodie tidak bisa ditutupi lagi, lambat laun semua orang akan tahu juga. Terlebih Jodie sekarang bersama Lolita sekretarisnya.
"Ting..
Nathan mempersilahkan Davina keluar lebih dulu. Kini mereka sampai di lantai tiga puluh ruangan yang dikhususkan hanya untuk CEO saja. Keluar lift, lantai itu terasa sangat lengang dan begitu terasa dingin.
Davina saja sebenarnya gugup. Melangkah pun rasanya enggan menuju ruangan Daniel. Hingga tiba di pintu berwarna abu-abu tua berukuran luas. Nathan mengetuk pintu itu, sesaat kemudian baru lah terdengar sahutan dari dalam mempersilahkan masuk.
Davina tahu pemilik suara berat itu, yaitu Daniel.
Nathan memutar handle pintu. "Tuan...nona Davina sudah ada", ucapnya sopan.
"Iya, suruh masuk. Kamu jangan lupa menghadiri meeting di perusahaan Albert, Nathan. Sampaikan permohonan maaf pada teman ku itu. Nanti aku akan meneleponnya", ucap Daniel pada asisten nya itu.
"Baik tuan. Saya akan bersiap ke sana sekarang. Saya permisi", ucap Nathan sambil menutup pintu ruang kerja bos-nya.
"Vina... ayo sini", ujar Arini menghampiri sepupunya yang nampak ragu-ragu duduk di mana, karena terdapat dua sofa untuk berdua, tidak mungkin ia duduk di dekat Hendro.
Mau tidak mau Davina duduk di samping Daniel yang tersenyum padanya.
"Selamat siang tuan Daniel", sapa Vina.
Daniel mengernyitkan dahinya. "Daniel!", ketus laki-laki tampan itu menyanggah ucapan Davina
"Apa juga aku bilang Vin", ucap Arini tertawa melihat saudara nya itu mendadak kikuk.
"Vin...maaf ya waktu ku tidak banyak, tapi aku sendiri yang akan mengurus gugatan mu pada Jodie", ucap Hendro mengawali percakapan.
Vina menganggukkan kepalanya pelan.
"Aku juga akan menggugat hak mu selama pernikahan. Kamu berhak atas harta yang di dapat selama pernikahan kalian".
"Iya. Bila perlu bikin laki-laki itu bangkrut sekalian. Ia sudah jahat pada Vina padahal Davina selalu baik padanya–"
"Itu sudah kewajiban ku sebagai istri nya, Rin", potong Vina terlihat sedih.
Perubahan itu tak luput dari perhatian Daniel yang duduk disamping Vina, menyilangkan kakinya. Sedari tadi laki-laki itu menatap Davina sembari mengusap dagunya dengan siku bertumpu pada sandaran tangan.
"Aku tidak menginginkan apapun dari mantan suami ku. Yang aku inginkan hanya secepatnya mendapat surat cerai resmi dari negara. Itu saja!", ucap Vina lembut namun tegas.
Mendengar penjelasan Davina
ketiganya menganggukkan kepala.
"Baik. Kalau begitu proses perceraian mu bisa lebih cepat, apalagi kalian belum memiliki anak dan kamu tidak menginginkan pembagian harta bersama", ucap Hendro sambil memberikan beberapa berkas untuk Davina tanda tangani.
Sementara Daniel sedang berbicara di telepon, laki-laki itu duduk di kursi kebesarannya.
Setelah mendapatkan tandatangan Davina, Hendro menghampiri Daniel. Keduanya berbincang serius.
Arini pindah duduk di dekat Davina dan menggenggam tangan saudaranya itu. "Aku tidak bisa membantu mu apa-apa, tapi aku dan mama selalu ada untuk, Vin. Jangan sungkan memberi tahu kami semua masalah mu. Mama sangat syok mengetahui kamu di perlakukan tidak adil oleh suami mu".
Davina tersenyum getir. Sungguh ia merasa bersalah membuat tante Yati drop. Selama ini ia tidak berani untuk bercerita yang sebenarnya pada keluarganya. Hanya bisa memendam sendiri semua perlakuan Jodie padanya.
Davina memeluk Arini. "Terimakasih Rin. Kalau tidak ada kalian aku sendirian di dunia ini", ucapnya lirih.
"Tentu saja kamu tidak sendirian, keluarga kita selalu ada untukmu", balas Arini dengan lembut mengusap punggung saudaranya itu. Arini mengurai pelukannya dan menatap penuh kasih sayang. Karena keduanya memang sangat dekat, sejak kecil selalu bersama.
"Maafkan aku dan mas Hendro tidak bisa lama-lama menemani mu. Saat waktu ku longgar nanti aku akan mengunjungi mu, kita jalan-jalan seperti dulu. Pokoknya aku tidak mau kau memikirkan bajingan itu lagi. Kamu harus kuat dan bangkit", ucap Arini memberi kekuatan kepada ada Davina yang ia tahu sebenarnya masih sedih, namun berusaha tegar menerima perlakuan Jodie padanya.
"Hm...kalian mau jalan-jalan kemana, apa tidak mengajak kami?", celetuk Daniel yang ternyata sudah berdiri di belakang sofa bersama Hendro.
Arini tersenyum. "Hm.. sepertinya seru juga kalau kita jalan-jalan berempat", ucap Arini spontan.
Davina melebarkan kedua matanya menatap saudaranya itu.
"Kau atur waktunya Rin", jawab Daniel cepat.
"Siap bos", balas Arini tertawa.
Davina hanya menunduk. Mendengar celotehan Arini fan Daniel.
"Sayang ayo kita pulang", ujar Hendro pada istrinya. Laki-laki itu bersalaman dan memeluk tubuh Daniel.
"Kak Daniel, kapan ke Bandung lagi? Uhh selalu sibuk bekerja", cicit Arini. "Tapi bawa pasangan biar tidak jadi nyamuk aku dan mas Hendro", goda Arini sambil bergelayut manja memeluk lengan suaminya.
Davina tersenyum. Ia senang melihat Arini begitu bahagia bersama Hendro.
"Doakan saja secepatnya aku mengenalkan pasangan ku pada kalian.."
...***...
To be continue