Seorang arsitek muda bersedia mengikuti rencana iseng temannya dalam sebuah perjodohan atas dasar peduli teman. Namun siapa sangka, rencana tersebut malah menyebabkan konflik serta membongkar kasus yang melibatkan beberapa oknum pengusaha dan aparat. Bahkan berujung pada terancamnya kerajaan bisnis dari sebuah keluarga keturunan bangsawan di Perancis.
Bagaimana akhir dari rencana mereka? Simak kisah seru mereka di novel ini. (un) Perfect Plan. Semoga terhibur...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 11
Arya terdiam di depan komputer. Matanya menatap layarnya tapi pikirannya entah dimana. Rekaman video yang diterimanya dua hari lalu masih menghantuinya.
Arya tiba-tiba kembali teringat dengan Pak Hamid, tukang tambal ban. Segera dia berdiri hendak keluar kantor untuk menemuinya.
"Mau kemana lo? Kebelet?", tanya Zaki sekilas.
"Gak, mau ketemu Pak Hamid"
"Ban motor lo bocor?" kali ini Zaki terlihat lebih serius.
"Gak kok, gue sih berharapnya mulut Pak Hamid yang bocor. Eh, maksudnya Pak Hamid mau membocorkan informasi dari mulutnya"
"Astaghfirullah.. ni orang bener-bener ya. Kan gue udah bilang jangan ikut campur. Masih... juga"
"Sekarang gue udah gak bisa gak ikut campur Zack, video kemaren membuat situasinya berubah 180 derajat"
"Ck, alesan.. Walau gak ada tu video, gue yakin lo tetap ikut campur", Zaki melengos.
"Mas Arya", Tiara memanggil sambil melangkah masuk ke ruangan.
"Nih, Mbak Intan nyuruh ngasih ini ke Mas Arya. Katanya buat nanti dibagi di kantor sama ke keluarga dan kerabat Mas Arya", ucap Tiara seraya menyerahkan tas berisi undangan pernikahan mereka.
"Oke, nanti aku urus. Sekarang aku lagi ada perlu"
Tiara hanya mengangguk kemudian meninggalkan ruangan itu.
"Ayo Zack, ikut gue"
Zaki hanya melirik ke arah Arya.
"Bentar, gue lihat undangan nikahan lo dulu. Mau gue foto buat dikirim ke grup chat kita. Daripada capek ngebagi, mending lewat pesan aja. Yang penting sampai", ucap Zaki seraya membuka salah satu undangan.
"Ntar bikin yang versi online aja Zack. Kekinian dikit lah.."
"Ah sama aja. Ribet kalau harus bikin lagi. Ni juga dah cukup", Zaki tetap bertahan.
"Cakep juga nih undangan, Mbak Intan pesan dimana ya?"
"Ngapain lo mau tau? Buat nikah yang kedua? Atau buat nikahan Chika? Masih lama kali"
"Gue cuma mau tahu. Salah?! Memang kalau sama lo rada susah benernya. Salah melulu", Zaki kesal karena merasa diejek Arya.
Zaki lalu membidik undangan itu dengan ponselnya. Kemudian tersenyum puas melihat hasilnya seolah telah menghasilkan sebuah maha karya seni fotografi.
"Waduh?! Calon isteri lo bule Ar?", tanya Zaki tiba-tiba, sambil matanya melihat ke arah undangan setelah menyadari sesuatu.
"Bule apaan? Jelas-jelas produk dalam negeri gitu dibilang bule"
"Jelas darimana bro? Orang mukanya gak kelihatan gitu kok. Darimana lo bisa yakin dia hasil produksi dalam negeri"
"Ya.. iya juga sih. Tapi kan bisa kita bandingin sama mukanya Mbak Intan", Arya kembali yakin.
"Lo sendiri gimana bisa sampai nyebut Tiara itu bule. Lo ngintip mukanya ya?"
Sontak Zaki meradang karena tuduhan tersebut.
"Somplak lo! Gini-gini gue masih punya adab kali. Nih, lo lihat nama calon mertua lo. Phillipe de Bourbon. Udah kayak merek miras aja tuh nama"
Arya mengambil undangan di tangan Zaki kemudian melihatnya dengan teliti.
"Iya ya? Kok namanya begini sih?! Apa mungkin buat gaya-gayaan aja kali Zack. Macam penyanyi legendaris, Marley Van Houten"
"Itu kan bukan nama asli Ar. Kalo ini buat undangan nikah, masa iya pakai nama panggung. Entar ijab qobul lo gak sah kalau binti nya salah"
Arya menggaruk kepalanya. Kemudian mengambil ponsel lalu menulis pesan.
Arya: Ra, nama lengkap kamu sama bapak kamu siapa? Buat latihan baca ijab qobul nih.
Tak lama pesan balasan muncul di layar ponsel Arya.
Tiara: Kan ada di undangan mas.
Arya: Itu beneran nama asli beliau begitu?
Tiara: Setahu aku ya memang begitu.
Arya: Oh.. gitu ya. Manggilnya nanti gimana? Ayah, Papa, Bapak atau apa?
Arya mencoba mencari tahu dengan pertanyaan pancingan, enggan bertanya langsung.
Tiara: Kami manggilnya Pére. Tapi kalau Mas Arya manggilnya bisa Beau Pére, atau Monsieur de Bourbon, atau Phillipe aja juga gak papa. Lagipula dia juga gak tinggal di sini kok.
Arya terbelalak. Pére? Beau Pére? Monsieur? Apa-apaan nih? Nyebut dalam hati aja rasanya hati Arya jadi belepotan.
"Lo bener Zack..", Arya lemes.
"Apanya?"
"Impor...", jawab Arya lirih.
"Hah? Serius? Premium apa KW?", Zaki sudah mirip ibu-ibu arisan lagi ngomongin tas branded.
Arya menengok undangan itu sekali lagi untuk melihat nama ibunya Tiara.
"KW Zack, ibunya asli dalam negeri"
"Wuih, blasteran dong. Biasanya lebih cantik dari yang original Ar", Zaki yang jadi antusias.
"Woi, kenapa malah kayak jadi gak selera gitu? Tunggu sampai lo lihat muka Tiara, bisa-bisa lo langsung kesengsem. Klepek-klepek..", kini dia malah tersenyum usil.
"Bukan begitu bro.. Gue udah terlanjur koar-koar ke saudara gue kalo gue gak bakal nikah sama bule kayak mereka. Kalo mereka tahu, gue bakal diledekin balik habis-habisan"
"Halah.. cuma perkara kecil, gak perlu dibesar-besarkan. Udah, gak usah dipikirin. Jadi gak nih ke tempat Pak Hamid?"
"Jadi lah.. ayo!", ajak Arya yang kemudian keluar diikuti Zaki.
Sebelum ke tempat Pak Hamid, Arya terpaksa membuat ban motornya benar-benar bocor sebagai alasan.
"Assalamualaikum Pak, saya bawa pasien nih", ucap Arya sesampainya di tempat Pak Hamid ditemani Zaki.
"Wa'alaikumussalam.. Sini, langsung bawa ke meja operasi", Pak Hamid tertawa kecil.
Sementara Pak Hamid sedang menambal ban motor, Arya membuka pembicaraan yang menjadi tujuan utamanya menemui Pak Hamid.
"Ngomong-ngomong bapak kemaren lihat langsung kecelakaan Hanif kan?"
Pak Hamid menatap Arya sambil mengerutkan dahinya.
"Saya lihat di berita pak, bapak kan salah satu yang diwawancara"
"Oh.. iya betul dek. Kemaren ada yang minta bapak ngasih keterangan"
"Wartawan pak?"
"Kayaknya sih begitu, sama dua orang polisi"
"Jadi bapak juga dibawa ke kantor polisi?", Zaki kini ikut nimbrung.
"Enggak, cuma disuruh ngomong di sini aja"
"Emang bener ya pak? Tronton nabrak mobil Hanif gegara rem blong?", Arya kembali melancarkan pertanyaan.
Raut wajah Pak Hamid mulai agak berubah tegang.
"Ya.. sepertinya memang begitu", wajahnya terlihat ragu-ragu.
"Tapi, kenapa Yu Rumi pecel bilang kalau dia ngelihat sopir tronton itu nungguin mobil Hanif baru dia jalan lalu nabrak mobil Hanif. Jadi, kejadian sebenarnya gimana sih?", Zaki berlagak penasaran.
Pak Hamid seketika jadi salah tingkah mendengar pertanyaan itu. Zaki kemudian mendekati Pak Hamid dengan tatapan intens.
"Pak, sebenarnya bapak lihat langsung kejadiannya apa enggak sih? Kok kayak gak yakin gitu"
"Eng.. anu dek. Bapak.. bapak waktu itu baru datang pas sudah kejadian. Pas ada yang nawarin jadi narasumber, ya bapak terima aja. Soalnya ada dikasih kompensasi katanya. Terus, gak perlu bingung ngomong apa, soalnya sudah dikonsepin sama mereka"
Kini Pak Hamid terlihat gugup.
Arya dan Zaki hanya manggut-manggut.
"Bapak masih ingat nama orangnya?"
"Tenang aja pak, gak bakalan dibocorin kemana-mana", Arya coba menenangkan.
"Kami cuma kasian sama Hanif, kalau ini memang bukan kecelakaan, kan gak adil kalau pelakunya bebas dari tuntutan. Sementara Hanif sekarang babak belur sedang berjuang untuk bertahan hidup gara-gara ulah dia"
"Ingat lo pak, kalau ternyata Hanif memang sengaja ditabrak dan bapak ikut serta menutupi faktanya, bapak ikut dapat dosanya. Duit kompensasi atas kebohongan yang kemarin bapak terima itu berarti termasuk duit haram. Bapak mau anak isteri bapak makan duit haram?", Zaki menakut-nakuti.
"Astaghfirullah.. Eng..anu dek. Lastri, Bu Lastri namanya. Terus kalo yang polisi namanya Pak Deni, yang satunya bapak lupa, namanya agak susah", akhirnya mulut Pak Hamid bocor juga seperti harapan Arya.
"Bapak kemaren dikasih berapa?"
"Lima ratus ribu dek", jawabnya lesu.
Arya mengeluarkan 10 lembar seratus ribuan.
"Uang dari mereka kemarin bapak sumbangkan aja terserah kemana, yang penting jangan bapak pakai buat belanja keluarga. Ini buat bapak sebagai kompensasi atas kejujuran bapak. Insya Allah ini halal"
Pak Hamid tersenyum mengangguk sambil merima uang itu.
*********
Arya dan Zaki sedang di ruang kerja mereka. Sebentar lagi sudah masuk jam pulang kantor.
"Gue pulang duluan ya Ar. Malam ini soalnya mau ngajak mamanya Chika ngedate. Biasa.. malam mingguan.. Jomblo mana tahu yang begituan, ya gak?"
Arya hanya mendelik sinis.
"Sabar bro.. bentar lagi lo juga bisa ngerasain kok. Apalagi kalo belom punya anak, bisa ngedate tiap malam"
"Trus, Chika Lo kemanain?"
"Ck, gampang.. Kan ada Omnya. Tinggal nitip bentar buat nyenengin adeknya, pasti dia gak keberatan"
Arya melengos.
"Eh, tu cewek berdua pada ngapain sih. Woi, bestie. Lagi lihat apaan sih, pada heboh gitu?", Zaki penasaran dengan ulah dua rekan wanitanya yang melihat keluar jendela sembari cekikikan tak jelas.
"Ada pemandangan indah, sayang kalau dibiarin. Lumayan, buat ngobatin sakit mata gara-gara ngeliat lo tiap hari", jawab salah satunya sambil terbahak.
Zaki mendengus kesal mendengarnya, sementara Arya dengan tega malah ikutan terbahak.
"Kita ke bawah yuk, biar lebih jelas", ajak yang lain kemudian mereka tergesa keluar dari ruangan.
Zaki yang penasaran lalu menengok ke luar jendela kaca di dekatnya.
"Wuidih, kalo potongan begini sih gue juga gak bisa protes. Paket lengkap. Kalau mama Chika yang lihat, bisa terancam nih karir gue sebagai seorang suami"
"Apaan sih?", Arya jadi ikut penasaran lalu mendekati Zaki untuk melihat pemandangan yang dimaksud.
Seorang lelaki tampan bergaya mirip model luar negeri dengan pakaian mahal merek terkenal, sedang duduk di kap mobil mewahnya sambil memainkan ponsel.
Arya terperangah melihatnya. Bukan karena lelaki itu, tapi karena mobil sport mewah bermoncong ikan yang didudukinya.
"Eh, lap tuh iler lo", ucap Zaki melihat Arya yang mulutnya ternganga melihat ke arah lelaki di depan kantor mereka.
Arya yang tersadar jadi salah tingkah lalu tersenyum malu.
"Astaghfirullah.. gue baru sadar kenapa selama ini lo gak pernah dekat sama cewek. Dijodohin sama Tiara pun lo juga setengah hati. Ternyata lo jeruk makan jeruk", ucap Zaki dengan tatapan ngeri seraya menggelengkan kepalanya.
Arya sontak mengalungkan lengannya ke leher Zaki.
"Gila lo! Lo ngomong apa tadi hah? Tarik omongan lo!"
"A..ampun Ar. Lepasin", pinta Zaki yang kemudian tersengal setelah Arya melepaskan lehernya.
"Habisnya lo segitunya sih ngelihat tu cowok. Ya wajar lah gue jadi curiga"
"Tuh.. lu lihat tongkrongannya. Itu yang bikin gue ngiler", Arya masih kesal.
Zaki membulatkan mulutnya setelah mengerti maksud Arya.
"Eh, ngapain tuh Tiara. Eh.. eh.. kok peluk-pelukan gitu sih. Ya ampun.. pake cipika-cipiki pula. Buset.. tuh anak kok gak ada remnya sih sama tuh cowok", Zaki jadi panik.
Arya yang juga melihat kejadian itu hanya terdiam. Wajahnya menegang, kemudian dia segera kembali ke meja meneruskan pekerjaannya. Zaki yang melihatnya pun jadi serba salah, karena dia juga bingung dengan kejadian yang baru saja dilihatnya.
Bagus...