Sepasang Suami Istri Alan dan Anna yang awal nya Harmonis seketika berubah menjadi tidak harmonis, karena mereka berdua berbeda komitmen, Alan yang sejak awal ingin memiliki anak tapi berbading terbalik dengan Anna yang ingin Fokus dulu di karir, sehingga ini menjadi titik awal kehancuran pernikahan mereka
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33: Luka yang Belum Kering
Malam itu, hujan deras mengguyur kota. Suara gemericiknya seperti irama yang menggambarkan kekacauan hati Anna dan Alan. Setelah keputusan berat Anna untuk mengakhiri hubungannya dengan Erik, suasana rumah masih terasa dingin. Tidak ada lagi pertengkaran sengit, tetapi keheningan yang menyiksa.
Anna duduk di ruang tamu dengan secangkir teh yang sudah dingin di tangannya. Ia menatap kosong ke arah jendela, memikirkan semua yang telah ia lalui. Di lantai atas, Alan berbaring di tempat tidur, memandangi langit-langit tanpa niat untuk tidur. Mereka berada di rumah yang sama, tetapi hati mereka terasa seperti terpisah oleh jurang yang tak berujung.
---
Bagi Alan, setiap hari menjadi perjuangan melawan rasa curiga dan kemarahan. Ia berusaha untuk mempercayai Anna lagi, tetapi bayangan Anna bersama Erik terus menghantui pikirannya.
Malam itu, ia memutuskan untuk turun ke ruang tamu. Ia menemukan Anna masih duduk di sofa, matanya sembap seperti habis menangis.
“Anna,” panggil Alan dengan suara pelan.
Anna menoleh, matanya yang lelah menatap suaminya. “Ada apa, Alan?”
“Kita tidak bisa terus seperti ini,” katanya sambil duduk di kursi di hadapannya. “Kalau kita mau memperbaiki semuanya, kita harus jujur satu sama lain. Aku ingin tahu segalanya, Anna. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi antara kamu dan Erik.”
Anna terdiam lama. Ia tahu bahwa Alan pantas mendapatkan jawaban, tetapi mengingat kembali semuanya seperti membuka luka yang belum kering.
“Aku tidak tahu harus mulai dari mana,” katanya akhirnya, suaranya bergetar.
“Mulailah dari awal,” desak Alan.
Anna menghela napas panjang sebelum mulai bercerita. Ia menceritakan bagaimana perasaannya yang kesepian di tengah pernikahan mereka yang dingin, bagaimana Erik masuk ke dalam hidupnya seperti oase di tengah padang pasir, dan bagaimana ia akhirnya terjebak dalam hubungan yang tidak pernah ia rencanakan.
Alan mendengarkan dengan tenang, meskipun hatinya terasa seperti diperas. Setiap kata yang keluar dari mulut Anna seperti pisau yang menusuknya, tetapi ia tahu bahwa ini adalah langkah pertama untuk memperbaiki hubungan mereka.
“Apakah kamu mencintainya?” tanya Alan akhirnya, suaranya penuh dengan rasa sakit.
Anna menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Aku tidak tahu, Alan. Yang aku tahu, aku mencintaimu. Tapi aku juga merasa... hilang. Dan saat aku bersamanya, aku merasa seperti diriku lagi.”
Jawaban itu membuat Alan terdiam. Ia merasa marah, terluka, tetapi juga penuh dengan rasa bersalah. Ia tahu bahwa ia juga memiliki andil dalam retaknya hubungan mereka.
---
Setelah percakapan itu, mereka memutuskan untuk mencoba terapi pasangan. Pada sesi pertama, mereka diminta untuk mengungkapkan perasaan mereka secara jujur tanpa saling menghakimi.
“Kadang aku merasa seperti kita hanya bertahan demi menjaga penampilan,” kata Anna di depan terapis. “Aku tidak tahu apakah kita masih bisa saling mencintai seperti dulu.”
Alan mengangguk pelan. “Aku merasa kehilangan Anna yang aku nikahi dulu. Aku merasa seperti aku tidak cukup bagimu lagi.”
Terapis mereka, seorang wanita paruh baya dengan senyum lembut, mendengarkan dengan penuh perhatian. “Pernikahan adalah tentang perjalanan,” katanya. “Dan setiap perjalanan memiliki rintangannya. Yang penting adalah apakah kalian berdua masih ingin berjalan bersama, meskipun jalannya sulit.”
---
Sementara itu, Erik masih tidak bisa melupakan Anna. Ia mencoba untuk fokus pada pekerjaannya, tetapi setiap kali ia melihat sesuatu yang mengingatkannya pada Anna, hatinya terasa kosong.
Suatu malam, ia memutuskan untuk mengirim pesan terakhir kepada Anna.
“Aku tidak akan mengganggumu lagi. Aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku mendoakan yang terbaik untukmu. Aku harap kamu bahagia, Anna.”
Anna membaca pesan itu dengan hati yang berat. Ia tahu bahwa mengakhiri hubungan dengan Erik adalah hal yang benar, tetapi itu tidak membuatnya lebih mudah.
---
Hubungan Anna dan Alan perlahan mulai membaik, tetapi kepercayaan di antara mereka masih sangat rapuh. Alan mulai menunjukkan usaha untuk lebih peduli pada Anna, seperti membantunya di dapur atau mengajaknya berjalan-jalan di taman.
Namun, suatu malam, ketika Alan melihat Anna tersenyum kecil saat membaca sesuatu di ponselnya, rasa curiga kembali menghantamnya.
“Siapa yang mengirim pesan?” tanyanya dengan nada datar.
Anna terkejut. “Tidak ada. Hanya Nita.”
Alan mengangguk, tetapi hatinya penuh dengan keraguan. Ia tidak tahu apakah ia bisa sepenuhnya percaya pada Anna lagi, dan itu membuatnya merasa seperti orang asing di rumahnya sendiri.
---
Suatu hari, ketika Anna sedang berjalan-jalan sendirian di taman, ia melihat Erik duduk di bangku yang biasa mereka tempati dulu. Ia terlihat berbeda—lebih kurus dan wajahnya terlihat lelah.
Mereka saling menatap selama beberapa detik sebelum Anna memutuskan untuk mendekatinya.
“Erik,” sapanya pelan.
“Anna,” jawab Erik dengan senyum tipis. “Aku tidak berharap bertemu denganmu di sini.”
Mereka berbicara selama beberapa menit, membicarakan hal-hal ringan seperti cuaca dan pekerjaan. Tetapi suasana di antara mereka terasa berat, penuh dengan perasaan yang belum terselesaikan.
“Aku harus pergi,” kata Anna akhirnya. “Aku tidak seharusnya ada di sini.”
Erik mengangguk. “Aku mengerti. Tapi aku senang bisa melihatmu lagi, meskipun hanya sebentar.”
Anna pulang dengan perasaan campur aduk. Pertemuannya dengan Erik membuatnya menyadari bahwa meskipun ia telah memutuskan untuk mencoba menyelamatkan pernikahannya, hatinya masih dipenuhi oleh luka dan kebingungan.
---
Beberapa minggu kemudian, Anna dan Alan duduk di ruang tamu untuk membicarakan masa depan mereka.
“Alan,” kata Anna dengan suara pelan, “aku tahu kita berusaha untuk memperbaiki semuanya, tapi aku tidak tahu apakah aku bisa melupakan apa yang telah terjadi. Aku merasa seperti kita terus memaksakan sesuatu yang sudah hancur.”
Alan menatapnya lama sebelum menjawab. “Anna, aku tahu ini tidak mudah. Tapi aku percaya bahwa kita bisa melewati ini. Aku tidak ingin menyerah pada kita.”
Kata-kata Alan membuat air mata Anna mengalir. Ia tahu bahwa suaminya tulus, tetapi ia juga tahu bahwa memperbaiki hubungan mereka akan membutuhkan lebih dari sekadar cinta.
“Kalau begitu, kita coba lagi,” kata Anna akhirnya. “Tapi kita harus melakukannya dengan cara yang benar. Dan aku butuh waktu untuk benar-benar sembuh.”
Alan mengangguk. “Aku juga. Tapi aku tidak akan pergi ke mana-mana, Anna. Aku akan ada di sini untukmu, apa pun yang terjadi.”
---
Malam itu, mereka tidur di tempat tidur yang sama untuk pertama kalinya dalam beberapa minggu. Meskipun jarak di antara mereka masih terasa, ada harapan kecil yang mulai tumbuh.
Hujan di luar akhirnya berhenti, dan langit yang gelap mulai menunjukkan bintang-bintang. Perjalanan mereka masih panjang, tetapi untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama, mereka merasa bahwa mungkin, hanya mungkin, mereka masih memiliki kesempatan untuk menemukan jalan kembali ke satu sama lain.